Connect with us

HEADLINE

Masyarakat Adat Menolak Pemindahan Ibu Kota Negara ke Tanah Bumbu

Diterbitkan

pada

Masyarakat adat menolak wacana pemindahan ibukota ke Tanah Bumbu Foto: net

BANJARBARU, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan menolak keras pemindahan ibu kota negara ke Kabupaten Tanah Bumbu. “Ibu kota jangan di Tanah Bumbu,” kata Ketua AMAN Tanah Bumbu, Taufik Hadriani, Senin (15/7).

Taufik mengatakan, pemindahan ibu kota negara diyakini akan mencerabut kehidupan sosial masyarakat adat di Tanah Bumbu. Menurutnya, rencana pemindahan ibu kota semacam bom waktu bagi kehidupan masyarakat adat.

Sebagaimana diketahui, Kabupaten Tanah Bumbu dan Kotabaru yang gadang-gadang menjadi lahan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta. “Budaya Dayak akan hilang seiring masuknya pembangunan ibu kota negara di Tanah Bumbu. Proyek ibu kota pasti menggusur masyarakat adat.” Saat ini saja, ujar dia, warga adat sudah tergusur tambang dan perkebunan,” ungkapnya dilansir tempo.co.

Alih-alih menjadi penghidupan lebih baik, Taufik yakin pemindahan ibu kota justru mecerabut akar budaya sembilan komunitas adat di Tanah Bumbu. Di antaranya Alut, Tamone, Dadap, Hatone, Sembilan Satu, Merikut, dan Aliuh.

Mereka kerap berkonflik dengan perusahaan kebun sawit dan tambang batu bara. Ia mengakui akan maju jika Tanah Bumbu jadi ibu kota, tapi warga adat merasa tidak mampu bersaing dengan pendatang. “Biarkan kami hidup tenang di hutan. Kami sudah hidup turun temurun, jangan diganggu,” kata Taufik.

Ketimbang sibuk berwacana pemindahan ibu kota, ia mendesak pemerintah daerah dan pusat segera mengakui keberadaan warga adat di Tanah Bumbu. Pemkab Tanbu dan DPRD Tanbu seolah melempem merealisasikan peraturan daerah pengakuan masyarakat adat dan tanah adat. Padahal, usulan ini sudah disuarakan sejak 2013.

“Pengakuan hukum adat dan tanah adat itu yang kami harapkan. Itu sangat penting, karena hutan adat dan tanah adat sudah turun temurun.” Keturunan Dayak Meratus sering melakukan ritual adat, tapi mereka perlu perda untuk memenuhi syarat administrasi.

Di tempat terpisah, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel juga turut memberikan masukan atas rencana pemindahan ibukota ke Kalsel. Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono, mengatakan, pemindahan ibu kota mesti memenuhi prasyarat utama aspek lingkungan hidup.

Kisworo meminta pemerintah pusat dan daerah mengkalkulasi daya dukung lingkungan sebelum menentukan ibu kota negara. “Daya tampung dan daya dukung lingkungan di Kalimantan Selatan. Total wilayah Kalsel seluas 3,75 juta hektare di 13 kabupaten/kota dan penduduk 4 juta jiwa,” ujar Kisworo.

Ia mengingatkan, 50 persen dari total luas Kalsel sudah dibebani izin pertambangan dan perkebunan kelapa sawit. Kisworo merinci izin tambang seluas 1.242.739 hektare (33 %) dan izin perkebunan sawit seluas 618.791 hektare (17 %).

Kondisi yang tak kalah penting, persoalam konflik agraria yang penyelesaiannya belum tuntas. “Bahkan cenderung meningkat, terutama di Kabupaten Tanah Bumbu dan Kotabaru,” jelasnya.


Laman: 1 2

iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->