Connect with us

HEADLINE

Menggugat Hari Pers Nasional, Jejak Orde Baru dan Bayang Kekerasan terhadap Jurnalis

Diterbitkan

pada

Presiden saat menghadiri HPN 2020 di Kalsel, Sabtu 08/02/2020. Foto: Fikri

Perayaan HPN kekinian masih menjadi polemik. Sebab, tidak semua komunitas pers setuju terhadap tanggal Hari Pers Nasional. Kelompok yang pro HPN pada 9 Februari adalah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Sementara Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), tidak menyepakati tanggal tersebut. Sejumlah kalangan menilai tanggal 9 Februari tidak tepat ditetapkan sebagai HPN, sehingga harus diluruskan.

HPN selama ini mengacu pada hari lahir PWI yang ditetapkan oleh Presiden Soeharto—penguasa Orde Baru yang menindas pers—melalui Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985. Pada era itu, PWI adalah satu-satunya organisasi wartawan yang diakui dan diizinkan oleh pemerintah.

Semasa Orba berkuasa, PWI menjadi kepanjangan tangan pemerintah yang otoriter. Di tangan Soeharto selama 32 tahun, pers dikekang dan tidak ada kebebasan. Pada akhir-akhir masa pemerintahan Soeharto, PWI memaklumi pembredelan sejumlah media.

Sejarawan senior, Asvi Warman Adam berpandangan hari pers nasional harus berdasarkan peristiwa yang bisa dipertanggungjawabkan sebagai tonggak pers Indonesia. Hal itu disampaikan Asvi kepada Suara.com, mitra media Kanalkalimantan.com, beberapa waktu lalu.

Asvi memunyai ide mengacu pada kiprah Tirto Adhi Soerjo dan Abdoel Rivai. Keduanya tokoh pers Indonesia yang menjadi jurnalis dan menerbitkan surat kabar di era perjuangan kemerdekaan awal 1900-an.

Ia mengusulkan momentum bersejarah lain di Indonesia, seperti tanggal berdirinya Medan Prijaji (media pribumi pertama) pada 1 Januari 1907. Sebagai alternatif, Asvi juga mengusulkan tanggal lahir Tirto Adhi Soerjo pada 7 Desember 1918 sebagai pengganti hari perayaan HPN.

Sejarah pers, pernah ditulis Ahmat Adam dalam buku “Sejarah Awal Pers dan Kebangkitan Kesadaran Keindonesiaan”. Dalam buku itu disebutkan, masyarakat zaman VOC mulai menyadari manfaat pers sebagai penyampai kabar aturan hukum dan kebijakan pemerintah saat itu.

Pada 1831 terbit surat kabar partikelir yang pertama. Kemudian berkembang setelah itu, kelompok pribumi mengelola media massa sendiri. Beberapa nama di antaranya adalah Tirto Adhi Soerjo yang mendirikan Medan Prijaji tahun 1907.


Laman: 1 2 3 4 5

iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->