Connect with us

HEADLINE

Perlu 15 Tahun BPBAT Mandiangin Budidaya Ikan Belida Borneo

Diterbitkan

pada

Proses budidaya Belida Borneo oleh BPBAT Mandiangin. Foto: rdy

KANALKALIMANTAN.COM, MARTAPURA – Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Mandiangin di Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan, menjadi satu-satunya Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan yang berhasil membudidayakan ikan Belida Borneo di Indonesia.

Selama 15 tahun kegiatan pembenihan ikan dengan nama latin Chitala Lopis Bleeker ini dilakukan oleh BPBAT Mandiangin. Setelah sebelumnya diawali dengan proses domestikasi di tahun 2005 lalu, sampai akhirnya berhasil dilakukan pembesaran dan diberi pakan buatan secara penuh berupa pelet tinggi protein di atas 40 persen di tahun 2019 hingga 2020.

Proses domestikasi merupakan suatu proses ketika suatu populasi tumbuh dan berkembang di alam liar, melalui proses seleksi menjadi terbiasa hidup di sekitar dan berada dalam kendali manusia.

Domestikasi menjadi penting, karena populasi Belida Borneo yang saat ini semakin terancam di tengah masifnya perburuan yang dilakukan masyarakat atas pertimbangan kebutuhan konsumen dan nilai komersial untuk produk makanan olahan.

 

 

Proses budidaya Belida Borneo oleh BPBAT Mandiangin. Foto: rdy

Baca juga  : Kebakaran SMPN 3 Banjarbaru, Ratusan SKHU Milik Siswa Ikut Terbakar

Padahal, Belida termasuk ke dalam salah satu jenis ikan yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi.

Langkah ini guna menjaga keanekaragaman hayati menuntut adanya upaya pelestarian jenis satwa beserta ekosistemnya baik di dalam maupun di luar habitatnya.

Meski perlu waktu lama, pada sebagian besar spesies yang didomestikasi menunjukkan plastisitas/kelenturan tingkah laku yang dapat membuatnya mampu beradaptasi dalam wadah budidaya dan pada lingkungan yang berbeda dengan habitat alaminya.

Pada program domestikasi ikan Belida Borneo diperlukan pengembangan teknik pemeliharaan induk, pemijahan, pemeliharaan benih, dan pembesaran. Saat ini, informasi teknik pemeliharaan ikan Belida masih sangat terbatas.

 

Proses budidaya Belida Borneo oleh BPBAT Mandiangin. Foto: bpbatmandiangin

Baca juga  : Hilang Kendali di Tikungan, Pikap Terguling Masuk Parit di Sungai Ulin

Keberhasilan dalam pemijahan dan pembesaran ikan belida dalam wadah budidaya akan sangat membantu dalam pengembangbiakan ikan tersebut untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

“Prosesnya hingga sampai saat ini memang berlangsung lama, mulai dari proses domestikasi sampai akhirnya ikan sudah berhasil makan udang 2007 yang lalu, dan terus dicoba sampai semua ikan sekarang baru saja sudah bisa dikasih pakan buatan berupa pelet yang kami racik khusus,” kata Puji Widodo, selaku Pengelola Penanggungjawab Komoditas Ikan Belida Chitala Lopis Bleeker, kepada Kanalkalimantan.com, beberapa waktu lalu.

Dalam proses pembudidayaannya ikan yang lebih dikenal warga di Kalimantan dengan sebutan Ikan Pipih ini, proses pembenihan sebelumnya tidaklah sengaja ditemukan. Ketika itu ikan secara alami menempelkan telurnya di selembar kayu yang diletakkan di dasar kolam yang kemudian berhasil ketahui.

“Berawal dari ketidak kesengajaan, ikan bertelur menggunakan metode alami, yaitu menggunakan substrat sarang yang terbuat dari selembar kayu, yang kemudian kami buat khusus dengan kayu besi atau kayu ulin,” ujarnya.

