Connect with us

Kota Banjarmasin

Sejarawan Sayangkan Sikap Abai Pemko Banjarmasin yang Telantarkan Meriam Kuno

Diterbitkan

pada

Meriam bersejarah dibiarkan mangkrak oleh Pemko Banjarmasin. Foto : Ammar

BANJARMASIN, Masih ingat meriam kuno yang ditemukan saat pembangunan rekronstuksi siring di depan Masjid Agung Sabilal Muhtaddin? Meriam yang ditemukan tahun2016 yang merupakan bekas peninggalan Belanda atau lebih tepatnya peninggalan Fort van Tatas (Benteng Tatas) yang sekarang menjadi Masjid Agung Sabilal Muhtaddin, kondisinya tak dirawat.

Sebelumnya, Walikota Banjarmasin Ibnu Sina pernah mengatakan niatnya untuk menyimpan meriam kuno dan dijadikan sebagai tugu bersejarah. Harapnya, agar bukti berejarah tersebut dapat dilihat masyarakat kota banjarmasin sebagai bagian dari kisah bersejarah kota seribu sungai tersebut.

“Jelas ingin sekali, bagus kalau dipajang di siring. Mengingat kaitan meriam itu dengan sejarah Banjarmasin,” kata Ibnu.

Seorang warga Banjarmasin yang sering mangkal di sekitaran pemkot, pernah melihat meriam tersebut diduduki oleh orang. Dia juga tidak mengetahui bahwa meriam tersebut adalah meriam peniggalan kolonial Belanda. “Saya baru tahu bahwa meriam tersebut adalah meriam peninggalan belanda,” katanya.

Terkait hal ini, sejarawan dan penemu meriam tersebut Mansyur, S. Pd, M. Hum mengatakan, merasa sangat kecewa atas penanganan Pemko Banjarmasin terhadap aset temuan bersejarah itu. Sebab kenyataannya sampai saat ini tak terurus dan mangkrak di depan garasi Pemadam Kebakaran Pemkot Banjarmasin. “Selama ini hampir bertahun-tahun tidak ada tindak lanjutnya dari pemkot. Ini membuat saya kecewa,” ungkapnya.

Padahal pasca penemuan meriam tersebut ia sudah menyarankan untuk menyimpan meriam itu di museum saja. Sebab barang setua itu mudah sekali rusak. Dan Banjarmasin akan kehilangan benda bersejarah dari kilas balik adanya kota seribu sungai. “Saya harap Pemko agar lebih responsif terhadap meriam tersebut, sebab kendati kondisinya sudah terbilang sangat tua,” harapnya.

Lulusan Magister cumlaud UGM Jurusan Humaniora itu pun menambahkan, agar tim badan arkeologi Kalimantan Selatan mengambil meriam tersebut dari tanah pemkot. Mengingat Pemko Banjarmasin sendiri pun tidak menggubrisnya. Apalagi, kondisi terakhir meriam tersebut tidak ditutup apa-apa. Hanya berserakan di garasi Damkar Kota Banjarmasin.

“Lebih baik badan arkeologi yang menawatnya dan dimasukan kedalam museum itu akan jauh lebih bagus. Dari pada tergeletak dijalan seperti itu,” pungkasnya.

Sebelumnya, Nugroho salah seorang tim dari Balai Arkeologi Kalsel yang meneliti meriam tersebut menyebut meriam yang satu ini berbeda. Sebab, tak ada identitas jelas berupa ukiran logo dan kode produksi. “Jadi belum ada kesimpulan yang bisa ditarik,” ujarnya.

Logo yang dimaksud biasanya berupa lambang VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), kongsi dagang milik pemerintah Hindia Belanda. Sementara kode produksi berguna untuk mengetahui di mana meriam itu dibuat dan pada tahun berapa. “Dari bahannya ini besi solid yang dicampur tembaga. Bukan baja,” tambahnya.

Namun, ia berani memastikan meriam itu dari abad ke-17 atau 18. Hal itu diketahui dari teknologinya yang masih konvesional. Sebab, pada abad ke-19 teknologi meriam seperti itu sudah ditinggalkan. Dari jenisnya, meriam itu untuk pertahanan statis, bukan untuk pasukan kavaleri. Lazimnya meriam jenis tersebut digunakan untuk pertahanan sebuah benteng.

Tanpa logo dan kode produksi, satu-satunya cara yang tersisa untuk mengenali meriam itu adalah dengan metode perbandingan. Mencari kesamaan dengan catatan meriam-meriam yang sudah lebih dulu ditemukan Balai Arkeologi. Nugroho masih ingat, meriam serupa juga pernah ditemukan di Pasar Martapura pada tahun 2006 silam. “Hampir sama. Terutama pada segi ukuran,” jelasnya.

Saat ini untuk dimintai tanggapan walikota melalui Staff Humas Pemkot Banjarmasin Syarrif tidak menjawab kejelasan dari pengelolaan benda bersejarah terserbut. (Ammar)

Reporter : Ammar
Editor : Chell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->