Connect with us

Kota Banjarmasin

Kenaikan BBM Dinilai Terburu-buru, Peradi Banjarmasin Konsultasi ke Peradi Pusat   

Diterbitkan

pada

Pengacara Borneo Law Firm Banjarmasin M Pazri. Foto: wanda

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN- Di tengah kegusaran masyarakat yang protes lewat berbagai media, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) turut disoroti pengacara Borneo Law Firm Banjarmasin.

M Pazri advokat publik yang bernaung dalam Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) di Banjarmasin ini menyatakan telah melempar isu bersama organisasinya.

Menurut dia, ketika ekonomi baru membaik, pemerintah langsung terburu-buru menaikkan BBM. Kenaikan itu pun seharusnya menyesuaikan dengan kondisi yang sebenarnya di masyarakat.

“BBM bersubsidi diperuntukan ke masyarakat miskin tetapi masyarakat menengah ke atas yang banyak menikmatinya juga, itu pertama harus di lihat parameter miskinnya seperti apa,” ujar M Pazri, Direktur Utama Borneo Law Firm ini, Selasa (6/9/2022).

 

 

Baca juga: Imbas Kenaikan BBM, Kelotok Wisata di Banjarmasin Kena ‘Pukulan’ Dua Kali  

Selanjutnya, melihat kepada peraturan seperti di pembukaan UUD 1945, dan pada Pasal 33 ayat (2) dan (3) tentang bumi dan kekayaan alam yang ada di dalamnya  yang semuanya diperuntukannya ke masyarakat.

Atas semua masukan dari anggota di Banjarmasin, pihaknya melempar dua pertanyaan kepada Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi Prof Dr Otto Hasibuan.

“Kalo kita melihat dari segi parameter itu terlalu tergesa gesa, karena kalo saya pribadi kemarin sudah melempar isu ke kawan kawan organisasi advokat indonesia yakni Peradi. Jadi Peradi berani tidak bersikap,” ungkapnya.

Pertama, apakah kenaikan harga BBM bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan asas-asas pemerintahan yang baik.

Kedua apakah kenaikan BBM tersebut dapat digolongkan sebagai perbuatan melanggar hukum oleh badan dan atau pejabat pemerintah, khususnya presiden selaku penguasa.

“Apakah bertentangan tidak secara aspek hukum nanti kita menunggu tanggapannya,” sambungnya.

Baca juga: Tolak Kenaikan BBM, PMII Long March Menuju Kantor DPRD Kalsel

Dirinya mencatat dua parameter tersebut dapat ditelisik dan diuji dengan UUD 1945, UU nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas yang dirubah menjadi UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Ada juga UU Energi nomor 30 tahun 2007, serta PP tentang perubahan berkaitan tentang pendistribustrian harga jual beli BBM, ada Perpres tentang ESDM, ada Permen ESDM tentang perhitungan harga jual eceran BBM nomor 97 tahun 2021.

Yang menarik bagi Pazri, ada nomenklatur yang diubah oleh pemerintah pada batu ujinya seperti di Perpres 117 tahun 2021. Di sana pemerintah memiliki kewenangan penuh untuk menaikan BBM, sementara di Perpres 191 sebelum menaikan BBM harus melalui persetujuan DPR.

“Bahasanya ada rapat paripurna tapi mereka bisa mengambil kebijakan sendiri,” ujarnya.

Menurutnya ke depan jika ada upaya hukum terhadap kenaikan BBM bisa melalui MK. Kemudian bisa juga PTUN  karena katagorinya termasuk dalam bentuk tindakan dengan objek sengketanya adalah pengaturan yang dikeluarkan, maka bisa dibatalkan.

Tetapi jika sifat perubahannya itu masuk dalam APBNP yang dirapat paripurnakan di DPR RI, tambah Pazri maka di APBNP itu ada subsidi yang anggarannya dikurangi atau dialihkan untuk minyak BBM itu sendiri.

Baca juga: UIN Antasari Gelar BUAF ke-6, Prof Mujib: Ajang Mahasiswa Berpikir Ilmiah dan Kritis  

“Berarti di UU yang di sahkan di APBNP harus diuji (Judicial Review) di MK dengan batu uji yakni Pasal 28 ayat 2 dan 3 serta UUD 1945 pasal 33 ayat 2 dan 3,” ujarnya.

Hal tersebut tentu berbanding terbalik dengan keadaan masyarakat. Di mana ujar Pazri putusan MK tersebut diserahkan pada mekanisme pasar, padahal minyak dunia mengalami penurunan tapi faktanya pemerintah malah menaikkan bahan bakar.

“Berarti ada semacam hal hal yang tidak semuanya dibuka ke publik dalam hal menaikkan BBM,” tandasnya. (kanalkalimantan.com/wanda)

Reporter: wanda
Editor: cell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->