Connect with us

OPINI

Kurikulum Kampus Merdeka, Sebuah Dilema Perguruan Tinggi

Diterbitkan

pada

ilustrasi/Foto: DrAfter123

KANALKALIMANTAN.COM – Kebijakan kampus merdeka yang dilaunching bulan Januari 2020 oleh Mendikbud memberikan tonggak perubahan pada sistem pendidikan tinggi di negeri ini. Kebijakan ini dinyatakan sebagai kelanjutan kebijakan yang disampaikan sebelumnya yaitu merdeka belajar.

Noer Komari, Dosen Kimia FMIPA ULM. Foto: courtesy

Ada empat kebijakan pokok terkait dengan kampus merdeka ini antara lain: sistem akreditasi perguruan tinggi, hak belajar mahasiswa 3 semester di luar prodi, pembukaan prodi baru dan kemudahan menjadi PTN-BH.

Terobosan terobosan kemendikbud terkait kampus merdeka diharapkan dapat membangun sistem pembelajaran secara professional dengan menyiapkan sumber daya manusia unggul, menguatkan kurikulum yang integrated dan sarana prasarana yang memadai untuk bersaing secara global serta menghasilkan lulusan yang siap terjun di dunia kerja secara langsung.

Salah satu point penting dalam 4 kebijakan kampus merdeka tersebut adalah hak belajar mahasiswa 3 semester di luar prodi atau setara 60 SKS (satuan kredit semester). Kebijakan ini akan memaksa pengelola perguruan tinggi melakukan perubahan total pada kurikulum pembelajaran.

 

Sebagaimana diketahui, kebijakan ini relatif sangat baru dan belum banyak perguruan tinggi yang menerapkan sebelumnya. 60 SKS yang harus ditempuh mahasiswa diluar prodi, dapat berupa kegiatan belajar di kelas, magang atau praktik kerja di industri atau organisasi, pertukaran pelajar, pengabdian masyarakat, wirausaha, riset, studi independen, maupun kegiatan mengajar di daerah terpencil. Berdasarkan Buku Panduan Merdeka Belajar – Kampus Merdeka yang dikeluarkan direktorat jendral Pendidikan Tinggi, kemendikbud 2020, ada 8 alternatif yang dapat dipilih oleh mahasiswa dan menjadi hak mahasiswa, yaitu:

 

Baca juga :

Kalsel Belum Beranjak dari 5 Besar Penyumbang Covid-19

 

1) Pertukaran pelajar dengan full credit transfer. Kegiatan ini berupa kegiatan belajar lintas prodi atau bahkan lintas kampus. Kegiatan ini diharapkan menjadi tambahan wawasan lintas ilmu, pengetahuan, budaya dan sosial bagi mahasiswa.

2) Magang atau praktik kerja. Kegiatan ini sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh perguruan tinggi dengan porsi atau pendekatan yang berbeda beda. Program ini dilaksanakan dengan 1 sampai 2 semester magang atau kerja praktik di industri atau dunia kerja bagi mahasiswa. Lama magang 1 atau 2 semester akan membekali mahasiswa dengan lebih banyak pengetahuan dan ketrampilan. Di sisi lain dunia industri atau profesi tempat magang akan mendapatkan tenaga segar dan dapat ditindaklanjuti dengan rekrutmen sebagai pegawai.

3) Asistensi mengajar di satuan Pendidikan. Kegiatan ini berbentuk asistensi mengajar di satuan belajar tingkat SD/MI, SMP/MTS atau SMA/MA/SMK. Kegiatan ini akan membekali mahasiswa yang berminat di dunia pendidikan untuk menyalurkan bakatnya sebagai guru atau mentor.

4) Penelitian atau riset. Kegiatan ini dalam bentuk penelitian atau riset di lembaga riset tertentu sesuai dengan bidang minat mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki passion peneliti diharapkan dapat mengembangkan minat dan bakatnya di bidang penelitian sampai pada taraf terampil. Sebenarnya di perguruan tinggi telah menjadikan penelitian atau riset ini sebagai bagian tridharma. Akan tetapi pengalaman penelitian atau riset di lembaga riset tertentu dengan tema yang lebih terarah akan memberikan pengetahuan tentang ilmu dan aplikasinya dalam bidang kajian tersebut. Keahlian meneliti dalam bidang kajian tersebut akan menjadikan mahasiswa lebih terampil dibandingkan jika penelitian tersebut dilakukan di perguruan tinggi.

