Connect with us

Manaqib

KH Ahmad Hudari, Takdir Mengiringnya Jadi Seorang Pengajar


Pernah mencoba meniti karier menjadi pengusaha, Guru Hudari malah dihadang masalah pelik. Setelah menemukan jalan keluar, beliau pun pulang ke kampung halaman, merajut kembali penghambaan yang sempat terabaikan.


Diterbitkan

pada

KH Ahmad Hudari. Foto : net

Terkait dengan majelis taklim di Makam Datu Kelampayan, Guru Hudari bercerita, dulu Syekh M Zaini bin Abdul Ghani yang membuka majelis tersebut, dan ditunjuklah beliau dan Guru Masdar sebagai pengajarnya. Namun seiring berjalannya waktu, Guru Hudari memutuskan untuk beristirahat karena kondisi kesehatan yang menurun.

“Sekarang aku istirahat,” jelas Guru Hudari. Beliau hanya menggelar majelis taklim di kediamannya di Desa Melayu Tengah, Kecamatan Martapura. Itu pun hanya tertinggal dua malam; Selasa malam (malam Rabu) dan Rabu malam (malam Kamis). “Malam Rabu biasanya, jamaahnya terdiri dari dosen-dosen di Banjarmasin (yang tergabung dalam Majelis Taklim al Hadi). Kalau malam Kamis, santri Darussalam,” ungkap suami Hj Zainun ini.

Adapun yang diajarkan dalam dua malam tersebut adalah Kitab Hidayatussalikin karya Syekh Abdussamad Palembang di malam Rabu, dan Kitab Tafsir Jalalain di malam Kamis.

“Kitab Hidayatussalikin itu komplit. Disana terdapat pembahasan seputar tauhid, fiqih, dan tasawuf,” terang Guru Hudari.

Selama perjalanan pendidikannya, Guru Hudari banyak memiliki guru. Namun, yang paling berkesan dari semua gurunya di antaranya, KH Seman Mulia, KH Salman Jalil, KH Anang Sya’rani Arif, KH Salim Ma’ruf, dan KH Salman Yusuf.

Guru Hudari sampai saat ini tercatat pernah menyusun sebuah risalah manakib (riwayat hidup) Syekh M Zaini Abdul Ghani. Thariqat yang dipegang dan terus diamalkan KH Ahmad Hudari adalah Thariqat Sammaniyah, yakni yang didirikan oleh Syekh Muhammad bin Abdul Karim as Samman al Madani.

Terkait dengan thariqat Sammaniyah ini, Guru Hudari pernah bercerita. Kurang lebih begini penuturan beliau: “Dulu aku sempat berdagang ke Kaltim. Ketika itu daganganku (permata) dibeli oleh seorang istri polisi (dengan harga yang lumayan mahal). Istri polisi ini selalu menunda-nunda pembayaran. Akhirnya aku pulang ke rumah membaca tawassul Syekh Samman dan Alhamdulillah ketika aku mau menagih bayaran, seorang anggota Polisi Militer yang aku tidak tahu dari mana asalnya mendampingiku ke rumah tersebut, hajatku dilancarkan. Mungkin kiriman Syekh Samman (beliau senyum saat menceritakan ini). Sepulang dari Kaltim, aku ditemui KH Badruddin (Guru Ibad Tunggul Irang) yang memintaku kembali mengajar di Darussalam.”

Sejak saat itu, Guru Hudari kembali mengajar di Darussalam dan menggelar majelis taklim di berbagai tempat hingga akhir usia.

KH Ahmad Hudari Wafat di kediaman beliau di Kampung Melayu Martapura pada tanggal 23 Agustus 2014. Mudah-mudahan Allah SWT mencurahkan segala rahmat dan ampunan kepada beliau, dan juga pada kita yang mencintai orang-orang seperti beliau. Wallahu’alam.

#Wawancara di kediaman beliau, di Desa Kampung Melayu, Martapura pada Selasa, 5 Maret, 2013.

(Ben Syaifi)


Laman: 1 2

iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->