Connect with us

HEADLINE

Tradisi Tahun Baru Cina di Klenteng Soetji Nurani Banjarmasin Ada Sejak 1898


Imlek dari Bahasa Hokien, di Tiongkok Lebih Dikenal “Guo Nian” atau “Xin Jia”


Diterbitkan

pada

Klenteng Soetji Nurani Banjarmasin menyambut perayaan Tahun Baru Cina. Foto : Mario

BANJARMASIN, Pergantian tahun dalam kalender Cina sering kali menjadi momentum yang paling ditunggu-tunggu oleh sebagian besar orang. Tahun baru Imlek atau tahun baru Cina juga menjadi saat yang ditunggu oleh masyarakat Tionghoa. Persiapan seperti bersih-bersih arca, memasang pernak-pernik yang identik dengan warna merah di Klenteng, pemasangan lilin, serta banyak hal sudah dipersiapkan.

Begitu pula yang dilakukan oleh Tiono Huesin, pengurus Klenteng Soetji Nurani yang berada di Jl Veteran Sungai Bilu No 10 ini. Mendekati tahun baru Imlek pada tanggal 5 Februari nanti yang akan memasuki Tahun Shio Babi dengan unsur tanah dan elemen air ini, Klenteng Soetji Nurani ini sudah mereka sulap.

Klenteng Soetji Nurani ini pertama kali dibangun pada tahun 1898 masehi oleh dua orang jenderal dari Cina. Kedua jenderal itu adalah The Sin Yoe dan Ang Lin Thay. Mereka tiba di Banjarmasin sebagai pedagang, kemudian menggagas pembangunan dua Klenteng ini. Klenteng yang pertama dibangun adalah Po An Kiong yang berada di kawasan Pasar Lima. Berselang beberapa bulan, masih di tahun yang sama, dibangun lagi satu klenteng lainnya, yaitu Soetji Nurani.

Pria kelahiran 1945 ini juga menjelaskan bahwasanya di malam sebelum hari tahun baru, mereka mengadakan kumpul keluarga dan makan-makan sebelum esok paginya pergi beribadah dan setelah itu berkunjung ke rumah-rumah sanak saudara yang juga sedang merayakan.

Tentu hal-hal seperti angpao, makanan, dan petasan pun tidak pernah lepas dari ciri khas. Namun, demi kemanan dan kenyamanan, Tiono mengatakan bahwa mereka tidak akan menggunakan petasan untuk perayaan. “Kalau di Cina sana, petasan itu ya ‘wah’ sekali,” jelasnya.

[ngg src=”galleries” ids=”2″ display=”basic_slideshow” arrows=”1″ interval=”4000″]

Bersih-bersih rumah juga merupakan bagian dari tradisi perayaan Imlek. Hal ini bertujuan untuk membuang semua keburukan yang dapat menghalangi datangnya keberuntungan. Orang Tionghoa membersihkan rumah satu hari sebelum Imlek, karena jika membersihkan rumah tepat saat Imlek malah akan membuang keberuntungan.

Makanan seperti kue keranjang tentu juga tidak lepas dari perhatian. Ternyata, makanan yang terbuat dari ketan dan gula merah yang memakan waktu 4 jam untuk proses pembuatannya ini mempunya makna tersendiri. “Kue keranjang itu kan manis. Jadi siapa yang memakannya, kehidupannya juga akan manis sepanjang tahun,” jelas pria paruh baya ini.

Tiono pun menambahkan bahwa Klenteng merupakan Tempat Ibadah Tridharma, yaitu yang datang beribadah nanti adalah orang-orang yang berasal dari agama Taoisme, Buddhisme maupun Konfusianisme (Khonghucu). Penggunaan tiga buah dupa saat beribadah pun mempunyai makna yang setiap dupanya melambangkan Tuhan, manusia, dan lingkungan.

Kata “Imlek”sendiri bukanlah nama dari perayaan tahun baru Tiongkok yang sebenarnya. Kata ini diambil dari Bahasa Hokien dan hanya diketahui dan digunakan oleh orang Indonesia. Di luar, perayaan ini lebih dikenal dengan nama Chinese New Year untuk orang-orang barat, sedangkan orang Tiongkok menamainya “Guo Nian” atau “Xin Jia” yang artinya lewati bulan atau bulan baru. (mario)

Reporter:Mario
Editor:Abi Zarrin Al Ghifari


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->