Connect with us

HEADLINE

Heboh Pernikahan 2 Bocah di Tapin, Polisi Pertemukan Pihak Keluarga

Diterbitkan

pada

Kasus pernikhan dini di Tapin hebohkan warga Foto : net

BINUANG, Masyarakat dihebohkan terjadinya kasus pernikahan dini terjadi di Desa Tungkap, Jalan Saka Permai, Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, pada Jumat (13/7). Foto dan video pernikahan mereka beredar di media sosial seperti Facebook dan Instagram.

Sang mempelai pria, di video itu tampak mengenakan kemeja putih dan peci terdengar lancar mengucapkan ijab kabul dengan mahar uang Rp 100 ribu. Diketahui mempelai pria bernama Arifin berusia 13 tahun. Sedangkan si perempuan bernama Ira Budiarti berusia 15 tahun.

Terkait kasus ini, jajaran Polsek Binuang, telah memfasilitasi pertemuan pihak kedua keluarga. Kepala Bidang Humas Polda Kalsel AKBP Mochamad Rifai, menuturkan Polsek Binuang melakukan pertemuan di antara kedua keluarga mempelai pada Sabtu (14/7) pukul 12.00 wita di ruang aula Polsek Binuang.

“Untuk mencari tahu kebenaran pernikahan yang dikategorikan pernikahan dini,” kata AKBP Mochamad Rifai, Sabtu (14/7).

Pertemuan di Polsek Binuang turut dihadiri pihak keluarga, pejabat P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan Dan Anak) Pemkab Tapin, LK3 (Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga) Pemkab Tapin, dan Kapolsek Binuang.

Rifai berkata pernikahan ini bikin heboh karena ada video yang menjadi viral lewat pemberitaan di media sosial. Menurut dia, pernikahan kedua ABG itu dilangsungkan di Di Desa Tungkap pada Jumat (13/7) pukul 20.00 Wita. Demikian dilansir Kumparan.com dan Tribun.com.

Mempelai pria, Zainal Arifin bin Hasbulloh, lahir di Desa Tungkap pada 11 Mei 2005 dengan pendidikan SD tidak tamat. Sedangkan nama pengantin wanita Ira Budiarti binti Buyono, lahir di Desa Binuang, Kabupaten Tapin pada 20 Agustus 2003 dengan pendidikan tamat SD.

Rifai menuturkan pernikahan dilaksanakan dengan wali nikah Ustaz Muhammad Abdul Galih–seorang ulama atau imam Masjid Nur Rahman—di Desa Tungkap, Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin. Mengutip pengakuan nenek mempelai pria, Janariyah, Rifai berkata, pernikahan dini terjadi karena pihak keluarga merasa malu dengan tetangga dan takut dosa terjadi kehamilan. Maklum, pengantin perempuan sudah tinggal di rumah mempelai pria selama 10 hari.

“Atas dasar sudah tinggal serumah selama 10 hari di dalam kamar, maka pihak keluarga merasa malu dan takut hamil. Soal kehamilan ini masih didalami,” kata Rifai.

Ustad M Abdul Ghalih mau menikahkan atas permintaan Janariyah yang datang ke rumah si ustadz untuk memohon menikahkan cucunya. Rifai menuturkan, awalnya Ustaz Abdul Ghalih tidak mau menikahkan dengan alasan calon pengantin masih di bawah umur dan menyarankan agar dinikahkan di Kantor KUA Binuang.

“Tetapi atas desakan nenek pengantin laki-laki agar mau menikahkan cucunya dengan alasan kalau nikah di Kantor KUA pasti tidak diperbolehkan karena masih di bawah umur. Akhirnya pernikahan dilaksanakan secara nikah siri,” kata AKBP Rifai.

Pernikahan Dini di Kalsel

Angka perkawinan anak dengan usia dibawah 19 tahun di Kalsel ternyata memegang rekor tertinggi nasional. Hal ini menjadikan keprihatinan sejumlah pihak, mengingat perkawinan anak sangat beresiko secara sosial seperti tingginya angka perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), juga tingginye resiko kematian ibu dan bayi.

Data BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ) Kalsel menyebutkan,  usia perkawinan  anak di Kalsel mencapai  9,24  persen.  Persentase  itu merupakan  yang  tertinggi  di  seluruh Indonesia.  Melalui  data tersebut  juga  terungkap, bahwa perkawinan  usia  10-14  tahun  di Kalsel  sudah  mencapai  9,2 persen dari  jumlah  perkawinan  dan  usia  15-19 tahun  sebesar 46 persen  dari  jumlah  perkawinan.

Penyumbang angka terbesar untuk perkawinan anak tersebut adalah Kota Banjarmasin, Kabupaten Tapin dan Kabupaten Hulu  Sungai  Selatan (HSS).

Sementara berdasar data BPS dan UNICEF, tercatat indikasi pernikahan anak terjadi di hampir semua wilayah Indonesia. Beberapa provinsi tercatat memiliki angka pernikahan anak tinggi, di antaranya adalah Sulawesi Barat (34 persen), Kalimantan Selatan (33,68 persen), Kalimantan Tengah (33,56 persen), Kalimantan Barat (32,21 persen), dan Sulawesi Tengah (31,91 persen).

Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Pembangunan Kalsel, Hj Gusti Yanuar Noor Rifai M. Si  mengatakan  pihaknya  terus  berupaya  menekan  angka perkawinan  anak  dengan  berbagai  upaya. “Maraknya perkawinan anak  di  tiga kabupaten dan kota memang harus  dihentikan.  Peringkat tertinggi di  Kalsel ini bukanlah sebuah prestasi.  Kami sedang melakukan berbagai  upaya  perubahan cara  pandang  dan  budaya  masyarakat bekerja  sama dengan lembaga-lembaga terkait,  tokoh agama dan tokoh masyarakat,”  tegasnya. (rico)

Reporter : Rico
Editor : Chell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->