Connect with us

HEADLINE

Partai Demokrat Terbelah Dua, Perseteruan Moeldoko dan AHY Dimulai?

Diterbitkan

pada

Ketua Umum terpilih Partai Demokrat versi kongres luar biasa (KLB) Deli Serdang, Moeldoko, saat tiba di lokasi kongres di Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat 5 Maret 2021. Foto: ist

KANALKALIMANTAN.COM, JAKARTA – Partai Demokrat terbelah menjadi dua kubu usai terjadi KLB di Deli Serdang, Sumatera Utara, pada Jumat (5/3/2021). Dalam KLB itu, Moeldoko dipilih menjadi Ketum Partai Demokrat. Ketum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY, yang dipilih menjadi pimpinan partai berlambang bintang mercy dari hasil kongres kelima pada 15 Maret 2020, pun angkat bicara terkait KLB tersebut. AHY mengatakan keterlibatan Moeldoko dalam internal Partai Demokrat akhirnya terbukti.

“Selama ini selalu menghindar kini sudah terang benderang. Terbukti ketika diminta gerakan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat, bahwa Moeldoko menerima ketika diminta untuk menjadi Ketum Partai Demokrat versi KLB Sumut. Tentu apa yang disampaikan Moeldoko meruntuhkan semua pernyataan yang telah diucapkan sebelumnya,” kata AHY dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (5/3/2021).

Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono, memberikan keterangan pers terkait kongres luar biasa (KLB) yang dilakukan kubu lain, Jumat 5 Maret 2021.

AHY pun menilai keterlibatan Moeldoko dalam upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat merupakan tindakan yang jauh dari etika moral dan politik.

“Bagi kami sikap tersebut bukan perilaku kesatria. Bukan pula sikap dan perilaku yang bisa dijadikan contoh yang baik bagi masyarakat Indonesia,” ucapnya.

AHY: KLB Deli Serdang Ilegal

Tidak sampai di situ, putra dari mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini menegaskan bahwa KLB versi Deli Serdang adalah ilegal.

Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono, menegaskan bahwa KLB versi Deli Serdang adalah ilegal. (Tangkapan layar)

“Apa yang mereka lakukan tentu didasari niat yang buruk juga dilakukan dengan cara-cara tidak baik. KLB ini jelas tidak sah, ada yang mengatakan bodong, abal-abal, yang jelas ilegal dan inkonstitusional. Kenapa? Karena KLB ini tidak sesuai dan enggak berdasar pada konstitusi Partai Demokrat yang juga telah disahkan oleh pemerintah,” ujarnya.

Bukan tanpa alasan AHY menyebut KLB Partai Demokrat di Deli Serdang tersebut adalah ilegal. Setidaknya, untuk bisa menyelenggarakan KLB, harus berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga atau AD/ART Partai Demokrat, yakni disetujui, didukung, dihadiri dua per tiga dari jumlah Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan setengah dari jumlah Dewan Pimpinan Cabang (DPC).

“Bisa diselenggarakan KLB berdasarkan AD/ART kami dan harus sesuai persetujuan dewan majelis tinggi partai,” ucapnya.

Para peserta yang hadir dalam KLB ilegal di Deli Serdang bukanlah pemilik suara yang sah. Mereka kebanyakan adalah para mantan kader yang sudah dipecat secara tidak hormat dari Partai Demokrat. AHY pun tak menampik bahwa ada segelintir ketua DPC yang hadir dalam KLB tersebut.

“Ada 34 DPC berdasarkan laporan dari lapangan. Mereka juga sudah dilepastugaskan sebelum KLB dimulai. Tidak ada pemilik hak suara sah yang hadir dalam KLB tersebut. Kami telah memegang surat pernyataan kesetiaan dan penolakan KLB dari para ketua DPD serta DPC di Indonesia. Paling tidak sekitar 93 persen pemilik suara sah berada di tempat masing-masing. Mereka tidak ada melakukan perjalanan ke Sumut. Fakta di lapangan yang sekitar 7 persen dan itu sudah kami ganti sudah dilepastugaskan,” jelas AHY.

Selanjutnya, Partai Demokrat kubu AHY akan menyiapkan langkah hukum untuk melaporkan seluruh pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan KLB di Deli Serdang tersebut.

