Connect with us

PEMILU 2024

Kampanye Hitam dan Negatif dalam Kontestasi, Noorhalis Majid: Kaji, Teliti, Jangan Takaji Habar!

Diterbitkan

pada

Perang baliho sudah terjadi jelang kontestasi Pemilu 2024 meski masa kampanye resmi belum dimulai. Foto: rizki

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Kontestasi Pemilihan Legislatif (Pileg), Pemilihan Presiden (Pilpres), dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) akan serentak digelar tahun 2024.

Dalam Pemilihan Umum (Pemilu) tidak jarang terjadi saling serang antara caleg, pasangan calon kepala daerah, maupun antara pasangan calon presiden terutama saat proses kampanye.

Perbuatan saling menjatuhkan antara calon peserta Pemilu tersebut kemudian diistilahkan sebagai kampaye hitam (black champaign).

Pegiat demokrasi Kalsel Noorhalis Majid mengatakan walau dilarang, kampanye hitam marak dilakukan dalam setiap pemilu, baik itu Pileg, Pilkada, maupun Pilpres.

Baca juga: Asa Jalur Darat Menuju SDN Basirih 10 Banjarmasin Perlahan Terwujud

Selain kampanye hitam, dalam kontestasi Pemilu juga ada istilah kampanye negatif. Keduanya tentu punya perbedaan.

Menurut Noorhalis, kampanye negatif biasanya hanya menunjukan kelemahan dan kesalahan pihak lawan politik. Sedangkan untuk kampanye hitam mengarah terhadap tuduhan atau fitnah yang tidak benar kepada lawan politik.

“Kalau kampanye hitam, menuduh lawan dengan tuduhan palsu atau belum terbukti, atau melalui hal-hal yang tidak relevan terkait kapasitanya sebagai pemimpin,” kata Anggota Forum Ambin Demokrasi Kalsel.

Baca juga: Kain Sasirangan Resmi Miliki Hak Kekayaan Intelektual Komunal

Kemudian menurut Noorhalis Majid, kampanye negatif sumber datanya sahih (benar), sedangkan kampanye hitam data tidak jelas atau bahkan cuma dikarang.

Jika dilihat lebih jauh, kampanye dapat membantu pemilih untuk mempertimbangkan pilihannya, sebab disertai dengan data-data akurat. Berbeda dengan kampanye hitam yang cenderung tidak berdasar.

“Kampanye negatif bertujuan mendiskreditkan karakter seseorang, sedangkan kampanye hitam sudah mengarah pada menghancurkan karakter,” jelasnya.

“Kampanye hitam membuat pemilih tambah bodoh, apalagi ketika agama dan ras dipakai untuk memfitnah,” tambahnya.

Menurutnya, kampanye hitam dilarang berdasarkan Pasal 280 ayat (1) huruf c yang berbunyi, “menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain”.

Baca juga: Pemasok Narkoba THM di Banjarmasin Dibekuk, 1 Kg Sabu dan 980 Butir Ekstasi Disita

Kemudian di Pasal 521, “Setiap pelaksana, peserta, dan/tim kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan tersebut, dipidana paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta”.

Dalam arus informasi yang sangat deras saat ini menurut Noorhalis, masyarakat hampir tidak dapat membedakan antara kampanye negatif dan kampanye hitam.

Apalagi jika kemampuan masyarakat dalam mengkaji atau menalar sumber informasi masih sangat rendah, dikarenakan tingkat literasinya masih rendah.

“Ada baiknya lebih cermat melihat dan mendengar segala informasi. Sayang kalau ada pemimpin bagus berintegritas kemudian tersingkir karena kampanye hitam, kaji, teliti, jangan takaji habar,” tutup Noorhalis. (Kanalkalimantan.com/rizki)

Reporter : rizki
Editor : bie


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->