Connect with us

Kota Banjarmasin

Warning! Kasus Siswa Tikam Siswa di Banjarmasin, Begini Penjelasan dari Psikolog Klinis

Diterbitkan

pada

Galuh Dwinta MPsi, psikolog dan dosen Fakultas Kedokteran Gigi ULM Banjarmasin. Foto: dok.pribadi

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Psikolog dari Banjarmasin Galuh Dwinta Sari MPsi menilai ada sebuah peringatan dibalik perilaku ekstrim anak yang dengan mudah menggunakan senjata tajam.

Terlebih peringatan itu perlu diketahui oleh para orangtua di rumah, tentang bagaimana tindakan dan perbuatan anak-anak itu didasarkan.

Seperti diketahui awal bulan Agustus lalu masyarakat Kota Banjarmasin digemparkan dengan peristiwa siswa tikam siswa di SMAN 7 Banjarmasin.

Tentu ada sebuah motif dibalik perbuatan tersebut, namun di sisi lain orang bertanya-tanya fakta psikologis apa yang melatarbelakangi anak dapat melakukan perbuatan itu.

Baca juga: Akses Keluar Masuk Pasar Wildan, Pedagang Takut Jembatan Ambruk

Galuh memaparkan semua tindakan dan perbuatan itu bukan didasarkan pada satu kalkulasi matang dari pikirannya yang rasional, namun lebih cenderung didorong oleh emosi yang meledak-ledak dan tidak terkendali.

“Motif ini dikendalikan oleh norma seperti boleh gak sih melakukan itu, namun ketika seseorang itu sudah melewati batas norma-normanya berarti pertama ada sesuatu yang dia sudah saking tidak bisanya menahan lagi,” ujar seorang psikolog klinis asal Banjarmasin, Galuh Dwinta MPsi saat ditemui Kanalkalimantan.com, Kamis (10/8/2023) siang.

Dirinya menjelaskan bahwa perlu diketahui bersama, bisa saja anak tersebut tidak mempunyai tempat bercerita, tidak ada yang menolong saat dia membutuhkan, bahkan dari orang terdekatnya.

Tentu menjadi penting bagi orangtua untuk terus melihat kemampuan sosial pada anak.

Baca juga: 876 Santri TPA Diwisuda Pj Bupati HSU: Baca Terus Al Qur’an

Yang mana jika kemampuan sosial anak rendah membuat anak lebih merasa jika dia tidak mempunyai jalan lain selain melakukan perbuatan itu.

“Dalam kasus jika terjadi perundungan maka yang dia mau adalah bagaimana caranya stimulus atau perbuatan perundungan ini berhenti, alhasil dia harus menghilangkan sumber itu,” jelas dia.

Di sisi lain Galuh menerangkan, jika perundungan ini hanya lah salah satu di antara penyebab anak menjadi berani melakukan perbuatan tersebut.

Dia menyimpulkan kemampuan sosial anak yang rendah mendukung proses dari perundungan yang sebelumnya itu adalah sebuah trigger atau trauma yang di miliki oleh anak.

Baca juga: Pertama di Kalimantan, RSUD Ansari Saleh Buka Layanan Khusus Pasien Luka Bakar

“Dengan tadi ekstrimnya perilaku menggunakan senjata tajam itu menjadi warning buat kita, kita harus paham ketika anak di rumah sedang bercerita lalu bagaimana dengan respon orangtuanya,” sambungnya.

Tentu jika ditarik ke belakang, kemampuan sosial anak dipengaruhi oleh pola pengasuhan dan juga pola interaksi anak sejak dari kecil di rumah.

Bukan hanya terhadap pelaku yang awalnya menjadi korban, namun juga pola pengasuhan korban yang sebelumnya menjadi pelaku juga harus diperbaiki.

Orangtua perlu mengajarkan kepada anak bagaimana cara melihat orang lain, bagaimana anak harus mengetahui bahwa semua orang itu berbeda.

Baca juga: 430 Pemanah Berlaga di Paman Birin Archery Open 2 Competition 2023

“Jadi ketika dia melihat perbedaan dia gak akan mengolok-olok. Dan paling dasar perlu ditanamkan bahwa kita harus tidak menyakiti dia dengan perbedaan yang dia ambil,” sebut dosen di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Lambung Mangkurat ini.

Peristiwa ini menjadi PR besar, bukan hanya bagi psikolog namun juga orangtua di rumah serta tenaga-tenaga pendidik di Indonesia.

Dari peristiwa ini juga Galuh menegaskan bahwa anak-anak tersebut perlu dibantu, perlu diarahkan bukan malah melakukan judgement dengan memihak antar keduanya. (Kanalkalimantan.com/wanda)

Reporter : wanda
Editor : bie


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->