Connect with us

HEADLINE

‘Klub Bioskop Twenty One’, Kejanggalan Penyidik KPK yang Tersingkir karena TWK

Diterbitkan

pada

Ilustrasi. Suara.com/Ema Rohimah

KANALKALIMANTAN.COMTes Wawasan Kebangsaan mendapat sorotan negatif, karena banyak penyidik KPK yang menangani kasus korupsi kelas kakap tidak lulus saat mengikuti proses tersebut. Disebut lebih dulu bikin daftar nama pegawai yang harus terdepak sebelum TWK, apa komentar Firli Bahuri?

TELEPON GENGGAM Harun Al Rasyid berdering di sela-sela kesibukannya menangani sebuah kasus korupsi, pada pertengahan November 2020.

Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi yang biasa disapa rekan-rekannya sebagai syekh itu kaget, karena nama si penelepon adalah salah satu pucuk pimpinan lembaganya: Nurul Ghufron.

Wakil Ketua KPK tersebut meminta Harun menemui dirinya. Alasannya, ada hal penting mengenai nasib Harun yang harus disampaikan.

 

 

Masygul sekaligus ingin berhati-hati, Harun memberikan syarat agar pertemuan itu tak dilakukan di ruang kerja Ghufron.

Melalui sambungan telepon itu, Harun dan Ghufron akhirnya bersepakat bertemu di masjid lantai dua Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

Harun tak sendirian dalam persamuhan. Dia ditemani Sekretaris Jenderal Wadah Pegawai KPK Farid Andhika.

Baca juga: Warga Banjarmasin Geger, Seorang Lelaki Tewas Bersimbah Darah

Sehabis berbasa-basi, Ghufron memberikan informasi kepada Harun mengenai adanya daftar nama sekitar 20 sampai 30 penyidik serta penyelidik yang ditarget Ketua KPK Firli Bahuri untuk dipecat.

Harun terkaget-kaget, karena merasa tak memunyai kesalahan dalam bekerja. Pun sejak lama ia dan Firli saling mengenai dan berinteraksi, tak ada masalah pribadi antarkeduanya

Setengah tak percaya, Harun meminta Ghufron menunjukkan daftar nama yang dimaksudkan. Tapi, Ghufron menyatakan ia lupa di mana menyimpan dokumennya.

“Kamu sudah ditandai,“ kata Ghufron saat itu seperti dituturkan kembali Harun kepada IndonesiaLeaks, Kamis (27/5/2021).

Karena masih penasaran, Harun mengakui sempat mengonfirmasikan informasi tersebut kepada dua pemimpin KPK lainnya, dua pekan setelah bertemu Ghufron.

Melalui dua pertemuan itu, Harun mengklaim mengetahui sudah tak lagi ada prinsip kolektif kolegial di antara lima pemimpin KPK. “Kemampuan saya cuma segini,” kata Harun menirukan ucapan pimpinan tersebut.

Sejak pertemuan itu, pikiran Harun membuncah. Meski begitu, ia tetap menjalankan kerjanya sebagai penyidik.

Senin, 10 Mei 2021, ia memimpin tim melakukan operasi tangkap tangan terhadap Bupati Nganjuk Novi Rahman.

Selang sehari, Selasa 11 Mei, muncul surat keputusan terkait hasil Tes Wawasan Kebangsaan sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara.

Pada SK yang diteken Firli tertanggal 7 Mei itu, Harun dinyatakan tidak lulus dan dibebastugaskan. Termutakhir, Harun terancam dipecat.

Dia menduga, TWK hanya cara untuk menyingkirkan sejumlah penyidik serta penyelidik KPK, termasuk dirinya.

Novel Baswedan, penyidik senior KPK, juga sempat menyinggung perihal tak lagi ada prinsip kolektif kolegial di antara pemimpin lembaganya.

Dalam wawancara Ini Budi yang tayang di YouTube Tempodotco—anggota IndonesiaLeaks—Sabtu (22/5), Novel menduga hanya Ketua Firli Bahuri yang berkukuh mengadakan TWK. Novel menambahkan, mencurigai TWK digelar agar 75 pegawai KPK bisa disingkirkan melalui jalur prosedural.

