Connect with us

Kabupaten Banjar

Penggilingan Padi Elektrik Kelompok Tani Harapan Baru Lebih Hemat dari Mesin Diesel

Diterbitkan

pada

Mesin penggiling padi elektrik milik Kelompok Tani Harapan Baru Desa Manarap Baru Kecamatan Kertak Hanyar Kabupaten Banjar. Foto: Wanda

KANALKALIMANTAN.COM, MARTAPURA – Kurun waktu dua tahun terakhir, sebagian petani padi di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan dipaksa akrab dengan fenomena puso atau yang biasa disebut gagal panen.

Bulir padi yang hampa akibat kekurangan air, menjadi salah satu gambaran dampak dari perubahan iklim yang terjadi di Banua.

Belum lagi adanya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang terus melanda setiap tahun. Sumur-sumur warga surut mengering, lahan pertanian serta perkebunan pun mengalami krisis air.

Momentum panen raya semestinya jadi berkah penggilingan padi untuk berburu gabah sebagai bahan baku. Namun, itu tak berlaku bagi Kelompok Tani Harapan Baru di Desa Manarap Baru Kecamatan Kertak Hanyar Kabupaten Banjar.

Untuk kali kesekian, Suriani (47), Ketua Kelompok Tani Harapan Baru, melihat anggotanya tidak bisa menikmati panen padi di sawah.

Lagi-lagi mereka dihantui gagal panen musim tahun 2024 yang akan datang. Suriani nampak menghela nafas saat Kanalkalimantan.com, menyambangi kediamannya di seberang Masjid Silahudin Manarap Baru, pada Kamis (22/12/2023).

“Saat ini 10 persen lahan dipakai untuk menyemai padi, nanti berlanjut bulan satu 2024 sekitar 30 persen, kemudian kembali dilanjutkan sekitar 70 persen. Semoga saja bisa merasakan panen di tahun yang akan datang,” kata Isur -sapaan akrabnya- saat membuka perbincangan.

Meski takut kembali gagal panen, Isur tetal meyakinkan diri dan mengajak petani untuk terus berikhtiar sebagai makhluk Tuhan. Enggan menyalahkan pihak manapun, meski ia mengatakan kegagalan masih bisa saja terjadi.

Sekali pun tidak lagi memasok beras ke pasar tradisional, penggilingan beras di Desa Manarap Baru tetap berupaya untuk bertahan.

Puluhan tahun bertani, Isur sejatinya akrab menggunakan mesin diesel pada proses penggilingan. Selama proses penggilingan, ia menyadari ternyata penggunaan mesin diesel berbiaya operasional cukup tinggi.

“Lebih memilih listrik ini lebih jauh hematnya, kalau diesel menggungakan bahan bakar minyak yang sulit didapatkan, beli diluar harganya hingga 15 ribu per liter, mahal,” ungkap dia.

Setelah itu, sejak pertengahan 2022, Isur mulai beralih menggunakan mesin penggilingan listrik. Dia dan rekan lainnya menerima hibah mesin penggilingan berbasis listrik dari program Electrifying Agriculture dari PLN.

Mereka menganggap itu solusi menekan biaya operasional setelah dilanda gagal panen sejak tahun 2021.

Dengan metode baru, untuk menggiling padi hanya perlu menempuh jarak beberapa meter saja dari rumah. Bila sebelumnya, Isur mengatakan, para petani harus melewati jalan becek dan tak beraspal dulu untuk bisa pergi ke pabrik penggilingan.

“Untuk saat ini padi dari luar bisa melakukan penggilingan di sini, masalah jalan menuju penggilingan padi diesel belum bisa dipakai petani yang membawa padi saat memasuki musim hujan seperti ini becek belum berbatu,” jelas dia.

Di sisi lain, alat penggilingan elektrik ini memberikan manfaat baru juga bagi masyarakat rumahan yang ingin memproduksi padi untuk keperluan makan sehari-hari, tanpa harus mengganggu produksi padi di pabrik.

Bahkan dari segi kualitas beras, Isur menyebutkan hanya memerlukan empat kali masuk gilingan saja, padi sudah bisa jadi beras dengan menghasilkan kualitas yang bersih.

Bahkan, limbah penggilingan gabah (sekam) bisa dimanfaatkan kembali seluruhnya untuk campuran pakan ternak ayam dan bebek karena sudah menjadi dedak.

“Enaknya alat ini sistemnya langsung jadi beras, empat kali masuk bisa jadi beras, kalau diesel harus dipecah kulit dulu beberapa kali sampai benar-benar jadi beras,” jelasnya membedakan.

Selebihnya mesin ini dapat bergerak tanpa polusi udara dan tanpa suara bising yang dapat menggangu ketentraman warga.

“Selain ramah lingkungan juga, suara mesin listrik tidak bikin bising samping rumah karena tidak telalu nyaring, jadi kalau malam ada yang mau giling bisa saja karena tidak berisik juga, beda dengan mesin diesel yang menghasilkan suara nyaring menganggu sebelah menyebelah,” jelas dia.

Tentunya seorang operator telah ditugaskan untuk melakukan penggilingan. Bila ada warga datang membawa sekarung beras, ia langsung dengan sigap keluar menyiapkan alat kemudian menyisihkan padi dan menekan saklar tanda beras sudah digiling.

