Connect with us

WAJAH KOTA

Kisah Gang Penatu Banjarmasin: Ada Sejak Zaman Belanda, Dirintis Warga Tionghoa (2-Habis)

Diterbitkan

pada

Kampung Penatu sebuah gang sempit di antara jalan Hasanuddin HM dan jalan Pangeran Samudera Banjarmasin. Foto : fikri

BANJARMASIN, Gang Penatu, dulunya dipenuhi oleh penyedia jasa cuci dan setrika pakaian atau penatu, sekarang tinggal cerita perkembangan kota Seribu Sungai. Kini, gang sempit yang berada di antara jalan Hasanuddin HM dan jalan Pangeran Samudera ini, berubah dipenuhi jasa percetakan. Ya, jasa penatu sudah tidak ada lagi di gang sempit tengah kota ini.

Nah, jika sebelumnya Kanalkalimantan.com menemui salah satu warga Gang Penatu, kini Kanalkalimantan.com berkesempatan bertemu dengan tetuha Gang Penatu. Ya, H Ahmad Fauzie namanya, warga Gang Penatu RT 06 Kelurahan Kertak Baru Ulu, Banjarmasin. Pria berusia 77 tahun ini sangat antusias menceritakan masa ‘jaya’ Gang Penatu, atau lebih tepatnya Kampung Penatu.

“Binatu kalau (istilahnya) di Jakarta. Kita di Banjarmasin (namanya) penatu. Bahasa sederhananya tukang cuci dan gosok,” ucap Fauzie mengawali ceritanya. Kampung Penatu terbentuk pada zaman Belanda, di mana para pejabat dan perwira Belanda menggunakan jasa setrika, yang pada mulanya dirintis oleh warga Tionghoa di Banjarmasin.

Baca Juga: Kisah Gang Penatu Banjarmasin: Dulu Banyak Jasa Penatu, Kini Jadi Kawasan Percetakan (1)

“Di sini, tempatku tinggal. Karena termasuk pusat kota dulu. Jadi, pengusaha-pengusaha kebanyakan orang-orang Tionghoa. Lalu merekat sampai sekarang, tapi penatunya banyak yang hilang. Dari generasi ke generasi habis,” sambungnya. Menurut Fauzie, perkembangan zaman menuntut Kampung Penatu berevolusi dari tempat jasa penatu menjadi toko dan percetakan buku. “Bisa kamu lihat sendiri sepanjang gang,” kata Fauzie.

Awalnya, Kampung Penatu berada di tanah rawa. “Ini, lingkaran di rumahku tembusan sungai dari jembatan Dewi tembus ke Pemko (Balaikota), jalur sungainya. Jadi pedagang sayur, pedagang kayu, menggunakan jukung masuk lewat sini, tembus. (Waktu itu Penatu) sudah ada,” jelasnya.

H Ahmad Fauzie. Foto : fikri

Menurut Fauzie, usai terbentuknya kampung yang sebelumnya dirintis oleh warga Tionghoa, warga pribumi di Banjarmasin pun turut serta mengikuti untuk membangun jasa cuci dan setrika pakaian ini. Karena peluang bisnisnya sangat bagus, kala itu. “Masih ingat aku, kakek dan pedatuan dulu di lingkunganku ini, juga ambil kesempatan usaha (penatu) ini, karena sangat menjanjikan pada zaman itu. Lalu warga ikut membuka, tapi tukang gosok saja, untuk 10-12 kilogram menggunakan setrika berukuran besar,” papar Fauzie.

Kemudian, jasa penatu pun tumbuh pesat. Bahkan, pendatang dari Pulau Jawa juga ikut memanfaatkan peluang jasa penatu. “Banyak, namanya warga menumpang dan mencari pencahariannya,” sambungnya. Lantas, kapan Kampung Penatu mencapai puncak kejayaannya? “Setelah (Indonesia) merdeka, ada peralihan-peralihan, penduduk mulai berkembang, usaha (berkembang). Semua, seiring (berjalannya) waktu, perubahan itu tidak terbantah. Dengan sendirinya bergeser,” tambah Fauzie.

Fauzie menambahkan, perlahan-lahan usaha penatu mulai berkurang. “Generasi (di sini) pun ada peralihan, usaha pun ada peningkatan. Jadi tidak dipastikan kapan jaya tidaknya, tidak ada patokannya. Pergeseran lambat,” tambahnya. Seingat Fauzie, meski mulai menurun, masih ada satu jasa penatu yang tersisa sebelum era 1990-an. “Masih ada, itu Penatu Jakaya yang tertinggal satu. Lim Hau Tek (pemiliknya). Ya itu yang terakhir seingatku,” katanya.

Fauzie pun teringat cerita masa lalu dari jasa penatu Lim Hau Tek, yang menurutnya sedikit lucu. Ada sejumlah orang Belanda yang datang ke jasa penatu Lim Hau Tek yang mana orang Belanda ini menggunakan jasa mencuci pakaian berupa jas. Padahal, menurut Fauzie, metode pencucian pakaian jas ala Eropa ini berbeda dengan yang ada di Indonesia. “Lim Hau Tek tidak tahu, dicucinya secara manual. Sudah selesai, dipakai oleh si Belanda. Jadi pendek (pakaiannya),” katanya.

Meski usaha penatu sudah tinggal sejarah, lantas mengapa nama penatu tetap dipertahankan menjadi nama gang di kampung ini? “Peralihan (nama) kan dari generasi ke generasi. Seperti aku, dari datukku namanya penatu. Turun ke kakek dan nenek, penatu juga (namanya). Masih ada, turun ke bapak, penatu juga. Bapakku meninggal, turun ke aku di usia renta ini, penatu juga namanya. Jadi tidak ada rekayasa untuk mengubah nama (gang Penatu) ini. Karena memang dari penduduk itu sendiri,” papar Fauzie, sembari meluruskan bahwa tidak ada usaha untuk mempertahankan nama penatu untuk gang ini. “Dari sononya kalau kata orang Jakarta,” tambahnya.

Lantas, berapa usia Kampung Penatu sejak awal terbentuk hingga saat ini? “Kalau dihitung saja. Usiaku 77 ditambah generasi almarhum bapak, ditambah ke generasi almarhum kakek. Lebih 100 tahun! Masih eksis nama itu,” katanya.

Fauzie pun tidak menampik, suatu saat nanti Kampung Penatu hanya tinggal nama saja. Apalagi, dengan kemajuan perekonomian di mana kawasan ini cukup menjanjikan untuk dijadikan sentra bisnis. “Apalagi kalau ada rencana pemerintah atau swasta yang hendak investasi di sini, ya sudah pasti tinggal nama saja Kampung Penatu ini. Karena ini lahannya potensial,” katanya. Lantas, apakah rencana ini hanya sebatas rencana? “Sudah berjalan, aku ke Jakarta untuk negosiasi. Karena luasnya 1,5 hektare, 15 ribu meter dan tembus dua jalan protokol,” tambahnya. (fikri)

Reporter : Fikri
Editor : Bie

 


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->