Novel mengakui sempat berbicara dengan empat pimpinan KPK lain yang diklaimnya tak setuju TWK.

“Karena saya pernah komunikasi dengan pimpinan KPK lainnya, mengatakan mereka enggak setuju dengan situasi itu, kenapa kok peralihan harus dipersulit,” kata Novel dalam wawancara tersebut.

Dua wakil ketua KPK, yakni Nawawi Pamulango dan Nurul Ghufron, hingga berita ini dipublikasikan, Minggu (6/6/2021), belum menjawab permintaan konfirmasi lewat pesan WhatsApp dari IndonesiaLeaks.

Farid Andhika, Staf bagian Pengaduan Masyarakat sekaligus Sekretaris Jenderal Wadah Pegawai KPK, mengakui adanya pertemuan Harun – Ghufron serta informasi mengenai daftar nama tersebut. “Saya saksi hidupnya,” kata Farid, Jumat (28/5/2021).

Seingat Farid, dalam pertemuan itu, Ghufron menyebut ada 21 pegawai yang masuk daftar nama buatan Firli.

Baca juga: SADIS. Bertengkar, Suami di Batola Tega Tenggelamkan Istri di Sungai hingga Meninggal

Dirinya mengakui, bisa mengingat jumlah nama tersebut karena mengasosiasikannya dengan nama perusahaan jaringan bioskop di Indonesia.

“List nama penyidik yang mau disingkirkan itu ada. Seingat saya waktu itu Pak Ghufron bilang ada 21 orang. Saya ingat jumlahnya karena menyamakan dengan bioskop twenty one,” kata Farid.

Seharusnya lagi panen

HARUN, Farid dan Novel adalah 3 dari 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus TWK. Ketiganya kekinian dinonaktifkan dari tugas-tugasnya sejak 7 Mei 2021.
Lantaran banyak penyidik KPK yang dinonaktifkan setelah dinyatakan tak lulus TWK, sejumlah kasus pengusutan korupsi terancam terbengkalai.

Harun mengakui hal tersebut. Dirinya adalah penyelidik yang memimpin operasi tangkap tangan (OTT) Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah pada Februari 2021.

Sementara sehari sebelum SK penonaktifan dirinya diteken Firli, Harun memimpin OTT terhadap Bupati Nganjuk Nova Rahman Hidayat.

Karena Harun dibebastugaskan per 11 Mei, kasus OTT Bupati Nganjuk dialihkan KPK kepada Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.

Sebelum ribut-ribut TWK yang menyebabkan Harun dibebastugaskan serta terancam dipecat, dirinya dikenal sebagai ‘Raja OTT’.

Harun tercatat sebagai penyelidik yang menggelar OTT menjerat Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy menjelang Pilpres 2019.

Setahun sebelumnya, 2018, Harun bisa menggelar OTT hingga tiga kali dalam sepekan. Harun, di lingkungan KPK dikenal sebagai sosok yang memopulerkan kode “menanam” dan “menuai” dalam OTT.

Tak hanya itu, Harun adalah pemimpin Satgas DPO KPK yang memburu buronan kasus suap Harun Masiku.

Menurut Harun, pada masa-masa kekinian lah seharusnya KPK bisa “menuai” alias banyak melakukan OTT pelaku korupsi.

“Sekarang ini setelah TWK justru musim ‘menuai’. Saya minta Firli mencabut TWK karena saya mau menangkap banyak orang,” kata Harun.

Dikuntit

SEJUMLAH pegawai KPK merasa TWK hanya dijadikan jalan legal untuk menyingkirkan mereka dari tugas-tugas membongkar kasus korupsi kelas kakap. Harun salah satu dari pegawai yang merasakan hal tersebut.

Upaya penyingkiran itu kian menguat saat diadakannya TWK. Dalam tes itu, setiap pegawai KPK harus mengikuti Indeks Moderasi Bernegara (IMB), intergritas, dan wawancara.

