Connect with us

HEADLINE

Sejarah 1 Mei 1952 : Dari Afdeeling Amoentai Menjadi Kabupaten Hulu Sungai Utara

Diterbitkan

pada

Bundaran kota Amuntai tempo dulu. Foto: dok.arsippemkabhsu

KANALKALIMANTAN.COM, AMUNTAI – Tepat hari ini Rabu 1 Mei 2024, 72 tahun silam atau tepatnya Kamis 1 Mei 1952 merupakan hari bersejarah bagi lahirnya Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU). salah satu kabupaten kota yang terkenal di Provinsi Kalimantan Selatan.

Kabupaten yang beribu kota Amuntai menurut sejarah lokal dikenal sebagai pusat Kerajaan Negara Dipa pra Kesultanan Banjar yang terletak di Candi Agung. Perpindahan dari ibu kota kerajaan sebelumnya yang terletak di hilir yaitu di Candi Laras saat ini berada di wilayah Kabupaten Tapin.

Lapangan Pahlawan Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Foto: dok.arsippemkabhsu

Semula kabupaten ini bernama Kabupaten Amuntai sejak pertama kali terbentuk pada tanggal 1 Mei 1952. Sejalan dengan perkembangan wilayah dan sistem pemerintahan yang berawal dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, maka pada tanggal 14 Januari 1953, nama Kabupaten Amuntai diubah menjadi Kabupaten Hulu Sungai Utara hingga sekarang.

Baca juga: PLN Gelar Halalbihalal Bersama Anak-anak Panti Asuhan

Setelah status Kesultanan Banjar dihapuskan masuk ke dalam Karesidenan Afdeeling Selatan dan Timur Borneo. Wilayah dibagi dalam 4 afdeeling, salah satunya adalah afdeeling Amoentai yang terbagi dalam beberapa Distrik, yaitu Distrik Amoentai, Batang Allai, Laboean-Amas, Balangan, Amandit, Negara dan Kloewa.

Dalam perkembangannya, Afdeeling Amoentai kemudian dimekarkan menjadi Afdeeling Amuntai dan Afdeeling Kandangan.

Afdeeling Amoentai dengan ibu kota Amoentai, terdiri atas Onderafdeeling Amoentai, terdiri atas Distrik Amuntai, Distrik Tabalong dan Distrik Kelua.

Onderafdeeling Alabioe en Balangan, terdiri atas Distrik Alabio dan Distrik Balangan.

Baca juga: Kadis Pariwisata Tala dan Bendahara Disidang Kasus Korupsi Retribusi Asuransi Wisata

Proses pengembangan wilayah dan sistem pemerintahan yang berorientasi kepada peraturan perundang-undangan, tidak berhenti sampai para tokoh masyarakat baik yang sudah duduk dalam DPRD Kabupaten Hulu Sungai (sebelum pengembangannya menjadi 2 kabupaten), maupun yang berada di luarnya, telah menyadari bahwa dalam keadaan demikian sangat penting memiliki otonomi daerah sendiri.

Kantor Bupati Kabupaten Hulu Sungai Utara tempo dulu. Foto: dok.arsippemkabhsu

Inilah awal pemikiran yang mengilhami para tokoh Hulu Sungai Utara untuk melangkah kepada tuntutan berdirinya otonomi daerah, lepas dari Kabupaten Hulu Sungai yang beribu kota di Kandangan. Maka lahirlah di Amuntai PETIR (Penyatuan Tindakan Rakyat), yaitu suatu wadah perjuangan untuk mewujudkan cita- cita dan aspirasi masyarakat tersebut.

Presidium “PETIR” terbentuk dengan pimpinan yang terdiri dari Haji Morhan, Abdulhamidhan, H Saberan Effendi, H Abdul Muthalib M, dan Gusti Anwar. Sedangkan pimpinan harian, selain H Morhan, adalah Tarzan Noor dan M Juhrani Sidik.

Baca juga: KPU Banjarbaru Mulai Siapkan Pembentukan Badan Ad-hoc Pilkada 2024

Presidium PETIR menganggap bahwa daerah ini mempunyai potensi politik, sosial ekonomi, budaya, territorial/pertahanan, baik dari segi letak geografi/geologisnya, maupun keluasan wilayah dan pertumbuhan penduduk, benar- benar potensial dan wajar untuk melangkah kakinya kedepan.

Salah satu perayaan di kota Amuntai yang diikuti pelajar tempo dulu. Foto: dok.arsippemkabhsu

Tak heran, seluruh lapisan masyarakat Hulu Sungai Utara, baik ulama, pemuda, partai politik, maupun organisasi kemasyarakatan lainnya di dalam dan di luar daerah menyatakan dukungan. Tak terkecuali pula media cetak harian “Kalimantan Berjuang” Banjarmasin senantiasa memberikan opini yang sensitif terhadap aspirasi tersebut. Karenanya, tercatat bahwa Hulu Sungai Utara yang lebih awal memperjuangkan status kabupaten memiliki otonomi sendiri, dibanding dengan daerah-daerah setingkat lainnya se Banua Lima.

