Connect with us

HEADLINE

Haul ke-217 Tuan Haji Besar dari Tanah Banjar

Diterbitkan

pada

Haul ke-217 Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari atau Datu Kelampayan. Foto : alkarim media 

KANALKALIMANTAN.COM, MARTAPURA – Acara peringatan wafat atau haul Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (Datu Kelampayan) tiap tahun diperingati oleh ribuan orang, berdatangan dari berbagai penjuru tanah Kalimantan, dan seluruh Indonesia, bahkan hingga muslim dari manca negara.

Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari adalah seorang ulama besar pada zamannya, bukan hanya di Kalimantan, tapi di dunia internasional. Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari hidup di abad 17 hingga 18, ketika masih berdiri Kesultanan Banjar.

Syekh Muhammad Arsyad dilahirkan di Desa Lok Gabang, Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar pada 17 Maret 1710 M, wafat di Desa Dalam Pagar, Kecamatan Martapura Timur, Banjar pada 3 Oktober 1812 M adalah ulama bidang fiqih Mazhab Syafi’i yang berasal dari Kota Serambi Makkah Martapura di Tanah Banjar (Kesultanan Banjar), Kalimantan Selatan.

Datu Kelampayan hidup pada masa tahun 1122-1227 hijriyah. Beliau disebut juga Tuan Haji Besar dan mendapat julukan anumerta dari Kesultanan Banjar.

Baca juga: Khidmat Haul ke-217 di Kubah Datu Kelampayan

Pada waktu dia berumur sekitar 30 tahun, Sultan mengabulkan keinginannya untuk belajar ke Mekkah demi memperdalam ilmunya. Segala perbelanjaanya ditanggung oleh Sultan. Lebih dari 30 tahun kemudian, yaitu setelah gurunya menyatakan telah cukup bekal ilmunya, barulah Syekh Muhammad Arsyad kembali pulang ke Tanah Banjar. Akan tetapi, Sultan Tahlilullah seorang yang telah banyak membantunya telah wafat dan digantikan kemudian oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah I, yaitu cucu Sultan Tahlilullah.

Sultan Tahmidullah II yang pada ketika itu memerintah Kesultanan Banjar, sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam di kerajaannya. Sultan inilah yang meminta kepada Syekh Muhammad Arsyad agar menulis sebuah Kitab Hukum Ibadat (Hukum Fiqh), yang kelak kemudian dikenal dengan nama Kitab Sabilal Muhtadin.

Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari berhasil mencetak kader-kader pembaharu Islam, memurnikan ajaran fiqh dan memberikan corak Islam yang lebih kuat pada Kesultanan Banjar. Bahkan beberapa jabatan dalam struktur pemerintahan kerajaan menempatkan jabatan-jabatan baru mufti, qadhi, penghulu dan sebagainya. Ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari terhadap perkembangan ajaran dan hukum Islam di Tanah Banjar.

Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari adalah seorang penulis dan ilmuwan yang mumpuni. Buku atau kitab karangan beliau yang bernama Sabil al Muhtadin dicetak di Mesir dan dipakai sebagai buku pegangan dalam belajar fiqh. Karangan-karangan beliau dipakai umat Islam di Asia Tenggara sampai Filipina Selatan.

 

Jejak Keilmuan Datu Kelampayan

Selain seorang alim ilmu agama, Syekh Arsyad Al Banjari adalah seorang ahli dalam ilmu falak. Pengetahuan beliau ini bisa diketahui dalam sejarah yang tertoreh di Masjid Jembatan Lima Jakarta. Dalam perjalanan kembali dari Tanah Suci, Syekh Muhammad Arsyad singgah di kampung sahabat seperjuangannya yang sama-sama menuntut ilmu di Makkah, Syekh Abdurrahman Mesri. Selama berada di Betawi, Syekh Muhammad Arsyad mengunjungi banyak tempat dan masjid-masjid. Di sini ilmu Tuan Besar Tanah Kalimantan terbukti.

Baca juga: Tempat Mengaji Al Quran Anak-anak di Liang Anggang Terbakar

Dalam suatu riwayat, ketika Syekh Muhammad Arsyad berkunjung ke Masjid Jembatan Lima, dilihatnya bahwa arah kiblat masjid tersebut terlalu miring ke kiri 25 derajat. Hal ini didasarkan pada perhitungan astronomi, yang merupakan salah satu cabang ilmu yang dikuasai Syekh Muhammad Arsyad. Tentunya hal ini ditolak oleh masyarakat sekitar dan meminta agar dibuktikan. Syekh Muhammad Arsyad kemudian menunjukkan perhitungan astronomi yang menunjukkan arah kiblat yang sebenarnya.

