Connect with us

Budaya

Menengok Eksistensi Pengrajin Atap Daun Rumbia di Sungai Tabuk Melawan Atap Bikinan Pabrik

Diterbitkan

pada

Warga Desa Sungai Tabuk Keramat mehambit atau membikin atap dari daun rumbia. Foto: Norhasanah

KANALKALIMANTAN.COM, MARTAPURA – Jalan Swadaya di Desa Sungai Tabuk Keramat, Kecamatan Sungai, Tabuk Kabupaten Banjar, dikenal dengan sebutan Kampung Pantai Rumbia karena memang terdapat banyak pohon rumbia.

Mayoritas warga setempat pekerjaan pokoknya adalah bertani, namun di waktu luang kegiatan mereka banyak mengolah atau bahasa Banjar-nya disebut mehambit atap dari daun rumbia.

Pohon rumbia, banyak dimanfaatkan warga seperti bagian daunnya dapat digunakan sebagai atap, pelepah atau dahan rumbia digunakan sebagai salah satu komponen mehambit atap, dan batang rumbia dapat dijadikan sagu.

Kanalkalimantan.com mencoba menggali dan melihat sejauh mana eksistensi kampung rumbia itu di era modern saat ini.

Baca juga: Buntut Sebut Golkar Pakai Kaos Kuning, Kadisdikbud Muhammadun Dipanggil Bawaslu Kalsel

Kepala Desa Sungai Tabuk Keramat, H Ahmad Sofyan (66) menceritakan, sejak berpuluh-puluh tahun lalu sekitar 20 orang yang mempunyai usaha dan membuat atap sendiri tersebut belum termasuk dengan orang yang diupah untuk membuat saja.

“Dulu warga memang fokus untuk usaha mehambit atap, karena memang banyak pembelinya meski warga kebanyakan bertani,” beber dia saat ditemui, Senin (13/11/2023).

Warga Desa Sungai Tabuk Keramat mehambit atau membikin atap dari daun rumbia. Foto: Norhasanah

Saat itu sedang puncak ramainya pembeli atap daun rumbia karena memang dulu banyak rumah yang beratapkan daun rumbia, tak hanya itu atap daun rumbia ini juga digunakan untuk kandang ayam dan gudang proses pengolahan bata.

Namun hingga 2023 ini, mehambit atap daun sudah sangat berkurang sangat.

“Menurun banar (sangat menurun) menurut saya karena persaingan, atap banyak yang berganti ke jenis atap lain,” ucap Pembakal (Kades, red) yang telah menjabat selama hampir tiga periode ini.

Saat ini, ungkap dia, warga mehambit atap rumbia hanya sebagai selingan atau pekerjaan sampingan saja lebih pokok kepada bertani di sawah atau musim sesudah tanam atau panen pasti akan ada mehambit atap daun rumbia itu.

Baca juga: Korupsi Proyek Jalan Desa, Mantan Kades Talusi Kotabaru Divonis 1,5 Tahun Penjara

Suasana di Desa Sungai Tabuk Keramat. Foto: Norhasanah

Kini, lanjut dia, banyak rumah yang memakai atap genteng dan juga seng, hampir tidak ada lagi rumah beratapkan daun rumbia meskipun ada hanya dapat dihitung dengan jari.

Atap daun rumbia saat ini hanya digunakan untuk atap kandang ayam, dan bisa juga untuk keperluan atap tempat wisata.

“Diperkirakan untuk 10 hingga 20 tahun kedepan produksi atap rumbia mungkin akan tetap ada diproduksi, hanya jumlahnya berkurang,” beber dia.

Masnah (40), warga Jalan Swadaya RT 01 Desa Sungai Tabuk Keramat, Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, menceritakan bahwa usaha mehambit atap ini sudah berjalan 20 tahun lebih, bisa dikatakan turun temurun dalam beberapa generasi.

Baca juga: DPRD Kapuas Terima Kunjungan Komisi III DPRD Tapin

“Pekerjaan pokok kami bertani misalkan sudah selesai musim tanam kami baru lanjut mehambit atap daun lagi. Jadi jika musim tanam padi atau musim panen padi kami istirahat sementara untuk pengerjaan mehambit atap daun rumbia ini,” ujar dia.

Dahulu, papar dia, harga atap daun rumbia sangat murah banar, yakni untuk 100 lembar dihargai Rp10.000. Lalu harga mulai naik secara berangsur hingga sekarang harga untuk 1 lembarnya Rp2.000.

Baca juga: Polres Banjar Turunkan 642 Personel Pengamanan Pemilu 2024

Setiap hari dia mehambit dari pukul 06.00 Wita hingga pukul 15.00 Wita, bisa membikin atap daun rumbia antara 30 – 50 lembar.

Menurut dia, ada khusus mobil pikap yang datang dan membeli sekitar 500 hingga 2.000 lembar atap rumbia.

Jadi agar dapat memenuhi permintaan itu, beberapa warga atau rumah yang mehambit bekerjasama untuk memenuhi permintaan tersebut.

Terkait dengan era modern saat ini, Masnah yakin hingga 10 tahun yang akan datang mehambit di desa itu masih tetap ada.

Baca juga: BPBD Kalsel-Organisasi Penyandang Disabilitas Pelatihan Relawan Pencegahan dan Mitigasi Bencana

“Selama masih ada pembeli atap daun rumbia kami akan terus mehambit atap daun rumbia,” katanya.

Berbeda dengan cerita Zainab (30), warga lainnya yang memperoleh uang tambahan hanya dari mehambit atap daun rumbia.

Kanalkalimantan.com mengunjungi ke kediamannya dan berbincang seputar mehambit atap dari daun rumbia.

Ibu rumah tangga yang kegiatan sehari-harinya mehambit atap daun rumbia itu menyatakan, sejak usia 7 tahun belajar mehambit atap daun rumbia dari Ibu dan neneknya yang setiap hari melakukan pekerjaan itu. Namun, dengan menggunakan daun rumbia berukuran kecil.

Baca juga: Dresscode Hitam-hitam Kader Banteng Kalsel di Rakerda IV

Zainab rutin mehambit atap mulai dari saat pandemi covid atau sejak 2020.

Dia memutuskan untuk ikut kerja mehambit atap daun rumbia yang bisa dikerjakannya di rumahnya sendiri.

“Dalam satu hari aku dapat menghasilkan 30 hingga 50 lembar atap daun rumbia,” ucap ibu satu anak ini.

Jika ia telah selesai, sebanyak minimal 100 lembar atap akan ia serahkan kepada yang punya usaha tersebut, dan diberikan harga Rp2.000 per lembar atapnya.

Baca juga: Gempa Bumi Balangan-Tabalong Akibat Sesar Meratus, Terasa Truk Berlalu

Dari hasil itu ia dapat uang tambahan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari selain dari penghasilan suaminya.

Sejauh ini, atap dari daun rumbia masih eksis di era modern. Ini berbeda dengan bahan atap dari kayu ulin alias sirap yang sudah tidak terlihat lagi warga yang memproduksi.

Hal ini dikarenakan selain karena banyak bangunan yang kini menggunakan atap berbahan seng atau genteng, ulin sudah makin susah didapat. (Kanalkalimantan.com/norhasanah)

Reporter : Norhasanah
Editor : Dhani


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->