Connect with us

HEADLINE

Plat 7 Mobil Mewah Bupati Abdul Latif Bernomor 232


KPK Datangkan Tim dari Harley Davidson Rawat 4 Moge Latif


Diterbitkan

pada

Mobil mewah sitaan KPK milik Bupati non aktif HST Abdul Latif Foto : merdeka

Mobil dan motor mewah milik Bupati non aktif Hulu Sungai Tengah Abdul Latif berjejer rapi di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Klas I Jakarta Barat di kota Tangerang. Kendaraan itu disita karena diduga berkaitan dengan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan Abdul Latif.

Total ada 16 kendaraan mewah terdiri dari mobil dan motor berderet di Rupbasan. Dari pengamatan di lapangan, 5 dari 8 mobil mewah Abdul Latif tersebut berplat B asal Jakarta. Sementara 3 kendaraan jenis Jeep dan Hummer H3 berplat DA Kalimantan Selatan. Sedangkan 8 motor gede dan trail tidak ditemukan plat nomor kendaraan.

Dari 8 mobil mewah disita KPK dari garasi rumah Abdul Latif, 7 mobil di antaranya bernomor 232. Tujuh kendaraan mewah berplat B 232 dan DA 232 itu adalah Cadilac Escalade B 232 PB. Lexus LX 570 B 232 BUP. Vellfire B 232 MOM. BMW 6401i B 232 HST. Jeep Rubicon B 9150 VBA. Hummer H3 DA 232 US. Hummer H3 DA 233 RK. Dan Jeep Wrangler DA 232 AL.

“Ini nomor sakti, pesanan mungkin,” kata seorang pegawai Rupbasan, ditemui di gudang penyimpanan barang sitaan negara Rupbasan Klas I Jakarta Barat di kota Tangerang, Selasa (20/3).

Prapto staf Administrasi dan Pemeliharaan Rupbasan Klas I Jakarta Barat, di Tangerang menerangkan, hingga kini masih menyimpan 26 unit kendaraan mewah hasil sitaan KPK dan Kejaksaan Negeri Jakarta Barat.

“Saat ini tinggal 26 mobil, seharusnya mobil mewah ini segera dilelang agar harganya tidak terlalu jatuh,” kata dia.

Menurut pengalaman Prapto, mobil-mobil sitaan KPK atau hasil korupsi ini, paling cepat dilelang dalam kurun 2 tahun.

“Punya mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishak saja belum lama ini baru dilelang bersamaan dengan Alphard milik Nazarudin,” kata dia.

Diungkapkan dia, kendaraan mewah seharga miliaran rupiah hasil korupsi itu, nantinya akan rutin menjalani perawatan ringan. Mulai dari pembersihan dari debu dan pemanasan mesin kendaraan setiap satu minggu sekali.

“Ya seminggu sekali minimal kami panaskan, debu-debunya kami hapus dengan kemoceng,” ucapnya.

Bupati non aktif Abdul Latif merupakan tersangka kasus dugaan suap pengadaan pekerjaan pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Damanhuri Barabai, Kabupaten HST, Kalimantan Selatan. Latif diduga menerima fee proyek itu secara bertahap yang didapatnya dari Dirut PT Menara Agung Donny Winoto. Perusahaan milik Donny tersebut merupakan penggarap proyek pembangunan RSUD Damanhuri tahun anggaran 2017.

Kontroversi Lelang Barang Sitaan KPK Tanpa Izin Tersangka Korupsi

Menjaga nilai aset barang sitaan para tersangka dan terpidana kasus korupsi tidak lah gampang. Butuh biaya perawatan dan keahlian nilai jual aset agar tidak terlalu tereduksi karena waktu. Persoalan lain, saat aset barang sitaan hendak dilelang KPK mesti membutuhkan izin dari tersangka dan terdakwa kasus korupsi.

Salah satu contohnya, KPK mendatangkan tim dari Harley Davidson untuk merawat empat motor gede yang disita dari Bupati non-aktif Hulu Sungai Tengah Abdul Latif. Abdul Latif adalah salah satu tersangka korupsi yang hartanya banyak disita KPK. Selain motor gede, ia juga memiliki belasan mobil mewah.

Minimnya anggaran merawat barang sitaan kerap dianggap sebagai sumber persoalan. Pada 2016 lalu misalnya, Rumah Benda Sitaan Negara (Rupbasan) di Solo hanya mendapat anggaran Rp1,2 juta per bulan untuk merawat benda-benda hasil sitaan. Sehingga KPK ingin bekerjasama dengan Mahkamah Agung (MA) untuk menyederhanakan lelang aset sitaan tanpa menunggu izin dari tersangka atau terdakwa korupsi.

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho mengatakan izin dari tersangka atau terdakwa tetap harus dimiliki KPK saat akan melelang barang sitaan. “Harus izin karena kepemilikan masih domain yang bersangkutan. Tidak bisa seenaknya langsung dijual, hargai dong kepemilikan orang,” ujar Hibnu kepada Tirto, Selasa (22/3).

Penyandang gelar Guru Besar Hukum Pidana itu mengatakan perawatan maksimal terhadap barang sitaan penting dilakukan. Hal ini bukan saja untuk menjaga nilai barang sitaan tapi juga untuk menghindari kerugian bagi pemilik benda yang disita. Negara tak bisa menjadikan kekurangan dana sebagai alasan tidak merawat barang sitaan.


Laman: 1 2

iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->