Connect with us

Kabupaten Tapin

Pendapatan Hilang, Puluhan Sopir dan Pekerja Tongkang Batubara di Tapin Minta Blokade Dicabut

Diterbitkan

pada

Para sopir dan pekerja tongkang PT AGM berkumpul meminta blokade yang dipasang dilepas. Foto: ist

KANALKALIMANTAN.COM, RANTAU – Perwakilan dari ratusan masyarakat yang bekerja sebagai sopir truk dan pekerja tongkang pengangkut batubara, Kamis (2/12/2021) siang, mendatangi kantor PT Antang Gunung Meratus (AGM) di Tatakan, Tapin, Kalimantan Selatan. Para sopir dan pekerja tongkang ini menyampaikan keresahan mereka akibat terhentinya aktivitas pengangkutan batubara dari lokasi tambang menuju pelabuhan milik AGM.

Sejak adanya police line dan blokade yang menutup jalan hauling batubara di KM 101 Tapin oleh PT Tapin Coal Terminal (TCT), para sopir dan pekerja tongkang ini mengaku kehilangan pendapatan.

“Sudah lebih dari lima hari sejak jalan hauling diblokade pada 27 November lalu, penghasilan kami nol. Ada ratusan keluarga yang tergantung hidupnya dari kegiatan pengiriman batubara AGM. Situasi ini sangat berat bagi pekerja kecil seperti kami. Karena itu kami datang ke AGM untuk meminta bantuan agar dapat bekerja kembali,” ungkap Novarein (Nova), pemilik hauling CV Sarana yang bekerja untuk AGM, mewakili sopir dan pekerja tongkang melalui keterangannya di Tapin, Kalimantan Selatan, Kamis (2/12/2021).

Nova menyatakan keheranannya dengan adanya police line dan blokade jalan di KM 101. Karena sejak tahun 2012, pengangkutan melewati jalan itu tidak pernah bermasalah. TCT dan AGM bisa menjalankan bisnisnya secara bersama dengan jalur hauling masing-masing.

 

 

“Kenapa tiba-tiba sekarang di blokade oleh TCT, itu juga yang membuat kami bingung. Mengapa baru sekarang ada persoalan, setelah lebih dari 10 tahun semuanya lancar. Pak Kapolda tolong bantu kami untuk bekerja kembali dengan mencabut police line Polda Kalimantan Selatan dan blokade TCT,” kata Nova usai berdiskusi dengan manajemen AGM.

Nova mengungkapkan, setiap hari para sopir ini rata-rata mengangkut batubara dari lokasi tambang ke pelabuhan hingga sebanyak 3-4 rit batubara. Dari setiap pengiriman batubara tersebut, mereka mendapatkan penghasilan sekitar Rp375ribu-Rp500 ribu per hari. Setiap hari, terdapat lebih dari 1000 ritase yang melibatkan ratusan sopir yang bekerja untuk mengangkut batubara milik AGM ke Pelabuhan dan kemudian dilanjutkan pengirimannya dengan tongkang.

“Bisa dihitung berapa penghasilan kami yang hilang akibat police line dan blokade jalan oleh TCT. Dalam situasi sulit akibat pandemi ini kami hanya ingin bekerja. Kami minta tolong kepada bapak-bapak di AGM dan juga kepolisian Kalimantan Selatan untuk membantu agar kami bisa bekerja lagi,” imbuhnya.

Blokade jalan tambang yang dipasang diminta para pekerja tambang dilepas. Foto: ist

Dalam kesempatan tersebut, perwakilan AGM menyampaikan keprihatinan sekaligus simpati atas situasi sulit yang dialami para sopir dan pekerja tongkang pengangkut batubara dari kontraktor yang ditunjuk oleh perusahaan.

“Kami sudah sangat lama bekerjasama dengan para sopir dan pekerja tongkang ini dan sangat memahami situasi sulit yang mereka alami. Blokade jalan hauling batubara KM 101 Tapin juga sangat merugikan AGM dan banyak pelaku usaha lainnya. Kami berusaha agar persoalan ini segera selesai sesuai koridor hukum yang berlaku,” jelas Bueno J, perwakilan Legal Dept. AGM.

Ia menjelaskan, sebenarnya antara AGM dan TCT sudah terikat perjanjian kerjasama penggunaan tanah untuk jalan hauling batubara di KM 101 Tapin. Perjanjian itu sudah diteken tahun 2010 antara AGM dengan PT Anugerah Tapin Persada (ATP) yang saat itu dalam pailit. Dalam proses lelang, kepemilikan ATP beralih ke pada Bara Multi Pratama (BMP) yang kemudian menjualnya kembali ke TCT pada tahun 2010 hingga saat ini.

“Sesuai kesepakatan kerjasama Perjanjian 2010 antara AGM dan ATP saat itu, pengalihan kepemilikan tanah tidak serta merta akan menghapuskan perjanjian itu dan tetap mengikat pemilik baru. Artinya kesepakatan penggunaan tanah di KM 101 akan tetap berlaku meski ada pemilik baru.  Dan itu yang telah terjadi sejak 2010 sampai saat ini,” kata Bueno.

Terkait tanah yang dipersoalkan oleh TCT, pada 24 November 2021, AGM telah mengajukan gugatan perdata atas perjanjian 2010 di Pengadilan Negeri Tapin. Langkah hukum ini dilakukan AGM untuk mendapatkan kepastian hukum atas kesepakatan kerjasama yang sudah berjalan sejak tahun 2010 tersebut.

“AGM selalu menghormati dan menjalani setiap proses hukum yang ada. Itu sebabnya, AGM mengajukan gugatan perdata atas Perjanjian 2010 dengan ATP yang kini sudah beralih ke TCT. Sebagai negara hukum, kami percaya bahwa pengadilan adalah tempat yang tepat untuk mendapatkan kepastian dan menyelesaikan persoalan hukum ini secara adil dan benar,” tegas Bueno.

Dalam pertemuan dengan para sopir dan pekerja Tongkang, manajemen AGM juga menghimbau kepada para sopir untuk tidak bertindak anarkis dan melanggar hukum. AGM akan bekerja keras, sesuai koridor hukum yang berlaku, agar keinginan para sopir dan pekerja tongkang untuk dapat bekerja kembali mengangkut batubara milik perusahaan segera terwujud. Karena sesungguhnya Perjanjian 2010 terkait penggunaan tanah di KM 101 masih berlaku hingga saat ini. (kanalkalimantan.com/al)


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->