5) Proyek kemanusian. Bantuan perguruan tinggi pada banyak aktivitas penanganan suatu bencana umumnya bersifat volunteer dan sesaat. Nah, kegiatan proyek kemanusiaan ini diharapkan mampu membekali mahasiswa untuk menumbuhkan kepekaan sosial dan menyumbangkan potensinya untuk kemanusiaan tersebut. Keikutsertaan mahasiswa dalam pengelolaan proyek kemanusian juga akan memberikan pengalaman lapangan yang berbeda serta pengalaman pengelolaan keorganisasian tentang proyek kemanusiaan.

6) Kegiatan wirausaha. Kegiatan wirausaha mahasiswa selama ini dikembangkan sebagai bagian dari kegiatan minat dan bakat mahasiswa yang bukan bagian dari kurikulum. Hanya ada sebagian kecil prodi yang mencantumkan kewirausahaan masuk dalam kurikulumnya. Kampus merdeka akan menjadikan kegiatan wirausaha ini menjadi bagian dari pengembangan kurikulum prodi. Kegiatan wirausaha diharapkan mampu mengembangkan minat dan bakat mahasiswa di bidang wirausaha dengan bimbingan yang lebih intensif dan terarah. Dan tentu saja, kegiatan wirausaha ini diharapkan akan mencetak wirausahawan-wirausahawan muda yang berpendidikan dengan sentuhan iptek pada konten usahanya .

7) Studi atau proyek independen. Kegiatan ini menfasilitasi mahasiswa yang punya ide atau gagasan untuk dikembangkan menjadi karya yang kreatif dan produktif. Karya tersebut dapat berorientasi untuk kompetisi, untuk riset atau untuk pengembangan usaha baik skala nasional maupun internasional. Proyek independen diharapkan mampu melahirkan kreator kretaor muda yang memberikan dampak positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi serta dampak ekonomi masayarakat.

8) Membangun desa atau kuliah kerja nyata. Kegiatan ini sudah lama dilaksanakan oleh banyak perguruan tinggi. KKN ada yang menjadi mata kuliah wajib tetapi ada juga yang menjadi sekedar mata kuliah pilihan. Pola baru yang banyak dipakai adalah KKN tematik atau KKN pemberdayaan masyarakat atau KKN wirausaha atau bentuk lainnya. Kegiatan ini diharapkan menjadi jembatan bagi masyarakat dengan dunia perguruan tinggi, juga menjadi penghubung antara instansi pemerintah daerah dengan perguruan tinggi. Mahasiswa akan banyak belajar tentang sosiologi masyakarat desa. Dan sebaliknya masyarakat desa akan mendapat pencerahan dari mahasiswa dengan berbagai ilmu, pengetahuan dan ketrampilan yang dimilikinya.

Baca juga :

Anak Jin Terekam CCTV saat Curi HP di Jalan Veteran

Apakah semua perguruan tinggi akan mampu melaksanakan merdeka belajar – kampus merdeka tersebut sesuai panduan yang ditetapkan? Apakah program ini akan berjalan mulus, tanpa kendala? Apakah akan ada tawar menawar dana fleksibilitas dalam pelaksanaannya? Apakah perguruan tinggi siap berubah dan siap menerapkannya? Sangat tidak mudah untuk menjawab pertanyaan pertanyaan ini. Paling tidak, bila dicermati dengan baik tentu akan banyak kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan merdeka belajar-kampus merdeka tersebut, terutama terkait dengan hak belajar 3 semester di luar prodi. Kendala kendala itu antara lain:

a. Harus merubah kurikulum secara total. Membuat dan menyusun kurikulum dengan “suasana baru” bukanlah hal mudah. Sumber daya manusia, dosen dan tenaga kependidikan, kadang menjadi bagian yang harus dipertimbangkan secara mendalam, baik ketersediaan maupun kepakarannya. Selain itu, kemampuan untuk menyusun kurikulum berbasis 8 proyek merdeka belajar tersebut pasti memerlukan pemikiran yang kritis, tajam dan pengalaman yang mumpuni.

Hal ini tidak mudah, apalagi harus diuraikan dalam panduan yang rinci dalam waktu yang singkat. Pencapaiaan sasaran pembelajaran atau kompetensi mahasiswa harus menjadi bagian penting yang dipertimbangkan. Menyusun kurikulum bukanlah sekedar menyusun daftar mata kuliah saja. Kurikulum yang baik harus dilandasi oleh idealisme (visi misi tujuan) prodi, kemampuan prodi baik dari sisi SDM maupun sarana prasarana, potensi stakeholder serta perubahan global yang sangat cepat.

