Connect with us

Hukum

Mama Khas Banjar Tutup Akibat Pidana, Negara Belum Hadir Berikan Pendampingan ke UMKM

Diterbitkan

pada

Mini market Mama Khass Banjar di Jalan Trikora Banjarbaru menghentikan operasi jual beli usaha karena terseret masalah hukum. Foto : wanda

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU – Dua pekan terakhir UMKM di Banjarbaru bernama Mama Khas Banjar menutup permanen pelayanan dan operasional toko, buntut kasus pemidanan yang dilakukan aparat penegak hukum terhadap pemilik toko Firly Norachim.

Pemilik mini market ikan asin dan frozen food ini dijerat pasal karena dianggap melanggar ketentuan pelabelan pangan, khususnya tidak mencantumkan tanggal kedaluwarsa pada produk.

Kasus yang menimpa UMKM Mama Khas Banjar pun menjadi guncangan banyak pihak, terutama pelaku usaha kecil yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi lokal.

Baca juga: Polisi Tetapkan Syarifah Hayana Tersangka Kasus Netralitas Pemantau PSU


Seorang Akademisi dan pemerhati kebijakan publik Dr Eng Akbar Rahman ST MT menjelaskan, penindakan ini menimbulkan pertanyaan besar, benarkah penjara adalah jalan terbaik untuk membina UMKM.

Menurutnya tidak ada yang membantah pentingnya regulasi dalam menjamin keamanan konsumen. Undang-Undang Pangan dan Perlindungan Konsumen mewajibkan pelabelan yang mencakup informasi kritis, termasuk tanggal kedaluwarsa.

Namun, katanya, realitas di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar UMKM -terutama di sektor pangan tradisional- belum mendapatkan edukasi memadai mengenai aturan ini.

“Apakah kita bisa menyalahkan mereka sepenuhnya jika negara belum hadir secara optimal memberi pendampingan?,” ujar Akbar Rahman, dalam keterangan yang diterima, Senin (12/5/2025).

Baca juga: 45 Orang Jemaah Haji Asal Kapuas Diberangkatkan

“Pendekatan hukum yang langsung bersifat pidana terhadap pelaku UMKM memiliki konsekuensi serius. Bukan hanya menimbulkan trauma psikologis, tapi juga berisiko menghambat semangat kewirausahaan dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap keberpihakan negara pada usaha kecil,” tambahnya.

Dalam kasus Mama Khas Banjar, kata dia, penutupan toko, penyitaan barang, dan proses hukum tidak hanya menghancurkan usaha keluarga, tetapi juga mengikis kepercayaan terhadap sistem pembinaan usaha di daerah.

Pendekatan yang lebih bijak adalah pendekatan restoratif -bukan menghukum, tetapi memulihkan. Pemerintah pusat dan daerah bersama aparat penegak hukum harus menempatkan UMKM sebagai mitra pembangunan ekonomi.

Ia berpandangan bahwa solusi yang tepat seharusnya mencakup audit dan pelatihan berkala bagi UMKM tentang kewajiban pelabelan, pemberian masa transisi dengan surat peringatan sebelum penindakan, bantuan alat cetak label atau desain kemasan standar dari APBD atau CSR, serta praturan daerah khusus pembinaan UMKM yang melindungi pelaku usaha kecil dari kriminalisasi administratif.

Baca juga: Ketua DPRD Banjarbaru: Pemerintah Harus Sediakan Lowongan Kerja yang Layak

“Kasus ini seharusnya dijadikan momentum refleksi bahwa UMKM tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri di tengah kompleksitas regulasi. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap kebijakan yang dibuat memiliki mekanisme edukatif, adaptif, dan partisipatif, bukan hanya normatif dan legalistik,” imbuh dia.

Karena sejatinya, ujar Akbar, membangun bangsa tidak hanya tentang menegakkan hukum secara kaku, tetapi juga mengangkat yang lemah agar menjadi kuat.

“Jika kita ingin UMKM naik kelas, maka negara harus terlebih dahulu turun tangan, bukan hanya turun tangan dalam bentuk vonis,” tegas Akbar.

“Sudah saatnya Indonesia meninjau ulang bagaimana kita memperlakukan UMKM dalam sistem hukum dan ekonomi. Jangan sampai satu kesalahan teknis membuat satu keluarga kehilangan sumber hidupnya, dan ribuan UMKM lainnya kehilangan kepercayaan untuk tumbuh,” tuntasnya. (Kanalkalimantan.com/wanda)

Reporter: wanda
Editor: bie


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca