Connect with us

Pendidikan

Kasus Perundungan Harus Dihentikan dari Rumah, Orangtua Penting Ajarkan Ini

Diterbitkan

pada

Ilustrasi perundungan atau bullying. Foto: Mikhail Nilov from Pexels

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Posisi Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dalam kasus siswa tusuk siswa di Banjarmasin Kalimantan Selatan (Kalsel) masih menjadi perhatian masyarakat.

Isu perundungan di sekolah menjadi satu alasan dibalik timbulnya perbuatan yang tak terkendali oleh anak tersebut.

Padahal selama kurang lebih tujuh jam sehari anak-anak berada di luar jangkauan orangtua karena mereka berada di sekolah.

Sekolah yang seharusnya menjadi tempat menimba ilmu, tempat mencari pengalaman, tempat di mana anak belajar berinteraksi dengan sekitar, terkadang justru menjadi hal menakutkan.

Baca juga: Akses Keluar Masuk Pasar Wildan, Pedagang Takut Jembatan Ambruk

Galuh Dwinta MPsi Psikolog, dosen Fakultas Kedokteran Gigi ULM Banjarmasin. Foto: dok.pribadi

Baca juga: Harga Samsung Galaxy Tab, Tablet Multifungsi dan Kaya Fitur

Tindakan perundungan ini pun cenderung dilakukan oleh orang yang merasa dominan kepada orang yang dia merasa tidak dominan.

Hal itu diutarakan Galuh Dwinta MPsi Psikolog, kepada Kanalkalimantan.com.

“Dia yang dominan mengintimidasi atau mengejek, menyudutkan secara berulang-ulang,” kata Galuh Dwinta MPsi Psikolog.

Menurut pandangannya, seseorang dengan perbuatan mengintimidasi tersebut kebanyakan dari dia berlindung dengan kata ‘bercanda’.

Baca juga: 876 Santri TPA Diwisuda Pj Bupati HSU: Baca Terus Al Qur’an

“Tidak mengapa jika bercandaan tersebut memang dapat dinikmati kedua belah pihak. Sebaliknya jika salah satunya tersakiti, salah satunya marah, maka dapat dikatakan bahwa itu bukan bercanda,” ucap dia.

Begitulah kasus yang kerap ia hadapi selama memberikan konsultasi kepada para pasien sebagai psikolog. Relatif cukup banyak meski tidak dihitung dengan angka.

Namun, hal ini justru menjadi perhatian besar, sebab katanya, perlu kehati-hatian untuk para psikolog dan tenaga profesional lainnya untuk bisa memberikan bantuan.

“Karena juga korban-korban perundungan ini nantinya juga akan merasa dia yang salah. Saat dia marah ketika dibully dia merasa lebih salah lagi, karena di saat itu juga secara masyarakat mengatakan itu hanya lah gurauan semata,” jelas psikolog klinis sekaligus dosen ini.

Baca juga: Warning! Kasus Siswa Tikam Siswa di Banjarmasin, Begini Penjelasan dari Psikolog Klinis

Dalam kasus korban yang menjadi pelaku penusukan, dirinya menekannya bahwa sebagai manusia tentu memiliki hak untuk mengatakan tidak suka.

Dia memaparkan pencegahan utama yang paling mendasar adalah orangtua harus menanamkan kepada anak bahwa semua orang itu unik dan akan berbeda.

“Jadi kalau kamu gak suka suatu karakter lalu ada temen kamu yang suka banget ya itu tak mengapa, bagian itu yang perlu kita ajarkan kepada anak-anak sedari kecil,” papar Galuh.

Maka dari itu peran orangtua di rumah dalam kasus ini menjadi sangat penting untuk dapat menanamkan pendidikan tentang perbedaan dari setiap manusia yang sudah dimulai sejak dini.

Dari kasus ini, Galuh turut memberikan rasa simpati dan empatinya terhadap kedua belah pihak.

Meski berefek buruk bagi sebagian anak lain, dari kasus ini diharapkan anak-anak akan belajar bahwa sekecil apa pun itu suatu kejahatan maka tidak boleh dilakukan.

“Dengan ini semua harapannya semua anak akan belajar bahwa sekecil apapun kalau itu menyinggung orang lain maka itu jangan dilakukan,” tegas dia.

“Bagaimana kita tahu itu menyinggung atau tidak, maka kita lihat lah reaksinya. Gak perlu jadi psikolog, kalau dia memang merespon kurang baik artinya dia kurang berkenan,” jelas dia.

Anak-anak akan lebih menjaga prilakunya, mereka akan berhati-hati dalam berinteraksi dengan orang lain, yang mana ditekankan di sini bagaimana caranya saya berbuat baik dengan sesama. (Kanalkalimantan.com/wanda)

Reporter: wanda
Editor : bie


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->