Connect with us

HEADLINE

Tak Cukup Denda, Warga Bisa Gugat Pengerjaan Jalan ‘Bubur’ Liang Angang-Batibati

Diterbitkan

pada

Proyek rehabilitasi jalan nasional Trans Kalimantan ruas Liang Anggang-Batibati yang masih belum tuntas. Foto: ibnu

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU – Proyek rehabilitasi jalan ‘bubur’ Liang Anggang-Batibati sudah memasuki masa addendum bagi pihak pelaksana.

Progres pengerjaan dari awal yang tidak sesuai metode awal perencanaan, hingga pengawasan terhadap kinerja kontraktor yang dianggap lemah menjadikan proyek rehabilitasi jalan tersebut menjadi lamban.

Lambannya proyek rehabilitasi yang juga berdampak parah bagi warga, membuat roda perekonomian warga ngadat hingga aktivitas sehari-hari mereka yang lumpuh.

Proyek yang menelan anggaran dari APBN sebesar Rp 74 miliar itu dikerjakan sejak Agustus 2021. Namun, progresnya jauh dari harapan. Tak cuma denda, ancaman pidana kini juga menanti.

 

 

Baca juga: APPBI: Larangan Ekspor Batu Bara Bisa Sebabkan Sengketa

Alih-alih membaik, kerusakan jalan nasional Trans Kalimantan itu justru makin parah. Penuh lumpur bak bubur terlebih ketika hujan mengguyur.

Sehingga tak salah jika pekerjaan jalan Liang Anggang-Batibati disebut masuk dalam kategori kegagalan konstruksi.

Hal ini pun menjadi sorotan pemerhati kebijakan publik Kalimantan Selatan, Muhammad Pajri mengungkapkan dirinya siap membentuk tim advokasi untuk warga yang merasa dirugikan.

Proyek rehabilitasi jalan nasional Trans Kalimantan ruas Liang Anggang-Batibati yang masih belum tuntas. Foto: ibnu

“Warga yang rugikan sekitar jalan ini bisa menggugat ganti rugi,” ujarnya kepada kanalkalimantan.com, Senin (3/1/2022).

Dirinya sangat sepakat dengan usulan publik, menurutnya audit bisa dilakukan mulai dari siklus pra-pelaksanaan sampai pelaksanaan kontrak pekerjaan.

Baca juga: Keluh Kesah Mereka yang Terdampak Penutupan Underpass Km 101 Tatakan

Hasil audit bisa menentukan pihak mana yang bersalah. Dan siapa yang bertanggung jawab secara hukum mengganti setiap kerugian. Termasuk ke masyarakat pengguna jalan.

“Supaya jadi pembelajaran, jangan sampai masyarakat terus menerus yang dirugikan, apalagi dananya sangat fantastis,” ujarnya.

Selain menghambat transportasi, kesemrawutan proyek satu ini jelas berimbas pada perekonomian warga setempat.

Perbaikan jalan dinilai lambat, alhasil, pendapatan pedagang warga di sepanjang ruas jalan terimbas.

Kesemrawutan proyek ini rupanya dapat berimplikasi ke pelanggaran Pasal 273 Ayat (1), (2), dan (3) UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Kewenangan dan tanggung jawab penyelenggara jalan telah diatur pada Pasal 24 ayat (1) UU No 22 tahun 2009.

Baca juga: Menengok Progres Perbaikan Jalan Liang Anggang-Batibati di Masa Denda

Penyelenggara jalan wajib segera memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.

Sedangkan pada Pasal 24 (2) menyatakan penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas.

Tanggung jawab berdasar UU 2/2017 tentang jasa konstruksi menyebut pengerjaan proyek yang tak memenuhi ketentuan hingga menyebabkan kegagalan kerja dapat dipidana maksimal lima tahun penjara atau denda maksimal 10 persen dari nilai kontrak.

“Harus bertanggungjawab. Cuaca dan hujan harusnya tidak jadi alasan,” jelas Ketua Young Lawyers Peradi Banjarmasin ini.

“Jika publik merasa terganggu atau bahkan menjadi korban kerusakan jalan bisa, warga silakan menggugat,” sambungnya.

Proyek jalan nasional Liang Anggang-Batibati terbagi dua paket. Dikerjakan PT Anugerah Karya Agra Sentosa dan PT Nugroho Lestari.

Baca juga: Susul MI, Tersangka MA Pelaku Penusukan Malam Tahun Baru Datangi Polsek Diantar Keluarga

Paket pertama pekerjaan rehabilitasi Jalan Simpang Liang Anggang sampai Batas Kota Pelaihari dengan panjang mencapai 3,52 Km. Dikerjakan PT Anugerah Karya Agra Sentosa senilai Rp 41,7 miliar.

Kemudian paket kedua pekerjaan Batas Pelaihari sampai pertigaan Batibati hingga Jalan Benua Raya, Batibati sepanjang 2,7 Km oleh PT Nugroho Lestari senilai 32,9 miliar.

Memasuki masa addendum nilai denda dihitung berdasar Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Pasal 120 Perpres itu mengatur, penyedia barang/jasa yang terlambat menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam kontrak, dapat dikenakan denda keterlambatan sebesar 1/1000 (satu per seribu/permil) dari harga kontrak atau bagian kontrak untuk setiap hari keterlambatan dan tidak melampaui besarnya jaminan pelaksanaan.

Kedua paket sama-sama bekerja di masa denda. Seksi 1 sekitar 40 juta sehari, sedangkan seksi 2 kurang lebih 30 juta per harinya. (kanalkalimantan.com/ibnu)

Reporter : ibnu
Editor : bie


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->