“Saya meminta aparat pemerintah untuk tidak melakukan pembiaran atas kegiatan ilegal yang dilakukan Moeldoko untuk memecah belah Partai Demokrat. Untuk itu saya meminta dengan hormat kepada Presiden Joko Widodo, untuk tidak memberikan pengesahan dan legitimasi kepada KLB ilegal yang jelas-jelas melawan hukum,” tegas AHY.

Moeldoko Terima Tawaran Jadi Ketum Partai Demokrat

Sementara, Moeldoko dalam sambungan telepon di dalam KLB tersebut mengatakan bahwa dirinya menerima untuk menjadi Ketum Partai Demokrat. Hal tersebut dikatakannya usai hasil voting berdiri untuk pemilihan Ketum Partai Demokrat di KLB tersebut.

“Ini tidak gampang, butuh energi, peluh dan bahkan air mata mengingat ada tugas pokok yang tidak kalah berat membantu pemerintah. Dengan demikian, saya menghargai keputusan saudara untuk itu saya terima menjadi Ketum Partai Demokrat,” ujarnya.

Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia, Moeldoko usai konferensi pers di Jakarta, 3 Februari 2021 (Foto: Antara/Reuters)

Pimpinan sidang KLB Partai Demokrat di Deli Serdang, Jhoni Allen Marbun, mengklaim bahwa pemilihan Moeldoko telah sesuai dengan AD/ART dan telah memenuhi kuorum.

“Unsur pimpinan pusat, pimpinan daerah, pimpinan cabang, pendiri partai dan sayap partai. Unsur ini dilakukan sesuai dengan tingkatan dan bisa diwakili. Memenuhi kuorum AD/ART 2005,” kata Jhoni dalam jumpa pers usai KLB Partai Demokrat, Jumat (5/3).

Moeldoko dipilih menjadi Ketum Partai Demokrat karena mendapatkan suara terbanyak dalam voting berdiri peserta KLB di Deli Serdang. Sedangkan, Marzuki Alie ditetapkan sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.

Integritas Partai Demokrat Terkikis?

Pengamat politik dari Universitas Sumatera Utara (USU), Warjio mengatakan KLB Deli Serdang ini akan melumpuhkan sendi-sendi kekuatan yang ada di Partai Demokrat. Terlebih selama ini Partai Demokrat merupakan salah satu pilar politik di Indonesia.

“Tapi dengan adanya hasil KLB ini diharapkan oleh beberapa kelompok agar terpecah dua sehingga bisa jadi ini memunculkan Partai Demokrat yang baru dan kekuatannya justru akan terbelah. Semua ini akan sangat bergantung dari kebijakan dan keputusan pemerintah untuk menerima bagaimana di antara dua kubu ini,” katanya kepada VOA.

Terpecahnya Partai Demokrat usai KLB Deli Serdang juga akan berpengaruh terhadap integritas partai berlambang bintang mercy tersebut.

“Sudah pasti integritasnya itu akan turun terutama dengan munculnya kelompok-kelompok yang merasa tidak nyaman dengan munas yang di Jakarta kemarin. Karena ini memang memunculkan friksi besar,” ungkapnya.

Dalam sepak terjang di dunia politik, Partai Demokrat pertama kali mengikuti pemilihan umum (Pemilu) pada tahun 2004. Saat itu Partai Demokrat meraih posisi lima dengan perolehan suara hampir 8,5 juta suara pemilih. Pada tahun itu, popularitas SBY turut terdongkrak. Lalu, pada pemilu 2009, Partai Demokrat berada di atas angin dengan meraih suara terbanyak berjumlah 21,7 juta suara pemilih.

Namun pada Pemilu tahun 2014, perolehan suara Partai Demokrat menurun secara drastis. Partai Demokrat hanya meraih 12,7 juta suara pemilih. Kemudian pada Pemilu 2019, perolehan suara Partai Demokrat juga mengalami penurunan. Partai Demokrat hanya mampu meraih 10,8 juta suara pemilih. Dengan terjadinya ‘dualisme’ di tubuh Partai Demokrat, bukan tidak mungkin akan berpengaruh terhadap hasil di Pemilu 2024. (aa/em)

 

Reporter: Anugrah
Editor: VOA


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->