Puncak kegiatan “PETIR” saat itu adalah diselenggarakannya rapat umum terbuka di halaman pasar Amuntai yang dipadati oleh ribuan orang. Rapat Akbar tersebut melahirkan sebuah Mosi atau tuntutan rakyat yang menghendaki agar belahan utara dari wilayah Hulu Sungai ini menjadi kabupaten daerah otonom yang berdiri sendiri.

Beberapa hari kemudian Presidium “PETIR” mengadakan rapat pleno di salah satu ruang Sekolah Rakyat IV Amuntai (sekarang berdiri kantor Bupati Hulu Sungai Utara) untuk membahas mosi tersebut dan langkah-langkah selanjutnya.

Baca juga: Raperda Inisiatif Sistem Drainase Tawaran Solusi Banjir dan Genangan Air di Ibu Kota

Sidang DPRDS Kabupaten Hulu Sungai di Kandangan yang membahas mosi/tuntutan “PETIR” tersebut, cukup berjalan mulus, karena 16 anggota (dari 20 anggota) berasal dari Hulu Sungai Utara yang mendukung dan menyetujui tuntutan tersebut.

Dengan persetujuan DPRDS Kabupaten Hulu Sungai, makin membuka jalan lebar bagi “PETIR”, tak saja ke Pemerintahan Daerah Tingkat I Kalimantan tetapi juga ke Pemerintah Pusat di Jakarta.

Sementara itu, untuk menghadap Gubernur Kalimantan dr Murdjani dipercayakan kepada deputasi Gusti Anwar dan Ahmad Syahman.

Di lain pihak utusan “PETIR” yang berangkat ke Jakarta adalah Haji Morhan dan H Saberan Effendi. Di ibu kota dua orang ini bergabung dengan Kh Idham Khalid (tokoh Kalimantan Selatan) yang berdomisili di Jakarta dan mereka bersama-sama menghadap Menteri Dalam Negeri, Mr Iskak Cokrohadisuryo.

Sambutan dari para pejabat tersebut, baik yang di Banjarmasin maupun yang di Jakarta cukup baik dan memberikan angin segar bagi deputasi “PETIR”. Dan kesegaran tersebut semakin terasa ketika beberapa waktu kemudian, tibanya surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor Pem. 20-7-47 tertanggal 16 November 1951 yang isinya menetapkan Daerah Kabupaten Amuntai dengan ibu kota Amuntai sebagai Bupati Kepala Daerah adalah H Muhammad Said.

Masjid Raya At-Taqwa Amuntai sekitar tahun 60-70-an. Foto: dokarsippemkabhsu

Baca juga: Merancang Kota Metropolitan di Kalsel dari RPJPD Kota Banjarbaru 2025-2045

Daerah Kabupaten Kandangan dengan ibu kota Kandangan sebagai Bupati Kepala Daerah Syarkawi.

Tindak lanjut keputusan tersebut oleh Gubernur Kepala Daerah Kalimantan yang mengeluarkan surat keputusan Nomor Des. 310-2-3 tanggal 9 April 1952, atas dasar Surat Keputusan Mendagri No. Des. 1/1/14 Rahasia yang sementara waktu menetapkan jumlah Anggota DPRDS untuk Kabupaten Kandangan 20 orang dan DPDS 5 orang, Anggota DPRDS untuk Kabupaten Amuntai 16 orang dan DPDS 4 orang

Atas hasil pemilihan, maka pimpinan DPRDS Kabupaten Amuntai pada awal berdiri adalah Haji Anang Busyra sebagai Ketua dan Ahmad Samidie sebagai Wakil Ketua. Dari sinilah sekaligus diadakan persiapan perletakan kerangka pembenahan pengaturan personal aparat, fisik, material kewilayahan dan lain-lainnya, sebagai upaya untuk menata rumah tangga pemerintah daerah Kabupaten ini yang telah diberi hak otonominya.

Alhasil hari yang dinanti-nantikan itu akhirnya tibalah ketika pada hari Kamis, pukul 10.00, tanggal 1 Mei 1952, ketika Residen Koordinator Kalimantan Selatan, Zainal Abidin gelar Sutan Komala Pontas yang mewakili Gubernur Kepala Daerah Kalimantan mengucapkan kata pelantikan terhadap para Anggota DPRDS Kabupaten Amuntai yang berjumlah 16 orang. Hal ini menandai berdirinya Kabupaten Amuntai secara resmi pada tanggal 1 Mei 1952.

Sejalan dengan perkembangan wilayah dan sistem pemerintahan yang berawal dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, maka pada tanggal 14 Januari 1953, nama Kabupaten Amuntai diubah menjadi Kabupaten Hulu Sungai Utara. Kendati pada kurun waktu 12 tahun kemudian, wilayah kewedanaan Tabalong memisahkan diri menjadi Kabupaten Tabalong pada 1 Desember 1965, nama Kabupaten Hulu Sungai Utara tetap berlaku hingga sekarang. (Kanalkalimantan.com/dew)

Reporter: dew
Editor: bie


iklan

Komentar

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->