Connect with us

HEADLINE

Dokter Forensik Tak Temukan Tanda Kekerasan dan Keracunan pada Jurnalis M Yusuf

Diterbitkan

pada

polisi melakukan autopsi jenazah jurnalis M Yusuf Foto: net

KOTABARU, Sesuai yang direncanakan sebelumnya, autopsi terhadap jenazah jurnalis M Yusuf (42) untuk mengetahui ada tidaknya unsur kekerasan dalam kematian yang bersangkutan dilaksanakan di pemakaman umum Perum Hilir Desa Sigam, Pulau Laut Utara, Kotabaru, Jumat (29/6).

Aoutopsi dihadiri oleh istri dan anak perempuan alm M Yusuf, pengacara Muhammad Yusuf Ery Setyanegara, dan Wakil Ketua Internal Divisi Sub Komisi Penegakkan HAM Komnas HAM Hairansyah. Kepolisian Resor Kotabaru mengawal ketat proses autopsi.

Dari keterangan dokter ahli forensik dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, telah merampungkan proses autopsi jenazah M Yusuf yang dilaksanakan pukul 08.00- 11.30 Wita. Dokter menyimpulkan, tidak ditemukan tanda kekerasan dan keracunan di tubuh almarhum.

Anggota tim penasehat hukum almarhum M Yusuf, Nawawi, mengatakan dokter forensik memang menemukan ada bercak serupa memar dan lebam di beberapa bagian tubuh jenazah. Namun, kata Nawawi, dokter sementara berkesimpulan bercak lebam itu dampak dari penyakit jantung dan sesak nafas sesuai riwayat penyakit mendiang atau bukan akibat penganiayaan.

“Hasil sementara dari dokter forensik tidak ditemukan kekerasan dan racun. Tapi kepastiannya menunggu uji laboratorium di Mabes Polri,” kata Nawawi selepas proses autopsi. Namun, ia belum tahu kepastian kapan hasil resmi autopsi dirilis oleh Mabes Polri seperti dilansir Kumparan.com.

Nawawi dan keluarga almarhum Yusuf meminta proses autopsi untuk menyingkap pemicu utama kematian Yusuf di tengah simpangsiur berita yang berkembang. Setelah hasil resmi autopsi keluar, Nawawi berharap persoalan kematian Yusuf bisa terungkap gamblang ke publik.

Dia mengapresiasi kehadiran dokter forensik independen dari Unhas Makassar. Ia berharap tidak ada lagi isu yang saling menyudutkan antara pihak keluarga almarhum dan aparat penegak hukum.

Di samping itu, menurut Nawawi, hasil resmi autopsi itu tidak akan mempengaruhi apapun. Keluarga almarhum Yusuf tetap menggugat secara pidana dan perdata Polres Kotabaru. Namun demikian, hasil autopsi akan menjadi salah satu bahan pertimbangan pokok materi gugatan ke Polres Kotabaru. Kalaupun autopsi menyimpulkan tidak ada tanda kekerasan terhadap Yusuf, Nawawi berkukuh melayangkan gugatan pidana dan perdata ke Polres Kotabaru.

Nawawi juga akan menjadikan hasil autopsi itu sebagai tambahan ke pokok materi gugatan bila hasil autopsi ditemukan bukti kekerasan terhadap. Untuk saat ini ia enggan membeberkan detail pokok materi gugatan yang akan dikirim. “Intinya, M. Yusuf hidup atau mati, atau hasil autopsi itu wajar atau tidak wajar, kami tetap lakukan gugatan,” ucap Nawawi.

Kesan Tertutup

Ketua tim penasehat hukum almarhum Yusuf, Ery Setyanegara, mengatakan polisi melarang kerabat dan tim penasehat hukum almarhum Yusuf untuk masuk ke tenda autopsi. Ia terkejut ada kesan proses autopsi tertutup dari keluarga almarhum. Padahal, kata Ery, keluarga almarhum berharap proses autopsi bisa transparan di hadapan perwakilan keluarga mendiang.

“Kami menyesalkan. Yang masuk harus lewat screening ketat, tapi karena polisi berdalih harus sesuai SOP, kami patuhi saja. Yang boleh masuk mendekati tenda tempat autopsi hanya tim forensik dari Unhas dan polisi, keluarga dan tim pengacara dilarang mendekati, hanya di tenda luar dari kejauhan,” katanya.

Di bawah tenda tampak keluarga almarhum dan masyarakat melihat dari kejauhan. Salah satu anak kandung Yusuf, Ulfa, turut hadir di pemakaman ikut menemani ibu kandungnya, Arvaidah. “Kami mau protes gimana? Enggak enak kalau di sini. Ya kami patuhi saja SOP polisi,” ujar Ery.(ammar/kum)

Reporter:Ammar/kump
Editor:Cell


Uploader Terpercaya Kanal Kalimantan

iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->