 

Proses budidaya Belida Borneo oleh BPBAT Mandiangin. Foto: rdy

Baca juga  : Lafadz Allah Muhammad Tak Tersentuh Saat Kebakaran Waktu Jum’atan di Cempaka

Lebih jauh pria yang akrab disapa Widodo ini mengatakan, dalam sekali pemijahan indukan betina ikan Belida dengan panjang 50 hingga 60 centi meter dan berat 4 kilo gram yang sudah siap bereproduksi, biasanya mampu menghasilkan rata-rata 200 hingga 400 butir telur ikan yang menempel di substrat kayu ulin.

Telur yang menempel di substrat papan tadi kemudian dibersihkan dari kotorannya dan dipindahkan ke tank khusus penetasan.

“Jadi telur yang didapati dari kolam pemijahan tadi kemudian kita taruh beserta substrat papannya di tank khusus penetasan, di tank ini kemudian kita kasih inkubasi dan Methylene Blue untuk mencegah serangan jamur pada ikan Belida, biasanya telur membutuhkan waktu 4 sampai 6 hari sampai menetas menjadi larva berupa ikan yang masih belum aktif bergerak,” akunya.

Ditanya kendala yang dihadapi dalam budidaya ikan Pipih, Widodo mengatakan, tantangan terbesar adalah waktu yang dibutuhkan tidaklah singkat dalam melakukan pembesaran ikan dari Suku Notopteridae ini, pasalnya dalam kurun waktu satu tahun saja ikan Belida hanya tumbuh seberat 500 gram saja.

 

Proses budidaya Belida Borneo oleh BPBAT Mandiangin. Foto: rdy

Baca juga : Genangan di Jalan Kota Banjarmasin Membuat Arus Kendaraan Terganggu

“Tantangannya adalah waktu yang dibutuhkan saat pembesaran, karena dengan pakan buatan selama 2 tahun pertumbuhan ikan hanya mencapai 1 Kg saja per ekor, tapi bukan berarti ikan dari larva hingga yang sudah siap jadi indukan dengan berat 4 Kg itu perlu 8 tahun karena kita tidak tahu laju pertumbuhan berat dari 1 Kg ke atas seperti apa, bisa lebih cepat, stagnan atau sama saja,” katanya.

Pembenihan ikan Belida di BPBAT Mandiangin sendiri dimulai dari pemeliharaan induk yang dipelihara di kolam dengan luas 100 hingga 200 meter persegi, dengan dialiri air yang terus menerus masuk ke dalam kolam yang mana kepadatan induk di dalam kolam 3 sampai 5 ekor permeter persegi.

Masih di tempat yang sama, Kepala BPBAT Mandiangin Evalawati mengatakan, pihaknya sendiri memang diberikan tugas oleh UPT Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mengembangkan ikan-ikan lokal yang salah satunya ikan Pipih.

“Diketahui budidaya ikan Belida di BPBAT Mandiangin ini sudah berhasil teknologinya, namun ikan masih belum kita rillis, tahun ini baru kita bentuk timnya untuk merilis ikan itu, sehingga harapan kita ikan ini dapat dibudidayakan, sasaran kita itu pasti kesana,” akunya.

 

Kepala BPBAT Mandiangin Evalawati. Foto : rdy

Baca juga  : Rapat Evaluasi Perkebunan Besar Swasta, Ini yang Diminta Pemkab Kapuas

Evalawati memahami betul ikan predator spesies terbesar di kelasnya yang ada di Kalimantan ini, telah dilindungi penuh mengingat sebarannya di alam memang kian susah ditemukan, sementara kebutuhan akan ikan untuk dijadikan bahan baku olahan masih tinggi.

“Kami berkeyakinan setelah dapat menghasilkan tekhnologi untuk budidaya ikan Pipih ini, masyarakat tidak lagi tergantung pada tangkapan alam, kita juga nanti sudah melakukan rillis, sehingga ikan ini tidak lagi menjadi komoditas yang dilindungi tetapi kembali bisa di budidayakan dan dikonsumsi oleh masyarakat,” harapnya. (KanalKalimantan.com/rdy)

Reporter : rdy
Editor : cell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->