Connect with us

HEADLINE

Jejak Karhutla 2019 Sebelum ‘Pamit’, Terlambatnya Pasukan BNPB hingga Petani yang Merugi

Diterbitkan

pada

Karhutla yang terjadi 2019 di Kalsel merupakan salah satu yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Foto : dok kanal/rico

BANJARBARU, Puncak peristiwa Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang terjadi di Kalimantan Selatan telah dilewati. Bencana kabut asap pun kini sudah berangsur-angsur menghilang disejumlah daerah. Meski begitu, Karhutla tahun 2019 masih menyisakan cerita yang akan menghantui langkah Pemerintah Provinsi Kalsel di kedepannya.

Peristiwa Karhutla memang telah menjadi agenda tahunan di Kalsel, tapi untuk pertama kalinya di tahun ini Pemprov Kalsel mendapat desakan keras dari ratusan mahasiswa-mahasiswi berbagai kampus yang resah atas kepungan kabut asap yang terjadi setiap harinya. Bahkan, Gubenur Kalsel Sahbirin Noor dipaksa mempertaruhkan jabatannya pada aksi massa saat itu yang menamakan diri mereka Aliansi Mahasiswa Kalsel.

Lantas, apakah Pemprov Kalsel gagal dalam langkah-langkah pencegahan maupun penanganan Karhutla di tahun 2019 ini? Lalu, apakah Satuan Tugas yang telah dibentuk dan banyaknya Rapat Koordinsasi (Rakor) yang telah digelar, tidak berarti apa-apa?

Menjawab pertanyaan tersebut, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kalsel, Wahyuddin, sekaligus sosok yang menjadi ujung tombak Pemprov Kalsel dalam memegang tongkat komando penanganan Karhutla ikut angkat bicara.

Dijelaskannya, BPBD Kalsel yang berperan sebagai menara suar sebenarnya telah mengisyaratkan lampu peringatan kepada seluruh Pemerintah Daerah untuk siap menghadapi Karhutla yang diprediksi akan marak terjadi. Mengingat BMKG sendiri telah mengumumkan bahwa di tahun 2019 ini adalah musim kemarau dengan suhu udara terpanas dibanding tahun sebelum-sebelumnya.

Namun, diakui adanya keterlambatan dalam pengiriman pasukan bantuan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), yang mana fungsi dari pasukan ini adalah pencegahan Karhutla, seperti sosialisasi dan mengajak masyarakat untuk tidak membakar.

“Pasukan kiriman BNPB itu dikirim, terhitung pada tanggal 1 Agusutus. Padahal sudah terlambat, saat itu sudah puncaknya musim kemarau. Sehingga saat pasukan itu tiba, mereka yang bertugas mencegah justru dihadapkan dengan adanya kebakaran lahan yang telah terjadi disejumlah titik,” katanya kepada Kanalkalimantan.com.

Alhasil, keterlambatan ini pun membuat konsentrasi terpecah. Di satu sisi, pihak BPBD Provinsi maupun Kabupaten/ Kota yang telah siap sejak 3 bulan lalu, telah membentuk satuan posko lapangan dan satuan pemadaman. Sedangkan, regu lainnya memiliki fungsi yang tidak jelas dan baru saja membangun posko saat asap mulai mengepung.

Ujud -sapaan akrab Kepala Pelaksa BPBD Kalsel, tidak membantah jika pihaknya telah gagal dalam fase pencegahan. Sebab, fakta menunjukan bahwa sebagian besar peristiwa Karhutla yang terjadi di Kalsel merupakan faktor kesengajaan. Atau lebih tepatnya, sengaja dibakar!

Dari data Polda Kalsel disepanjang musim kemarau kemarin, tercatat ada 58 pembakar lahan yang diamankan. Tiga diantaranya disidik pihak Kepolisian. Dipaparkan tiga pembakar lahan ini, rinciannya 1 masyarakat dan 2 lainnya merupakan perusahaan korporasi.

Baca Juga : Wakapolri: Karhutla di Kalsel Bukan Faktor Alam, Tapi Kesengajaan!

Wakapolri, Komjen Ari Doni Sukmanto menganalisa bahwa maraknya peristiwa Karhutla di Kalsel besar kemungkinan adalah faktor kesengajaan. Hal tersebut diyakininya usai melakukan pemantauan menggunakan heli Patroli, pada September lalu.

“Sebenarnya ini sudah menjadi budaya turun temurun. Saya liat api tidak menyala di hutan, tapi justru di lahan perkebunan. Kita selidiki dan memang karena untuk pertanian. Jadi di bakar dengan sengaja,” katanya saat itu.

Kepala BPBD Kalsel, menjelaskan bahwa alasan petani membakar adalah untuk memutus mata rantai hama, termasuk tikus. Namun, akibat pembakaran jerami tersebut justru mengakibatkan Karhutla. Terlebih lagi, petani berani menolak pemadaman. Menurut Ujud, stakeholder yang dalam hal ini Dinas Pertanian kurang menunjukan rasa kepeduliannya terhadap para petani.

“Ya, kurang adanya kepedulian Dinas Pertanian untuk bisa memberikan edukasi pemahaman dan kompensasi agar jangan membakar jerami lagi. Petani sudah pernah setuju, tapi ternyata panen mereka anjlok, berkurang 60 persen. Komunikasi saya dengan petani juga terputus. Kompensasi apa yang diberikan, Ini bukan tugas BPBD,” ceritanya.

Menurut data BPBD Kalsel dari Januari hingga Oktober, telah ada sebanyak 2.225 Peristiwa Karhutla yang terjadi, khusunya di Kabupaten Tanah Laut, kota Banjarbaru, dan Kabupaten Banjar. Total, lahan yang yang terbakar yakni 6.737,58 Hektar. Untuk total lahan yang paling luas terbakar berada di Kabupaten Banjar.

Seolah tidak ingin kejadian yang sama terulang di tahun  2020 bencana, BPBD Kalsel sendiri dengan telah menggelar Workshop rencana aksi kotigensi kebakaran hutan yang terjadi di Kalsel. Hal ini bertujuan untuk membentuk suatu rencana yang matang dalam penanganan bencana Karhutla  antar sektor dan lembaga Provinsi Kalimantan Selatan pelaksanaan kegiatan lokasi dan waktu pelaksanaan kegiatan rencana kontijensi kebakaran hutan dan lahan Provinsi Kalimantan Selatan Banjarbaru.

“Di Workshop ini fungsi pasukan lebih dipertegas, agar tidak terulang kejadian yang sama. Kegiatan kita gelar selama tiga hari,” pungkasnya. (Rico)

Reporter : Rico
Editor : Chell

 


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->