Connect with us

HEADLINE

FAO: Aksi Mendesak Dibutuhkan untuk Mencapai #ZeroHunger 2030

Diterbitkan

pada

Stephen Rudgard, FAO Representative Indonesia menyampaikan sambutan di acara HPS. Foto: Mario

BATOLA, Bukti terus menunjukkan angka kelaparan terus meningkat selama hampir tiga tahun terakhir. Orang-orang di dunia yang menderita kurang makan kronis, telah meningkat dari sekitar 804 pada 2016 menjadi hampir 821 juta 2017, 11 persen dari populasi dunia – atau setara dengan satu dari sembilan orang di planet.

Konflik, pengaruh cuaca esktrem yang terkait dengan perubahan iklim, dan perlambatan ekonomi membalikkan kemajuan yang dibuat dalam perang melawan kelaparan.

Namun, pertumbuhan jumlah orang yang kekurangan makanan bukanlah satu-satunya tantangan yang kita hadapi. Proporsi kegemukan atau obesitas dewasa ini terus meningkat. Pada tahun 2016, orang yang menderita obesitas di dunia adalah 13,3 persen (672,3 juta orang) meningkat sekitar 2 persen dari 2015.

Pada 2017, juga ditemukan sekitar 1,5 miliar orang menderita “kelaparan yang tersembunyi” (hidden hunger) yaitu makanan yang mereka makan tidak memiliki vitamin dan mineral yang cukup dan dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan.

“Masalah kekurangan gizi masih tetap banyak di bagian wilayah ini. Di Indonesia anak-anak di bawah usia 5 tahun mengalami stunting. Angka yang terbilang tinggi untuk negara dengan status ekonomi seperti Indonesia,” ungkap Stephen Rudgard, FAO Representative di Indonesia mengatakan dalam pidatinya saat pembukaan Hari Pangan Sedunia di Indonesia, Kamis  (18/10).

Dalam laporan global terbaru tentang “Status Kerawanan Pangan dan Gizi – 2018” (SOFI 2018) yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, Indonesia adalah negara di dunia yang menunjukkan prevalensi tinggi dalam ketiga bentuk kekurangan gizi anak — kelambatan pertumbuhan (stunting), kekurangan berat badan (wasting) dan kegemukan (obesity).

Data statistik mencerminkan penyebab utama kondisi tersebut adalah akses yang tisak memadai untuk mendapatkan makanan yang beragam dan betgizi. Produksi pangan dan ketersediaan pangan hanyalah salah satu faktor dari kondisi tersebut.

Stephen mengutip tema global untuk Hari Pangan Sedunia tahun ini “Tindakan kita dalam masa depan kita, dunia tanpa kreaparan 2030 itu mungkij” (our actions are our future, a #ZeroHunger world 2030 is possible”) menekankan bahwa dengan ambisi #ZeroHungervdatang hak dan tanggung jawab untuk menghargai makanan dan mengurangi sampah makanan dan pemborosan.

Kelaparan tidak sellau berarti ketersediaan atau produksi makanan yang tidak memadai, Indonesia kehilangan atau mrmbuang sekitar 300kg makanan per orang per tahun.  “Untuk mewujudkan visi tentang dunia bebas dari kelaparan dan kekurangan gizi menjadi nyata, kita semua harus bekerja bersama. Hal ini membutuhkan tidak hanya kepemimpinan oleh Pemerintah, tetaoi semua orang harus berperan dan memberi kontribusi,” ujarnya.

Pertanian Berkelanjutan Penting

Pemerintah untuk meningkatkan produksi berada dalam memastikan ketahanan pangan. Secara global, produksi pangan harus digandakan pada tahun 2050 untuk memastikan ketersediaan pangan yang cukup dan memberi makan popilasi lebih dari Rp 9 miliar.

Pada saat itu, penduduk Indonesia akan mencapai 300 juta ditambah dengan meningkatnya urbanisasi dan perubahan permintaan konsumen, hal-hal ini akan memberi tekanan besar pada sisrem pangan di Indonesia.

Stephen menyoroti fokus pemerintah untuk Hari Pangan Sedunia tentang “optimalisasi lahan rawa pasang surut dan air tawar menuju Indonesia untuk mrnjadi World Food Barn pada 2045” sebagai upaya yang cukup besar untuk mrnghadapi tantangan tersebut.

FAO mencatat oerkiraan pemerintah bahwa ada sekitar 34 juta hektar rawa di Indonesia, dan lebih dari 9 juta dari total laham rawa tersebut memiliki potensi untuk produk pertanian. Di kecamatan Jejangkit saja, ada lebih dari 3.000 heltare yang dibudidayakan di bawah program baru.

“Kami melihat kepemimpinan pemerintahan dalam hal ini, dan kami sangat senang bahwa Kementrian Pertanian mempromosikan penerapan praktik-praktik pertanian yang baik terkait dengan penerapan model FAO untuk Intesifikasi Pangan yang berkelanjutan, termasuk mengurangi penggunaan pestisida melalui Pengendalian Hama Terpadu.”

Dia juga menekankan bahwa peningkatan produktivitas sangat penting untuk memberi populasi yang berkembang, namun, lebih penting lagi untuk memiliki pendekatan pertanian yang berkelanjutan dalam berbagai intervensi pertanian.(mario)

Reporter: Mario
Editor: Chell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->