Connect with us

HEADLINE

Jurus Terakhir Menjelang Akhir Tugas Pansus Angket DPRD Banjar


Dua pakar hukum Tata Negara diundang untuk menyokong argumentasi keabsahan kinerja pansus di tengah penggembosan hengkangnya tiga fraksi. Bagaimana nasibnya menghadapi Paripurna 26 Maret nanti?


Diterbitkan

pada

Denny Indrayana salah satu pakar hukum yang diminta masukan oleh Pansus Hak Angket Foto: rendy

MARTAPURA, Terkikisnya personel Pansus Hak Angket DPRD Banjar menjadi pertanyaan sejumlah pihak terkait keseriusan alat kerja dewan yang dibentuk melalui forum paripurna tersebut. Hengkangnya sejumlah fraksi menjadikan kekuatan pansus ini tersisa empat dari 10 anggota sebelumnya. Seolah ingin menjawab kesangsian publik, anggota Pansus Angket yang tersisa mencoba unjuk gigi degan mengundang dua pakar hukum tata negara, Refly Harun dan Denny Indrayana.

Kedatangan dua pendekar hukum tersebut dimaksudkan untuk memberikan kerangka pijakan hukum terkait hak angket yang sedang dijalankan. Mengingat, seiring deadline masa kerja Pansus Hak Angket, semakin besar pertanyaan terkait tujuan pansus tersebut. Sebagai kontrol kebijakan pemerintah semata, atau ada agenda politik untuk pemakzulan Bupati? Lalu, bagaimana pula keabsahan dalam pengambilan keputusan, mengingat jumlahnya sudah berkurang dari 50 persen?

Refly Harun menjelaskan, hak angket itu ada prosedur dan subtansinya. Sepanjang prosedurnya terpenuhi maka panitia angket bisa terus bekerja.

“Dan kalaupun diperjalannya ada fraksi yang menarik diri maka itu tidak menjadikan hak angket itu tidak sah dalam hasilnya. Apakah nanti hasilnya diterima di paripurna itu hal lain, tapi hasil panitianya tetap sah,” jelasnya.

Bahkan menurut Refly, mereka yang menarik diri dari keanggotaan Pansus tidak menjalankan kewajiban dengan baik. “Kecuali kalau dari awal mereka menolak untuk mengirim wakilnya di panitia hak angket itu bisa dihargai sebagai sikap politik,” katanya.

Dia mengatakan, bahwa hak DPRD itu ada tiga yakni hak interplasi, hak angket, dan hak mendengar pendapat. Ketiga hak tersebut bisa berhubungan bisa juga tidak. Jadi tidak mesti harus didahului dengan hak interplasi. “Hak angket itu ada karena adanya dugaan pelanggaran hukum baik di wilayah administrasi atau pidana. Kalau memang ada indikasi seperti itu bisa saja diambil hak angket, perkara kemudian angketnya menemukan pelanggaran hukum itu hal lain, dan kalau ditemukan pelanggaran hak angket diterima atau ditolak tergantung juga pada paripurna,” jelasnya.

Sementara menurut Denny Indrayana, tentang ujung hak angket untuk pemberhentian jika ada unsur melanggar sumpah jabatan, melangar larangan, melanggar kewajiban kemudian hal hal yang diatur dalam aturan pemda, bisa saja terjadi. Namun hal tersebut tergantung penemuannya dan untuk ujungnya rapat paripurna DPRD. “Kalau rapat paripurna dilanjutkan, ternyata memang ada pelanggaran, maka bisa diteruskan dengan upaya dengar pendapat dan kemudian ke Mahkamah Agung untuk melakukan pemberhentian,” tandasnya.

Menurut Denny, yang bisa membentuk hak angket itu adalah paripurna dan yang bisa memberhentikan panitia hak angket pun adalah paripurna. “Kalau itu tidak ada, berarti panitia hak angket masih ada. Selama tidak ada paripurna yang menyatakan mereka berhenti sebagai panitia angket dan SK pimpinan DPRD yang menyatakan mereka tidak lagi sebagai panitia angket dan masa kerjanya masih 60 hari kerja berarti masih memiliki kewajiban menjalankan tanggunggung jawabnya,” kata dia.

Pun juga terkait boleh tidaknya Pansus Hak Angket untuk memanggil Bupati, Denny mengatakan hal tersebut tidak ada aturan yang melarang.


Laman: 1 2

iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->