Dalam tes wawacara, pegawai KPK yang disebut masuk daftar buatan Firli seperti Harun, diwawancarai oleh dua orang.
“Saya dites oleh dua pengetes senior,” kata harun.

Sementara pegawai KPK yang tak masuk daftar dan dinyatakan lolos tes, hanya diwawancara oleh satu orang asesor.

Tak hanya itu, Harun mencurigai sudah lebih dulu dikuntit oleh intelijen terkait kehidupannya sehari-hari sebelum mengikuti TWK. Harun, di lingkungan rumahnya merupakan pengasuh pesantren.

Kecurigaan itu bukan tanpa alasan. Harun mengungkapkan, mendapat kabar dari tetangganya bahwa ada dua orang datang menanyakan keberadaan pesantren dan ajaran yang diberikan kepada santri.

Hal sama juga dialami oleh Farid Andhika dan, Tri Artining Putri, para penyidik KPK yang menangani kasus-kasus korupsi kelas kakap.

Baca juga: 2023 Semua IKM di Kalsel Wajib Miliki Sertifikat Halal

Bahkan, saat proses wawancara TWK, Putri mengatakan asesornya memberikan pertanyaan yang tak berkorelasi dengan pemberantasan korupsi.

“Saya banyak ditanya tentang aktivitas Wadah Pegawai KPK. Kan tidak ada hubungannya sama sekali,” kata Putri.

KPK, dalam penyelenggaraan TWK, turut melibatkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Intelijen Negara, Badan Intelijen Strategis Mabes TNI dan Dinas Psikologi TNI AD.

Juru Bicara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Eddy Hartono mengakui lembaganya menelusuri rekam jejak pegawai KPK. Sebabnya, itu adalah permintaan BKN sebagai bagian dari upaya pencegahan terorisme.

“Ada permintaan dari BKN RI, ya kita laksanakan,” kata Eddy, Jumat (4/6/2021).
Namun, Eddy membantah penelusuran rekam jejak itu terkait adanya cap Taliban terhadap sejumlah pegawai KPK.

“Sebenarnya bukan karena isu taliban. Tak ada bicara masalah Taliban. Isu Taliban itu kan ada di luaran yang tidak jelas sumbernya,” kata dia.

Firli membantah

KETUA KPK Firli Bahuri, saat dikonfirmasi, Kamis (3/6/2021), menepis tuduhan membuat daftar nama pegawai yang bakal disingkirkan melalui jalur TWK.

“Proses TWK sudah berjalan. Apa kepentingan saya membuat list orang?” kata Firli.

Tim IndonesiaLeaks lantas mempertanyakan adanya informasi bahwa dirinya berada di balik skenario penyingkiran pegawai KPK.

Firli menjawab, “Ya silakan informasi Anda. Tapi, yang pasti, pimpinan dan seluruh pegawai KPK memiliki hak yang sama untuk mengikuti seleksi tes wawasan kebangsaan. Hasilnya seperti itu.”

Firli juga membantah penanganan kasus-kasus korupsi kelas kakap bakal terbengkalai karena para penyidiknya termasuk dalam 75 pegawai yang tak lulus TWK.

“Dalam pengalihan menjadi ASN, secara statistik 75 pegawai itu hanya 5,4 persen dari 1.351 orang. Dalam beberapa kali kesempatan, saya sampaikan bahwa pola kerja KPK tak bergantung pada orang per orang.”

Firli melanjutkan, “Kami bekerja sesuai dengan sistem, kita bekerja sesuai dengan ketentuan undang-undang, sehingga siapapun yang ada di KPK sama semangatnya. Sama komitmennya untuk melakukan pemberantasan korupsi.”. (Suara.com)
—————————–
Artikel ini merupakan hasil peliputan kolaboratif antara Suara.com, Majalah Tempo, Koran Tempo, Tempo.co, Tirto.id, KBR.id, Jaring.id, The Gecko Project, dan Independen.id, yang terhimpun dalam IndonesiaLeaks.

Editor : kk


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->