Connect with us

Kota Banjarmasin

Webinar Literasi Digital: Penggunaan Bahasa yang Baik dan Benar di Dunia Digital


Komisioner KPID Kalsel: Tontonan Harus Menjadi Tuntunan!


Diterbitkan

pada

Webinar literasi digital “Penggunaan Bahasa yang Baik dan Benar di Dunia Digital”. Foto: ist

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Kecakapan digital harus ditingkatkan dalam masyarakat agar mampu menampilkan konten kreatif mendidik yang menyejukkan dan menyerukan perdamaian.

Sebab, tantangan di ruang digital semakin besar, seperti konten-konten negatif, kejahatan penipuan daring, perjudian, eksploitasi seksual pada anak, ujaran kebencian, radikalisme berbasis digital.

Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Siberkreasi menggelar acara webinar literasi digital “Penggunaan Bahasa yang Baik dan Benar di Dunia Digital”, dibuka Penjabat (Pj) Wali Kota Banjarmasin Akhmad Fydayeen, Senin (21/6/2021) pagi. Acara dipandu host Shabrina Anwari melalui Zoom Meeting.

Kegiatan bertujuan untuk mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif sehingga dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya untuk mengidentifikasi hoaks, serta mencegah terpapar dampak negatif penggunaan internet.

 

 

Salah satu nara sumber webinar digital literasi, Toufan Widhi Hatmoko dari Kinetic Digital Indonesia membahas Click Bait.
“Click bait itu, bisa positif bisa negatif lho,” ujarnya awal membuka paparan.

Melimpah ruahnya informasi di jagat digital adalah keniscayaan. “Digital atau internet sekarang sudah bagaikan rimba belantara, filternya hanya satu, diri kita sendiri,” ujar Toufan.

Ketika membahas click bait, adalah title sebuah satu pintu masuk atau pancingan, dimana visitor atau pengunjung agar masuk.
“Kita menyebutnya jebakan, jebakan itu bernama click bait,” ujar Toufan. “Nah, kadang-kadang click bait itu memang sedikit berlebihan,” katanya.

Informasi awal yang didapatkan dari click bait itu yang sifatnya bisa positif juga bisa menjadi negatif, tergantung pemberi atau penulis informasi dalam dunia digital.

“Click bait dipergunakan mereka bisanya untuk mengejar atau mendapatkan trafic, celakanya kontennya kadang tidak nyambung. Ada juga yang positif, memang ingin menyampaikan informasi yang sebenarnya,” kata Toufan.

Perlu diketahui, sasaran click bait memang menyerang ‘otak’ atau sisi penasaran dari orang. Harapannya orang mengklik judul dengan 10 kata atau 7 kata dalam satu title atau judul. “Seperti dengan kata-kata yang era sekarang sering dipakai,” sebut Toufan.

Nah, agar memunculkan click bait yang positif dibantu title atau judul positif. “Kata-kata atau judul ajakan yang relevan dengan konten yang disajikan,” anjur Taufan.

“Jangan lebih dari 80 karakter, karena itu kaidah Google Search yaitu 80 karakter itu,” sebut Toufan.

Untuk konten positif dalam penggunaan kata hiperbola sebaiknya tidak menipu, karena konten positif masih bisa menggunakan click bait. “Hibur pembaca dengan baik, kata-kata baik, lugas, masuk akal,” pungkasnya.

Sementara itu, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Kalsel Muhammad Radini mencermati literasi digital di era disrupsi, karena bagaimana hari ini semua orang menghadapi luar biasanya sisi teknologi dan informasi.

“Informasi digital dalam dunia internet sudah merubah wajah hukum, dan wajah kita secara keseluruhan. Persoalan yang bisa membuat bangsa kita menjadi baik dan tidak baik,” ujar Muhammad Radini.

Kondisi saat ini, piranti hukum di Indionesia tidak bisa mengikuti, contoh para konten kreator di media sosial tidak ada yang bisa mengawasi, siapa pihak yang mengawasi.

Webinar literasi digital “Penggunaan Bahasa yang Baik dan Benar di Dunia Digital”. Foto: ist

“Seperti konten kreator semisal YouTuber, apakah itu mendidik atau hanya menghibur saja, tidak ada yang bisa mengontrol, pemerintah sampai hari ini tidak bisa mengaturnya,” kata Muhammad Radini.

Kekinian, tinggal bagaimana masyarakat mengetengahkan etika dalam dunia digital. “Orangtua, guru agama, pendidik, dosen, dan guru, bisa jadi ikut terlibat memberi etika dengan dasar agama dan moral,” beber Muhammad Radini.

Sekadar contoh, meski Kominfo memblokir kontan atau situs-situs yang dilarang, pada kondisi nyatanya orang atau bahkan anak-anak masih bisa mengaksesnya, pemerintah tidak bisa menghadapinya.

“Saat ini kita harus mengevalusi, memanfaatkan, membuatkan dan mengkomunikasikan konten maupun informasi,” katanya.

Salah satu contoh lainnya, kekinian para pembuat konten-konten kreator sibuk menyajikan memperontonkan kekayaannya. Juga ada konten-konten prank yang sama sekali tidak mendidik.

“Tidak hanya konten hiburan, harus konten mendidik. Intinya sekarang ini tidak hanya tontonan tapi menjadi tuntunan,” ujar Radini.
Yang perlu dicatat kata Komisioner KPID Kalsel ini, kebebasan berekspresi hari ini itu perlu dicatat dibatasi oleh hak orang banyak. (kanalkalimantan.com/al)

Reporter : al
Editor : kk


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->