Ekonomi
Kebijakan Antipasar Ala China

KANALKALIMANTAN.COM – Berita tentang pemerintah China yang mereformasi kebijakan pasar bebasnya akhir-akhir ini menjadi tangkapan banyak media. Padahal 40 tahun terakhir, kebijakan itu berhasil mengantarkan negara itu menjadi ekonomi kedua terbesar di dunia.
Sekarang, China memberlakukan pembatasan yang sangat ketat terhadap sektor-sektor ekonomi yang berkembang pesat, perusahaan teknologi raksasa swasta, dan juga para individu yang kaya. Salah satu langkah drastis pemerintah China adalah membatalkan penawaran umum perdana saham atau IPO (initial public offering) dari grup bisnis Ant milik Jack Ma bernilai $37 miliar.
Poltak Hotradero, peneliti ekonomi di Bursa Efek Indonesia, mengatakan langkah ini didorong oleh kekhawatiran pemerintah akan konsentrasi bisnis pembayaran yang sarat data itu di tangan dua aktor besar saja.
“Kekhawatiran pemerintah China di sektor digital payment (pembayaran digital) ini sangat besar karena dari statistik saat ini sekitar 92% dari pembayaran digital di China itu dikuasai hanya oleh dua pemain, yaitu Alibaba lewat Alipay dan juga Tencent dari We Chat pay,” ujar Poltak.
Baca juga : Curhat Mahasiswi di Banjarmasin Korban Perkosaan, Pelaku Oknum Polisi Divonis 2 Tahun 6 Bulan
Menurutnya, nilai transaksi pembayaran digital itu secara keseluruhan mencapai setara $40 triliun pada 2020, lebih besar dari produk domestik bruto (PDB) China.
“Jadi data sedemikian banyak, sedemikian granular (mendetil), mendalam sampai ke level (tingkat) individu, itu bersifat sangat strategis, tetapi itu juga di sisi lain sesuatu yang perlu dikendalikan oleh pemerintah,” imbuh Poltak.
Kesenjangan
Faktor kedua yang penting dan juga dikhawatirkan oleh pemerintah China adalah isu kesenjangan.
“Bagaimana orang yang sedemikian sedikit bisa menjadi orang kaya, inilah yang di mata Partai Komunis China dianggap sebagai sesuatu yang perlu dikendalikan juga,” kata Poltak.
Pendapat senada dikemukakan oleh seorang pakar China lain.
Dihubungi secara terpisah, Novi Basuki Wang, kandidat doktor di Sun Yat Sen University serta alumnus Pesantren Nurul Jadid, mengingatkan bahwa China sejak semula sudah menempuh kebijakan yang disebut “Sosialisme Berkarakteristik China”.

Kesibukan di Pelabuhan Lianyungang di Provinsi Jiangsu, China, 7 September 2021. Foto: STR/AFP
Baca juga : Polsek Banjarbaru Utara Ringkus Pengedar Sabu
“Deng Xiaoping waktu itu kan bilang mengizinkan segelintir orang untuk kaya terlebih dahulu karena sosialisme itu bukan berarti kemiskinan justru sosialisme harus meniadakan kemiskinan. Tetapi orang yang kaya ini harus membawa yang lain untuk ikutan kaya juga sehingga tercipta kaya bersama. Nah, kaya bersama ini yang sekarang sedang coba diterapkan oleh Xi Jin-ping,” kata Novi.
Jadi, ke depan akan ada peralihan struktur ekonomi China, atau penerapan sebuah kebijakan industri di mana pemerintah mendukung industri tertentu yang dinilai strategis. Namun di sisi lain, pemerintah China mengerem industri lain yang dinilai tidak mendukung tujuan jangka panjang negara itu, termasuk pemerataan kekayaan di kalangan warga China.
Menurut Poltak Hotradero, salah satu sektor yang hendak dikembangkan oleh China adalah industri chip yang kini masih dikuasai oleh Taiwan, sementara kendali lebih besar akan diterapkan pada industri sarat data seperti Alibaba dan TenCent.
Dampak terhadap Indonesia
Indonesia akan terkena dampak pengalihan struktur perekonomian China ini. Poltak Hotradero mengingatkan pada sejarah ekonomi Indonesia pada masa lalu.
Ketika China menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) dan kemudian mendorong sektor tekstilnya, bukan saja industri tekstil Indonesia yang hancur, tetapi industri tekstil di seluruh kawasan Asia Tenggara. Pengalaman ini harus menjadi pelajaran untuk Indonesia.
Baca juga : Masjid Hidayatul Akbar Diresmikan, Berada di Jalur Lintas Bandara Syamsudin Noor
Seperti China, Poltak menganjurkan agar Indonesia juga menerapkan kebijakan industri yang mampu menjawab tantangan seperti itu pada masa depan, misalnya dengan masuk ke sektor-sektor baru.
“Indonesia punya kekuatan, punya keunggulan misalnya produksi baterai karena bahan mentahnya nikel ada di Indonesia dan kemudian timah dan berbagai mineral ada di Indonesia. Kita juga punya basis produksi cukup besar, maka ini yang dipilih. Atau EV atau electric vehicle mungkin akan bisa menjadi landasan bagi Indonesia,” kata Poltak.
Dia menambahkan keterbatasan Indonesia adalah know-how, pengetahuan atau keterampilan praktis. Untuk itu, ujarnya, perlu mempertimbangkan apakah Indonesia bisa menggandeng China ataupun mitra asing lain. (VOA/jm/ka/ft)
Editor : Desy

-
HEADLINE3 hari yang lalu
Pusat Perbelanjaan Modern di Banjarbaru Diduga Cemari Sungai
-
HEADLINE1 hari yang lalu
Dugaan Pencemaran dari Pusat Perbelanjaan Modern, DLH Banjarbaru: Memang Ada Bau, Pipa IPAL Ada Kebocoran
-
HEADLINE1 hari yang lalu
Dugaan Pencemaran Lingkungan di Banjarbaru, Pengelola Perbelanjaan Modern Akui Ada Bau Menyebar
-
PEMILU 20242 hari yang lalu
Ini 10 Nama yang Lulus Seleksi Calon Anggota KPU Kalsel
-
Kota Banjarbaru2 hari yang lalu
Ramadhan Banjarbaru Festival Dibuka, dari Makanan hingga Ceramah Agama
-
HEADLINE3 hari yang lalu
Siaran TV Analog Berhenti Sempat Dikira TV Rusak, Panen Penjualan STB di Banjarbaru