Connect with us

Kota Banjarmasin

Tepis Dakwaan JPU, Mantan Bupati HST Abdul Latif Curhat Ketimpangan Hukum

Diterbitkan

pada

Persidangan mantan Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif di Pengadilan Tipikor Banjarmasin. Foto: rizki

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mendakwa eks Bupati HST Abdul Latif menerima suap serta melakukan pencucian uang sewaktu menjabat Bupati.

Menurut JPU, gratifikasi senilai Rp 41,5 miliar didapatkan Abdul Latif dari sejumlah proyek di Kabupaten HST pada tahun 2016-2017.

Abdul Latif disebut menggunakan uang hasil suap untuk membeli sejumlah aset berupa motor, mobil, rumah, dan lainnya, yang diatasnamakan orang lain.

Menanggapi dakwaan JPU, terdakwa pada kesempatan yang diberikan majelis hakim yang diketuai Jamser Simanjuntak bersama dua anggota langsung memberikan sanggahan.

 

Baca juga  : Disidang Perkara Berbeda, Eks Bupati HST Abdul Latif Didakwa Terima Suap Rp 41,5 M dan Pencucian Uang

Dalam eksepsi pribadi, Abdul Latif mengatakan jika selama menjabat sebagai Bupati HST dirinya tidak pernah merugikan keuangan negara.

Sambil sesekali mengusap air mata, Abdul Latif juga heran karena terdapat tiga Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang ditujukan kepadanya. Padahal dikatakannya, saat ini sedang menjalani sisa masa hukuman di lembaga pemasyarakatan.

“Menjabat bupati 20 bulan, tidak ada merugikan keuangan negara, tidak pernah jual beli jabatan, menjual perizinan, harus dihukum dengan tiga surat Sprindik yang dispilit,” kata Abdul Latif saat membacakan eksepsi, Rabu (18/1/2023).

“Sementara kasus mega korupsi yang merugikan negara triliunan dan berdampak besar bagi negara seperti kasus e-KTP, lobsterz Bansos, suap pajak cuma diberikan satu sprindik, apa yang terjadi di negeri ini,” tambahnya.

Baca juga : Puting Beliung di Pemangkih Baru Hantam Kandang Ternak hingga Terbangkan Puluhan Atap Rumah

Pihaknya juga menyoroti terkait penyidikan yang ada kejanggalan karena setelah Abdul Latif dinyatakan sebagai tersangka dengan kasus gratifikasi dan TPPU ini, tidak ada pemeriksaan saksi-saksi.

Selain itu, sejumlah barang bukti yang disita oleh penyidik KPK adalah hasil dari pembelian Terdakwa sebelum mejabat sebagai Bupati HST.

“Bukti-bukti pendukung yang berkaitan objek yang disita itu semua dibeli tahun 2015, padahal dia (Abdul Latif) menjadi bupati tahun 2016,” ungkap Joni P, penasehat hukum terdakwa.

Lebih lanjut dirinya mengatakan idealnya kasusnya disatukan untuk tercapainya asas peradilan yang sederhana, cepat, dan berbiaya ringan.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa yang diketuai OC Kaligis juga membacakan eksepsi yang memuat keberatan atas dakwaan JPU terkait gratifikasi dan Pencucian Uang.

Baca juga : Perda Ketertiban Umum Bakal Direvisi, Prostitusi-PKL-Pengemis di Banjarbaru ‘Berganti Baju’

Pihaknya berharap hakim dapat memutus dengan putusan sela untuk membatalkan surat dakwaan dan membebaskan terdakwa dari segala dakwaan JPU.

“Mohon kiranya majelis hakim memberikan putusan sela dengan menerima keberatan tim penasehat hukum Abdul Latif,” kata OC Kaligis.

Terpisah, JPU yang diwakili oleh Ikhsan Ferdinand mengatakan jika kasus yang menjerat Abdul Latif ini merupakan hasil pengembangan dari penyidik KPK.

Ia menegaskan jika tidak bisa dilakukan penggabungan antara kasus suap pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah Damanhuri Barabai dengan kasus suap dan pencucian uang yang saat ini didakwakan kepada Abdul Latif.

“Dari pengembangan kemudian ada lagi kasus lain, sehingga tidak bisa digabung toh, prosesnya kan beda,” ungkap Ferdinand.

Pihaknya akan segera menyiapkan tanggapan atas eksepsi yang dilayangkan oleh terdakwa bersama kuasa hukumnya.

“Eksepsi itu haknya terdakwa dan penasehat hukum, nanti kita akan tanggapi eksepsi terdakwa minggu depan,” tutupnya. (Kanalkalimantan.com/rizki)

Reporter : rizki
Editor : cell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->