Connect with us

HEADLINE

JATAM Bongkar 16 Pensiunan TNI dan Polisi di Pusaran Bisnis Tambang

Diterbitkan

pada

Aksi menolak jalan tambang di kantor Kehutanan Sumsel [Istimewa]

KANALKALIMANTAN.COM – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mencatat ada 16 nama pensiunan TNI-Polri terlibat dalam bisnis pertambangan yang merusak lingkungan di seluruh Indonesia.

Divisi Hukum JATAM Muhammad Jamil menilai ke-16 orang ini sangat mempengaruhi penegakan hukum dan pengawasan terhadap izin perusahaan tambang yang semakin serampangan merusak lingkungan.

“Kalau sudah begini maka akan sulit sekali kita mau menyatakan bahwa polisi dan tentara adalah pihak yang netral dalam memproses pengaduan dan laporan warga, karena pensiunan tentara dan polisi terhubung langsung dengan industri ekstraksi ini,” kata Jamil dalam jumpa pers virtual, Minggu (24/1/2021).

Konflik kepentingan ini semakin berbahaya karena dianggap hal yang normal dalam masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

“Ini yang diabaikan dalam rezim pemerintahan Jokowi ini, konflik kepentingan itu dianggap bukan masalah bagi pemerintah ini, padahal itu adalah masalah besar,” tegasnya.

JATAM mencatat sedikitnya ada 116 konflik di atas 1.640.400 hektar tanah (setara 3x luas Pulau Bali) antara masyarakat dengan perusahaan tambang di Indonesia sepanjang 2014-2020 atau masa pemerintahan Joko Widodo.

Kemudian ada 3.092 lubang tambang yang dibiarkan tanpa reklamasi atau perbaikan oleh perusahaan tambang di seluruh Indonesia, 168 warga meninggal karena terperosok ke dalam lubang tersebut.

Kondisi ini, menurut JATAM akan semakin parah karena disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja oleh pemerintah dan DPR.

Berikut 16 nama pensiunan TNI-Polri di lingkaran bisnis pertambangan:

1. Fahrul Razi – Komisaris PT Antam dan PT Toba Sejahtera

2. Luhut Binsar Panjaitan – Komisaris PT Toba Bara Sejahtera

3. Agus Surya Bakti – Komisaris Utama PT Antam.

4. Suaidi Marasabessy – Komisaris PT Kutai Energi

5. Laksamana TNI (Purn) Agus Suhartono – Presiden Komisaris PT Bukit Asam

6. Laksamana TNI (Purn) Marsetio – Komisaris Independen PT Berau Coal

7. Laksda TNI (Purn) Wardiyono – Direktur Utama PT Agtika Dwi Sejahtera

8. Irjen Pol (Purn) Alpiner Sinaga – Direktur PT Energi Cahaya Industritama dan Direktur PT Dunia Usaha Maju

9. Sintong Panjaitan – Komisaris PT Adimitra Baratama Nusantara, PT Kutai Energi dan PT Adimitra Baratama Nusantara (anak perusahaan Toba Bara Group)

10. Letjen Sumardi – Direktur PT Kutai Energi dan Direktur Utama PT Trisense Mineral Utama

11. Laksamana Muda TNI (Purn) Syamsul Bahri – Komisaris PT Bintang Prima Energi Pratama

12. Marsekal TNI (Purn) Djoko Suyanto – Komisaris Independen PT Adaro Energi

13. Edhy Prabowo – Pendiri PT Garuda Security Nusantara (perusahaan penyedia jasa keamanan pertambangan dan migas).

14. Komjen Pol (Purn) Nugroho Djajusman – Komisaris PT Bintang Prima Energi Pratama

15. Irjen Pol (Purn) Mathius Salempang – Komisaris PT Bukit Beiduri Energi dan Direktur PT Khotai Makmur Insan Abadi

16. Irjen Pol (Purn) Aryanto Sutad – Direktur PT Energi Cahaya Industritama dan Direktur PT Dunia Usaha Maju

Selama 6 tahun Jokowi berkuasa ratusan orang tewas karena konflik tambang. Ada 116 Konflik Tambang di 1.640.400 Ha Tanah selama Jokowi jadi Presiden.

Hal itu berdasarkan catatan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM). Konflik itu sepanjang 2014-2020 atau masa pemerintahan Joko Widodo. Ada 168 orang meninggal dunia.

Divisi Jaringan dan Simpul JATAM Nasional Ki Bagus mengungkapkan angka konflik pertanahan antara warga dan perusahaan tambang pada tahun 2020 saja tercatat ada 45 konflik di atas 714.692 hektar tanah, untuk dibayangkan luas ini setara dengan 3x luas wilayah Hong Kong.

“Di 2019 ada 11 konflik, kemudian tahun 2020 mencapai 45 konflik, atau hanya dalam satu tahun lonjakannya lebih dari empat kali, konflik yang paling banyak itu terkait perampasan lahan dan kriminalisasi,” kata Ki Bagus dalam jumpa pers virtual, Minggu (24/1/2021).

Potongan video viral, sebuah lahan tambang batu bara di Kabupaten Berau. [istimewa]

Jika ditotal dalam masa kepemimpinan Jokowi, sejak 2014 sampai 2020 tercatat sudah ada 116 konflik tanah tambang dengan luasan 1.640.400 hektar atau setara 3x luas Pulau Bali.

“Ini catatan yang sangat buruk, karena dalam waktu setahun saja konflik yang terjadi bisa 5 kali lebih banyak dari tahun 2019,” jelasnya.

Lebih lanjut, JATAM juga mencatat ada 3.092 lubang tambang yang dibiarkan tanpa reklamasi atau perbaikan oleh perusahaan tambang di seluruh Indonesia.

Sebaran ribuan lubang tambang itu ada di Aceh (6), Riau (19), Sumatera Barat (22), Bengkulu (54), Lampung (9), Jambi (59), Sumatera Selatan (163), Banten (2), Kalimantan Selatan (814), Kalimantan Utara (44), Kalimantan Timur (1.735), dan Sulawesi Selatan (2).

“Kita mencatat dari 2014-2020 ada 168 warga menjadi korban di lubang tambang, mayoritas anak-anak, contoh di Samarinda Kaltim ada sekitar 39 anak meninggal karena tenggelam di lubang tambang, ada juga yang terbakar karena jatuh ke lubang yang masih ada batu baranya,” ungkapnya.

Aksi menolak jalan tambang di kantor Kehutanan Sumsel [Istimewa]

Kondisi ini, menurut JATAM akan semakin parah karena disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja oleh pemerintah dan DPR.

“Apalagi sekarang kewenangan memberi izin, mengawasi pertambangan itu seluruhnya diserahkan ke pemerintah pusat lewat UU Cipta Kerja, sementara saat dikerjakan pemerintah daerah saja seperti ini potret daya rusaknya, bagaimana kalau semua terpusat di Jakarta,” tutupnya. (suara.com)


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->