Connect with us

Kanal

Gerakan Literasi HSU, Upaya Membudayakan Membaca kepada Guru dan Pelajar

Diterbitkan

pada

Sekolah Guru Indonesia (SGI) menginisiasi gerakan literasi di Kabupaten HSU. Launching dan workshop program berlangsung di Aula Bapelitbangda Kabupaten HSU. Foto : dewahyudi

AMUNTAI, Bila melihat kenyataan bahwa bangsa Indonesia menduduki peringkat bawah dalam budaya literasi. Terbukti di lapangan, pelajar tidak menyukai kebiasaan membaca. Tentunya untuk menggiatkan untuk mau membaca atau membudayakan kegiatan literasi diperlukan upaya sungguh-sungguh dan sifatnya berkelanjutan.

Berlatar itu lah, Sekolah Guru Indonesia (SGI) menginisiasi gerakan literasi di Kabupaten HSU. Launching dan workshop program berlangsung di Aula Bapelitbangda Kabupaten HSU, Sabtu (22/9). Sekolah Guru Indonesia Dompet Dhuafa hadir di Kabupaten HSU sejak bulan Februari, dengan target melatih 300 orang guru di tiga wilayah, Kecamatan Amuntai Selatan, Danau Panggang dan Sungai Pandan. Masing-masing dikelola 1 trainer, diantaranya Ades Marsela, Muhammad Wahyuddin S Adam dan Habib Alwi Jamalulel.

Tercatat SGI HSU melatih 450 guru yang tersebar di 10 kecamatan di HSU. Kemudian ditambah dengan peserta dari Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Tabalong dan Balangan. Program ini didukung stakeholder lain diantaranya Kemenag, Dinas Pendidikan, Dinas Perpustakaan, Kominfo, Baznas HSU, Dinas Perhubungan. Dari program ini juga muncul komunitas-komunitas diantaranya komunitas kelas model (kokem), komunitas guru peneliti, komunitas media pembelajaran dan muncul juga gerakan literasi HSU yang diinisiasi peserta SGI HSU.

Launching dan workshop gerakan literasi di HSU dibuka Bupati HSU H Abdul Wahid disaksikan oleh Nama Foundation, Dompet Dhuafa, Nice Indonesia, Wafa Indonesia.

Bupati HSU H Abdul Wahid mengatakan, akhir-akhir ini dalam perkembangan dunia pendidikan kata literasi menjadi topik terhangat yang selalu diperbincangkan. Literasi dianggap menjadi salah satu upaya pendorong bangkitnya kemajuan sebuah bangsa. Hal ini terkait dengan kemampuan masyarakat dalam menyerap berbagai informasi dan menjadikan mereka berpikir lebih kritis.

“Diharapkan masyarakat khususnya para pelajar menjadi lebih kreatif dalam pengembangan ilmu pengetahuan,” ujarnya.

Diakui Bupati, pembiasaan budaya literasi tidak dapat hanya dijadikan sebuah jargon atau sekedar pemanis yang hanya dijadikan tulisan, yang dipajang di dinding sekolah. Selaku pemerintah daerah mengharapkan kedepannya gerakan literasi ini dapat diterapkan oleh semua kalangan masyarakat pada umumnya.

“Khusunya diterapkan di sekolah atau madrasah tempat guru-guru mengajar, misalnya penerapan pojok baca kelas, pembiasan 15 menit membaca, adanya taman baca dan kegiatan literasi lainnya,” katanya.

“Kemudian himbauan juga agar literasi ini menyatu dalam kehidupan masyarakat, maka dihimbau juga untuk semua SKPD pemerintahan untuk membuat pojok baca di lingkup ruang kerja,” pungkasnya.

Sementara itu trainer Sekolah Guru Indonesia Ades Marsela membeberkan, peran seorang guru dalam kegiatan literasi menjadi sangatlah penting. “Pemberian contoh keteladanan seorang guru diharapkan mampu membuat para siswa tergugah atau termotivasi untuk lebih giat dalam berliterasi,” katanya.

Nah, keteladanan ini dapat diwujudkan dengan adanya bukti nyata berupa karya tulis, guru membuat tulisan yang berbentuk puisi, artikel, opini dan sebagainya. “Akan lebih baik lagi yang baik lagi adalah tulisan yang dikaryakan menjadi sebuah buku. Selain menjadi salah satu bentuk keteladanan literasi, pembuatan karya tulis ini dapat menjadi daya penguat kepercayaan diri seorang guru dalam kegiatannya dalam mengembangkan budaya literasi di lingkungan sekitarnya, khususnya di lingkungan sekolah,” pungkasnya.

“Lalu apakah cukup hanya pembuatan karya tulis saja? Tentu saja tidak, pengembangan budaya literasi mengharapkan perubahan paradigma guru dalam kegiatan belajar mengajarnya,” sebut Ades Marsela.

Selain itu, budaya literasi mencoba mendidik siswa untuk lebih banyak bertanya, menganalisis terhadap masalah keilmuan. Yang nanti pada akhirnya mereka akan lebih berpikir kritis bahkan memicu mereka untuk dapat menciptakan sebuah karya yang inovatif.

Budaya literasi di sekolah, tidaklah mungkin terwujud jika tidak didukung oleh sistem dan kepemimpinan sekolah yang kuat.

“Jika di sekolah hanya ada satu dua orang saja yang gemar membaca, budaya di sekolah tersebut belum dikatakan literasi. Literasi di sekolah harus dijalankan oleh semua secara sistemik bukan oleh orang per orang. Untuk menjalankan itu semua butuh kepemimpinan yang kemudian mengarahkan semua sumber daya untuk terlibat,” ungkapnya.

Untuk mencapai hal tersebut, tentu saja seorang guru harus lebih membuka diri terhadap perubahan-perubahan keilmuan. Salah satu cara mengimbangi perubahan tersebut yaitu dengan melakukan upgrade diri dengan banyak membaca buku atau media informasi lainnya, mengikuti berbagai pelatihan dan tentu saja dengan membuat sebuah karya tulis atau produk lainnya sebagai wujud aplikasi dari hasil budaya literasi.

“Diharapkan keteladanan dan perubahan paradigma guru ini menjadi pemicu motivasi masyarakat sekitarnya khususnya rekan sejawat dan siswa untuk lebih giat lagi dalam kegiatan literasi,” tandasnya. (dew)

Reporter: Dew
Editor: Abi Zarrin Al Ghifari


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->