Operator itu bernama Luthfi (35), saat ditemui ia mengatakan dirinya juga seorang anggota kelompok tani, yang merangkap profesi sebagai tukang giling padi di Desa Manarap Baru.

Selama satu tahun setengah itu, Luthfi sudah biasa menyiapkan alat dan memantau jalannya gilingan padi untuk masyarakat. Dia dengan seksama memantau jalannya padi yang berubah menjadi beras.

“Untuk waktu penggilingan paling lama 30 menit itu sudah dapat menggiling satu karung padi dengan hasilnya 5 blek hitungannya atau setara 50 kilogram beras,” ujar Luthfi, operator penggilingan padi milik kelompok tani Harapan Baru.

“Tugas operator lainnya juga untuk memantau jika ada paku ataupun batu yang menganggu proses penggilingan, kalau terbuat paku habis saringan di dalam menjadi tersendat,” sambungnya lagi ketika mendapat pelanggan.

Adaptasi memang mutlak dimiliki petani untuk menghadapi berbagai perubahan, namun ia mengaku tak sulit untuk menjalankan mesin elektrik tersebut. Ia pun menghargai sebesar Rp7.000 untuk setiap blek padi yang digiling.

Luthfi mengatakan jika dibandingkan diesel, penggilingan elektrik 50 persen lebih hemat.

Penggilingan 50 kilogram padi dengan mesin diesel bernilai Rp8000, maka jika dengan elektrik hanya merogoh sekitar Rp3000 sampai Rp4000.

Memang kebanyakan petani maupun warga memanfaatkan penggilingan itu untuk produksi padi dengan skala kecil. Saat ini, panen masih untuk kebutuhan sendiri. Namun, mereka juga memendam mimpi bisa berwirausaha.

Jarak yang jauh dari permukiman kadangmembuat warga desa menjadi sulit mendapatkan teknologi yang mampu membantu mempermudah pekerjaan mereka.

Menurutnya, program Electrifying Agriculture dari PLN berhasil menekan biaya operasional kelompok tani Harapan Baru yang sudah berdiri sejak 15 tahun terakhir.

Baik Isur maupun Luthfi merupakan bagian dari kelompok tani penerima hibah mesin penggilingan listrik program Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) Electrifying Agriculture dari PLN.

Desa Manarap Baru masih menjadi yang pertama sebagai penerima hibah dari PLN di Kabupayen Banjar. Ada 26 anggota kelompok tani yang terlibat dan merasakan manfaatnya bersama dengan warga sekitar bahkan juga sampai ke luar kecamatan.

“Alhamdulillah penggilingan bisa jadi tempat usaha bersama, sebab beberapa masyarakat seperti dari Gambut lebih memilih melakukan penggilingan padi dengan tenaga listrik ini,” ungkapnya menutup.

Hal senada juga disampaikan Asman TJSL PLN UID Kalsel, Andika mengatakan bahwa tujuan utama program TJSL Electrifying Agriculture ditujukan kepada Kelompok Tani Harapan Baru untuk mendukung pengembangan usaha kelompok tani agar mampu meningkatkan pendapatan anggota kelompok tani.

“Hal ini sejalan dengan salah satu misi PT PLN (Persero) yaitu menjadikan tenaga listrik sebagai pendorong roda perekonomian masyarakat,” ungkap dia.

Lalu apa manfaat serta keuntungan dari program Electrifying Agriculture untuk usaha penggilingan padi para kelompok tani?

Andika menyebutkan, manfaat yang dirasakan oleh kelompok tani berdasarkan hasil monitoring program adalah penurunan biaya produksi.

“Karena sebelumnya kelompok tani harapan baru tidak memiliki penggilingan padi sendiri, sehingga mereka menggiling gabah hasil pertanian di penggilingan padi konvensional dengan harga 15 ribu per karung,” jelas dia.

Sementara saat ini, sambung dia, dengan adanya penggilingan padi listrik kelompok tani harapan baru bisa menggiling padi sendiri dengan biaya produksi 1 kwh per karung atau Rp1.500 per karung.

Perbedaannya selain terletak pada biaya yang dikeluarkan, juga penggunaan penggilingan padi listrik dinilai pijaknya lebih ramah lingkungan.

Usai melihat penggilingan listrik Kelompok Tani Harapan Baru di Desa Manarap Baru, UID PLN Kalsel menyasar program Electrifying Agriculture melalui bantuan TJSL ke beberapa kelompok tadi di Barito Kuala dan Kuala Kapuas

“Saat ini juga kita memperluas program dengan hibah penggilingan padi di Kabupaten Barito Kuala sebanyak 1 kelompok tani, dan hibah penggilingan padi di Kuala Kapuas ada 11 kelompok tani,” sebut dia.

Bahkan saat ini Electrifying Agriculture juga kembali menapaki petani buah naga di Kabupaten Tanah Laut dan Kota Palangkaraya dalam rangka memperluas program tersebut ke seluruh pelosok daerah di Kalsel dan Kalteng. (Kanalkalimantan.com/wanda)

Reporter : wanda
Editor : bie


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->