Connect with us

HEADLINE

Kasus Cuci Uang Mantan Bupati HST Abdul Latif, Terdakwa Tak Lakukan Pembuktian Terbalik

Diterbitkan

pada

Terdakwa korupsi mantan Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Abdul Latif. Foto: rizki

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Sidang kasus tindak pidana gratifikasi dan pencucian uang mantan Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Abdul Latif hampir memasuki babak akhir.

Dari awal disidangkan 18 Januari 2023 lalu, perkara Nomor 5/Pid.Sus-TPK/2023/PN Bjm dengan terdakwa Abdul Latif telah disidangkan sebanyak 21 kali. Semua saksi yang berjumlah sekitar 90 orang telah dihadirkan dan telah diperiksa di muka persidangan.

Kebanyakan dari saksi yang dihadirkan merupakan direktur perusahaan yang memberikan fee proyek kepada terdakwa Abdul Latif ketika menjabat sebagai Bupati HST 2016-2017.

Termasuk juga saksi yang dihadirkan berkaitan dengan kepemilikan aset-aset Abdul Latif yang diduga hasil dari pencucian uang.

Baca juga: Gugatan Rp15 Miliar Kades Kolam Kanan Ditolak PN Marabahan

Terakhir, sidang digelar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin pada Rabu (26/7/2023) siang, dengan agenda pembuktian ahli dari jaksa penuntut umum (JPU) KPK.

Seorang ahli yang dihadirkan JPU KPK adalah mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein. Dia menjelaskan terkait penerapan pasal 3, 4, dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Dijelaskan Yunus, pencucian uang dilakukan dengan upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta hasil tindak pidana.

Dirinya menjelaskan, seseorang yang didakwa melakukan pencucian uang harus membuktikan sumber harta kekayaannya dengan pembuktian terbalik. Jika pembuktian gagal dilakukan terdakwa, maka dapat diduga hartanya tersebut berasal dari hasil tindak pidana.

Baca juga: Uang Suap Kabasarnas Pakai Kode ‘Dana Komando’

Menariknya, pada sidang Rabu (28/7/2023) lalu, terdakwa Abdul Latif yang mengikuti sidang secara daring dari Lapas Sukamiskin Bandung mengatakan tidak akan menghadirkan saksi atau ahli yang meringankan (a de cartridge).

“Pembuktian saat saya diperiksa sebagai terdakwa saja, untuk saksi dan ahli tidak ada,” kata Abdul Latif kepada majelis hakim Tipikor Banjarmasin yang diketuai Jamser Simanjuntak.

Dirinya percaya diri akan membuktikan segala dakwaan JPU saat sidang agenda pemeriksaan terdakwa yang akan digelar pada Rabu (2/8/2023) pekan depan.

Padahal, menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terdakwa berhak menghadirkan saksi atau ahli yang meringankan di persidangan. Namun Abdul Latif tidak memanfaatkan hak yang diberikan tersebut.

Baca juga: Kafilah HSU Raih Peringkat Tujuh MTQN XXXIV Kalsel

“Sementara terdakwa tidak menghadirkan sama sekali baik saksi maupun ahli a de cartridge, seharusnya kan kalau dia betul konsisten ingin membuktikan pembuktian terbalik seharusnya dihadirkan, tidak hanya dia sendiri yang ngomong sebagai satu pihak,” kata JPU KPK Meyer Simanjuntak kepada Kanalkalimantan.com.

Menurut Meyer, sejumlah saksi yang hadir di persidangan telah menjelaskan dengan terang jika ada fee proyek yang dikumpulkan dan mengalir ke Abdul Latif. Termasuk aset-aset yang dibeli Abdul Latif menggunakan nama orang lain sehingga patut diduga sebagai bentuk TPPU.

“Kalau keterangan saksi dikaitkan dengan pendapat ahli maka masuk perbuatan pencucian uang, seperti kendaraan-kendaraan mewah pakai nama orang lain,” ungkap Meyer.

Sebelumnya, Abdul Latif didakwa melakukan tindak pidana gratifikasi dan TPPU sebesar Rp41 miliar saat masih aktif menjabat Bupati HST tahun 2016-2017.

Baca juga: 5 Kloter Masih di Madinah, Debarkasi Banjarmasin Telah Kedatangan 4.241 Orang Haji

JPU memasang pasal berlapis, pertama pasal 12B Jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.

Kemudian kedua, pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pemberantasan TPPU.

Abdul Latif bukan kali pertama didakwa melakukan korupsi, pada tahun 2018 lalu dirinya juga menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta atas perkara suap pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah Damanhuri Barabai.

Saat itu putusan PN Tipikor Jakarta memutus Latif bersalah dengan hukuman 6 tahun penjara, kemudian di pengadilan tinggi tingkat banding hukuman Latif ditambah 1 tahun menjadi 7 tahun penjara.

Baca juga: Gandeng Cendekiawan Banua, DJP Kalselteng Luncurkan Buku Pajak dan Syariat Islam

Hingga saat ini, dirinya masih mendekam di Lapas Sukamiskin Bandung menjalani sisa masa tahanan yang tersisa.

Bahkan, jika melihat ke belakang 17 tahun lalu ternyata Latif juga pernah terjerat kasus korupsi pada tahun 2005-2006 terkait pembangunan sekolah SMAN Labuan Amas Utara. Saat itu dirinya masih menjadi kontraktor swasta dan belum berkecimpung dalam dunia politik.

Kini, Abdul Latif kembali dijerat kasus yang sama, namun dengan jeratan berlapis yaitu suap dan pencucian uang. (Kanalkalimantan.com/rizki)

Reporter : rizki
Editor : bie


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->