Connect with us

HEADLINE

Dua Terdakwa Korupsi Lahan Objek Wisata Tanuhi HSS Disidang, Tilep Duit Negara Rp 800 Juta

Diterbitkan

pada

Dua terdakwa kasus korupsi pengadaan lahan objek wisata Tanuhi, HSS, Kalsel, menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin (5/6/2023) siang. Foto: rizki

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Dua terdakwa kasus korupsi pengadaan lahan objek wisata Tanuhi, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Kalsel, menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin, Senin (5/6/2023) siang.

Mereka adalah Zakir Maulidi mantan Kabid Pariwisata dan Eko Hendra Wijaya Kasi Destinasi Pariwisata Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kabupaten HSS.

Keduanya didakwa JPU Kejari HSS dengan Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.

Sedangkan dakwan kedua yaitu Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.

Baca juga: Bupati Banjar Ingatkan ASN Menjaga Netralitas

Zakir Maulidi bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Eko Hendra Wijaya selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada pengadaan lahan objek wisata pemandian air panas tersebut.

Dua terdakwa kasus korupsi pengadaan lahan objek wisata Tanuhi, HSS, Kalsel, menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin (5/6/2023) siang. Foto: rizki

Keduanya didakwa melakukan korupsi sebesar Rp 818.475.526 pada pengadaan lahan perluasan objek Wisata Tanuhi, Kecamatan Loksado Kabupaten HSS pada tahun 2020 lalu.

JPU Hadirkan Saksi Bendahara dan Kasubag Keuangan Disporapar HSS

Pada sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Banjarmasin tersebut JPU menghadirkan dua saksi terkait pembelian tanah, yaitu bendahara Ahyadi Cahyadi dan Kasubag Keuangan Rusdiyana.

Dalam keterangannya, saksi Cahyadi menerangkan 2020  mengeluarkan Surat Perintah Pembayaran (SPP) terhadap empat bidang tanah yang dilakukan pembelian untuk perluasan objek wisata Tanuhi.

“Ada empat lahan, pertama atas nama Abdul Khair, lalu Wayan, dan sisanya dua lahan atas nama Masriansyah,” kata saksi Bendahara Disporapar HSS yang menjabat sampai 2022.

Baca juga: Kapal LCT Hanya Bisa 10 Mobil, Antrean Panjang Terjadi di Penyeberangan Singkuang

Menurut saksi, dari empat lahan yang dibeli satu diantaranya memiliki sertifikat tanah sedang tiga lainnya hanya berupa surat penguasaan lahan/segel.

Belakangan, lahan yang dilakukan pembelian oleh kedua terdakwa yaitu Zakir Maulidi selaku PPK dan Eko Hendra Wijaya selaku PPTK tersebut merupakan kawasan Hutan Lindung (HL).

Sementara itu, saksi Rusdiyana mengatakan anggaran pengadaan lahan tersebut dianggarkan pada tahun 2020 menggunakan anggaran daerah sebesar Rp 2 miliar lebih.

“Semula pengajuannya Rp 3 miliar lebih, karena covid disetujui sekitar Rp 2 miliar,” kata Kasubag Keuangan Disporapar HSS yang sudah pensiun ini.

Rusdiyana juga mengakui bahwa dirinya yang melakukan verifikasi berkas pengajuan pembelian lahan tersebut. Namun, dirinya baru mengetahui jika lahan tersebut merupakan Hutan Lindung (LH) saat diperiksa oleh penyidik.

Dalam persidangan, terdakwa Eko Handoyo juga menanggapi keterangan saksi. Dirinya membantah jika lahan yang dibeli dicari olehnya sebagai PPTK.

Ditegaskannya, pembelian tanah untuk perluasan objek wisata Tanuhi tersebut dilakukan melalui sejumlah proses dan juga melibatkan PPK yaitu terdakwa Zakir Maulidi.

Baca juga: Damkar Balangan Dilatih Peningkatan Pengetahuan Kebencanaan

“Dalam bekerja kami ada dasarnya, bukan ujuk-ujuk mencari tanah,” ujarnya.

Sementara itu, kedua terdakwa Zakir Maulidi dan Eko Hendra Wijaya hingga saat ini tidak dilakukan penahanan dari proses penyidikan hingga proses persidangan.

“Untuk kedua terdakwa tidak dilakukan penahanan,” kata Maden, JPU dari Kejari HSS.

Selain itu, dikatakannya kedua terdakwa juga ada melakukan pengembalian kerugian keuangan negara saat proses tahap kedua di Kejari HSS beberapa waktu lalu.

“Kerugian negara sekitar Rp 800 juta, ada penitipan uang saat pemeriksaan tahap kedua sekitar Rp 500 juta,” ucapnya.

Sidang akan kembali digelar pada Senin (12/6/2023) mendatang dengan pemeriksaan saksi-saksi yang akan dihadirkan JPU. (Kanalkalimantan.com/rizki)

Reporter: rizki
Editor: bie


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->