Dalam pelaksanaannya, juga bukan hal yang mudah, sebab kurikulum merdeka belajar – kampus merdeka ini memerlukan banyak stakeholder untuk membangun kerjasama. Kurikulum yang ideal akan mencetak alumni yang handal sesuai yang dikehendaki oleh UU No. 20 Tahun 2003 pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

b. Perubahan besar pada aturan akademik perguruan tinggi yang selama ini diterapkan. Konsekwensi perubahan kurikulum berimplikasi luas kepada banyak peraturan yang ada di perguruan tinggi, terutama peraturan akademik kampus. Penyesuaian peraturan ini tenta saja membutuhkan waktu yang tidak pendek dan menyita banyak pemikiran. Selain itu juga memaksa untuk menyiapkan banyak peraturan yang akan diberlakukan dalam pelaksanaan kurikulum baru. Penyiapan banyak tim penyusun juga menjadi kendala tersendiri karena sebagian besar tim biasanya belum berpengalaman dalam penyusunan peraturan, apalagi peraturan baru. Tidak semua kampus dapat merespon dengan cepat perubahan kurikulum kampus merdeka tersebut, karena berbagai faktor, misalnya kebiasaan menunggu juklak dan juknis, terbatasnya anggaran untuk perubahan tersebut, dan yang penting sulitnya merubah “mindset lama” untuk perubahan yang baru.

c. Egoisme prodi, fakultas atau institusi PT. Kita tidak bisa memungkiri bahwa kendala yang nanti akan dihadapi dalam pelaksanaan kurikulum kampus merdeka adalah egoisme sektoral baik di tingkat prodi, fakultas atau PT. Klasterisasi akreditasi bisa menjadi salah satu sebab. Akan sangat mungkin bahwa prodi dengan akreditasi A hanya akan menerima mahasiswa pertukaran belajar sama sama A atau minimal B. Lalu bagaimana dengan yang akrediasinya C? Mungkin saja terjadi bahwa perguruan tinggi dengan akreditasi A mematok biaya tertentu untuk membuat MOU dengan perguruan tinggi lainnya dalam kaitan dengan pertukaran riset atau mahasiswa. Kita berharap bahwa ego sektoral ini tidak terjadi dan tidak mengemuka di dunia pendidikan kita, dalam pelaksanaan merdeka belajar – kampus merdeka ini.

d. Finansial. Perubahan kurikulum berdampak pada perubahan anggaran. Anggaran keuangan orang tua mahasiswa bisa saja makin naik sebagai konsekwensi dari 8 program tersebut, meskipun pelaksanaannya berbeda beda untuk masing masing prodi. Ada peluang prodi prodi bersaing untuk membuat program tertentu dan terpilih dari 8 program tersebut yang bersifat hight cost. Dari sisi pelaksana, perguruan tinggi, operasionalisasi 8 program tersebut akan memaksa untuk menaikkan UKT (uang kuliah tunggal) mahasiswa sebagai biaya pelaksanaan kegiatan. Delapan jenis kegiatan dalam kurikulum tersebut membutuhkan anggaran yang tidak sedikit dalam pelaksanaannya. Pilihan jalur dari 8 pilihan tersebut sangat mungkin ditentukan oleh faktor keuangan orang tua mahasiswa.

Kita mengetahui bahwa 8 jalur kurikulum tersebut adalah hak mahasiswa, bukan kewajiban. Hak tersebut tentu boleh diambil boleh juga tidak. Mahasiswa boleh memilih alternatif yang disediakan oleh prodi dari 8 jalur tersebut. Boleh jadi masing masing prodi berbeda dalam menentukan 8 alternatif tersebut. Boleh jadi prodi akan memilih jalur yang mudah dilaksanakan, biaya ringan dan tidak memerlukan energi besar. Akankah kurikulum merdeka belajar-kampus merdeka ini dapat berjalan dengan baik? Sebuah dilema ada di hadapan para mahasiswa dan para pengelola institusi perguruan tinggi. Antara idealisme dan realitas pembelajaran. Kita tunggu saja tanggal mainnya. (nkomari@ulm.ac.id)

Oleh: Noer Komari
(Dosen Kimia FMIPA ULM)

 

 


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->