Connect with us

HEADLINE

Dianggap Untungkan Incumbent, Mendagri Buka Peluang Ubah Aturan Kepala Gugus Tugas Daerah

Diterbitkan

pada

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian membuka peluang Ketua Gugus Tugas Daerah Covid-1( tak dijabat kepala daerah. Foto: suara

KANALKALIMANTAN.COM, JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian membuka peluang mengubah aturan terkait jabatan kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di daerah karena pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. Mengingat saat ini dari 270 daerah yang akan menggelar pilkada pada 2020, sekitar 220 di antaranya diikuti calon incumbent.

Kemendagri sebelumnya mengeluarkan aturan bahwa kepala gugus tugas daerah dijabat langsung oleh kepala daerah. “Kami selaku Mendagri yang keluarkan arahan kemarin bahwa kepala gugus tugas adalah kepala daerah bisa saja mengubahnya kembali,” kata Tito dalam rapat dengan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu (24/6/2020).

Tito sekaligus menanggapi pertanyaan anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera. Politikus PKS ini mempertanyakan kebijakan Tito terkait posisi menguntungkan kepala daerah yang menjadi calon incumbent di Pilkada 2020.

“Positioning ini bisa berdampak juga terhadap electoral insentive-nya. Seperti apa pandangan Pak Menteri?” tanya Mardani dalam rapat tersebut.

Menurut Tito, aturan agar kepala daerah merangkap kepala gugus tugas ini demi efektivitas penanganan wabah. Dia berujar aturan tersebut juga muncul dari hasil komunikasi dengan Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo. “Spiritnya agar penanganan Covid-19 di daerah dilaksanakan sungguh-sungguh dan itu hanya bisa ketika kepala gugus tugasnya adalah kepala daerah yang memiliki kewenangan penuh,” kata Tito.

Tito pun mengakui adanya anggapan kepala daerah incumbent akan lebih diuntungkan di Pilkada 2020. Dari 270 daerah yang akan menggelar pilkada, kata dia, sekitar 220 di antaranya diikuti calon incumbent.

Namun Tito juga beranggapan posisi kepala gugus tugas itu belum tentu menguntungkan. Tito menyebut justru calon penantang akan memiliki amunisi untuk menyerang jika penanganan Covid-19 di daerah tersebut buruk. “Katakanlah daerahnya merah, kemudian ada korban yang positif naik terus,” ujar mantan Kapolri ini.

Meski demikian, Tito menegaskan Kemendagri membuka kemungkinan mengubah aturan penjabat kepala gugus tugas daerah. Ia mengatakan hal ini bisa dibahas lebih detail dalam rapat Kemendagri dan Komisi II pada Senin pekan depan.

“Kalau memang posisi kepala daerah sebagai kepala gugus tugas ini akan lebih banyak menguntungkan, kenapa tidak kami akan mengeluarkan aturan supaya kepala gugus tugasnya bagi 220 daerah itu dialihkan ke pejabat lain,” ujar dia.

Di Kalimantan Selatan, satu persatu kandidat calon kepala daerah mundur di Pilkada 2020. Tak hanya dari kubu penantang yang datang dari parpol maupun perseorangan, bahkan incumbent pun ikut ‘melempar handuk’. Medan suram pertarungan di tengah pandemi Covid-19 menjadi momok.

Saat ini tercatat sudah tiga kandidat mundur! Dimulai oleh Aditya Mufti Ariffin, kandidat calon Walikota Banjarbaru yang selama ini anggap sebagai salah satu penantang tangguh incumbent Nadjmi Adhani- Darmawan Jaya Setiawan. Meski telah mengantongi tiga rekomendasi partai (dari PPP, Golkar, dan PDIP) yang menjamin keamanan kendaraan politik bagi mereka, tapi Senin (15/6/2020) lalu, dia tiba-tiba saja pamit dari gelanggang tarung Pilkada Kota Idaman.

Berselang satu hari kemudian, Selasa (16/6/2020), giliran Ahmad Firdaus, satu dari bakal calon (balon) Wakil Wali Kota Banjarmasin jalur perseorangan mundur. Daus -biasa ia disapa- pasangan dari Anang Misran memutuskan tak lagi melanjutkan langkahnya menghadap tahapan Pilwali Banjarmasin. Meskipun tahapan verifikasi faktual pasangan calon perseorangan bakal kembali dilanjutkan besok 24 Juni.

Sementara itu, pernyataan mengejutkan juga dilontarkan calon incumbent Bupati banjar KH Khalilurrahman. Untuk kali kedua, lelaki yang biasa disapa Guru Khalil ini, menyatakan tidak akan maju sebagai calon bupati Banjar periode 2020-2024.

Pernyataan tersebut disampaikannya saat rapat koordinasi, Senin (22/6/2020) di Martapura. Sejumlah pejabat di lingkup Pemkab Banjar pun membenarkan pernyataan Guru Khalil itu. Pertimbangan Guru Khalil untuk tidak maju sebagai calon bupati itu antara lain karena ingin lebih banyak waktu dengan keluarga. Kanalkalimantan,com mengonfirmasi pernyataan Guru Khalil itu melalui Kadis Kominfo Statistik dan Persandian Kabupaten Banjar, HM Aidil Basith.

Menyikapi hal tersebut, Koordinator Harian Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (KoDe Inisiatif) Ikhsan Maulana mengatakan, ada banyak potensi pelanggaran digelarnya Pilkada saat Covid-19. Salah satunya, adalah pemberian ‘bansos Corona’ dari para petahana kepala daerah masing-masing. Contoh nyata dari ini adalah kasus Bupati Klaten beberapa waktu lalu. Hal ini akhirnya “akan memberikan dampak pada persaingan kampanye yang tidak sehat dan fair,” katanya.

Potensi pelanggaran lain yang paling krusial, menurut Ikhsan, adalah makin besarnya potensi manipulasi dan jual-beli suara. “Masyarakat masih banyak yang terkena dampak ekonomi akibat Covid-19 ini, dan ini bisa saja dimanfaatkan oleh calon kepala daerah untuk jual beli suara atau politik uang.” Pada akhirnya, potensi masalah ini akan berdampak pada “kualitas pilkada” secara umum. (kanalkalimantan.com/tempo)

 

Editor : Cell

 


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->