Setelah itupun akhirnya diubahlah arah kiblat tersebut ke kanan sebanyak 25 derajat. Kejadian ini terekam dalam sebuah prasasti yang masih bisa ditemukan hingga kini di lokasi sekitar Masjid Jembatan Lima, yang mana batu tulisnya ditulis dalam bahasa Arab yang artinya: Arah kiblat masjid ini digeser kekanan sebanyak 25 derajat oleh Syekh Muhammad Arsyad Banjar pada tanggal 4 Safar 1186 H (bertepatan dengan tanggal 7 Mei 1772 M).

 

Pengabdian di Tanah Kelahiran hingga Wafat

Sekembalinya ke kampung halaman dari Mekkah, hal pertama yang dikerjakannya ialah membuka tempat pengajian (semacam pesantren) bernama Dalam Pagar, yang kemudian lama-kelamaan menjadi sebuah kampung yang ramai tempat menuntut ilmu agama Islam. Ulama-ulama yang di kemudian hari menduduki tempat-tempat penting di seluruh Kesultanan Banjar, banyak yang merupakan didikan dari suraunya di Desa Dalam Pagar.

Setelah menuntut ilmu lama di Tanah Haramain, Syekh Muhammad Arsyad berkumpul bersama keluarga di kampung halaman. Beliau mengabdikan diri di Kesultanan Banjar sebagai mufti utama kerajaan. Syekh Muhammad Arsyad juga banyak mendidik para santri yang haus akan pengetahuan. Termasuk juga zuriah-zuriahnya sendiri yang banyak di kemudian hari mengikuti jejak sang datuk. Seperti diantaranya Syekh Zainal Ilmi, Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani Al Banjary (Abah Guru Sekumpul), dan lain-lain.

Selain itu, bermunculan pula karya-karya tulisan dari Syekh Muhammad Arsyad. Hasrat untuk menulis dari Muhammad Arsyad telah muncul sejak beliau berada di Madinah. Tujuannya agar dapat menyampaikan ajaran agama Islam yang disampaikan oleh Rasulullah SAW dan mengikat ilmunya jauh lebih lama dalam bentuk tulisan.

 

Manuskrip Peninggalan dan Manfaat dalam Pendidikan Islam

Karya Syekh Muhammad Arsyad ini termasuk dalam manuskrip kuno, yang kemudian dicetak dan diperbanyak ulang oleh murid-murid beliau di kemudian hari. Di antara karya beliau,

Baca juga: Pasca Lebaran Peziarah Padati Kubah Basirih, dari Hulu Sungai hingga Samarinda

1. Kitab Ushuluddin, kitab terkait keimanan dan ketauhidan.

2. Luqthah al-‘Ajlan, kitab tentang wanita dan tertib suami-istri.

3. Faraidh, pembahasan ilmu warisan.

4. Kitab al-Nikah, tentang tali pernikahan.

5. Tuhfah al-Raqghibin, terkait iktikad-iktikad perbuatan sesat.

6. Sabil al-Muhtadin li al-Tafaqquh fi Amr al-Din.

7. Qaul al-Mukhtasar, terkait akhir zaman dan tanda-tandanya

8. Kanz al-Ma’rifah, dalam kajian masalah Tasawuf, juga kitab Hidayah al-Salikin dan Sair al-Salikin.

9. Mushaf Qur’an yang ditulis tangan menggunakan qiraat Ibnu Katsir dan qiraat Warsy ditepinya.

Jejak Syekh Muhammad Arsyad dari awal kehidupan hingga menjadi ulama yang mumpuni, baik di bidang ilmu agama dan ilmu umum, dan karya tulisnya yang fenomenal. Tradisi haul yang dilakukan tiap tahunnya, adalah bentuk penghormatan rakyat terhadap jasa Syekh Muhammad Arsyad dan dianggap sebagai momentum meningkatkan kualitas ibadah dan jiwa sosial secara bersamaan. Bentuk tradisi dan upacara rakyat ini butuh diabadikan nilai histori dan manfaatnya, agar bisa menjadi pelajaran bagi generasi masa depan. Dimana dibutuhkan penanaman nilai-nilai positif dalam mengenal dan mengenang tokoh-tokoh sejarah, wabil khusus para ulamanya. (Kanalkalimantan.com/al)

Reporter : al
Editor : bie


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->