Connect with us

VOA

Film “Sexy Killers” Ungkap Elit Politik di Balik Batu Bara

Diterbitkan

pada

Film “Sexy Killers” berdurasi 1,5 jam ini menelusuri proses penambangan batu bara sejumlah daerah yang menimbulkan masalah lingkungan. foto: watchdoc

Industri batu bara sudah lama dikenal punya dampak lingkungan. Namun tak banyak yang tahu, dibalik industri ini ada nama-nama politisi. Sebuah film dokumenter berjudul “Sexy Killers” berusaha mengungkapnya.

Film berdurasi 1,5 jam ini menelusuri proses penambangan batu bara di Kalimantan hingga dibakar di PLTU untuk menjadi listrik, yang menyebabkan dampak lingkungan dan kesehatan. Dalam film ini diceritakan bagaimana industri batu bara berdampak pada warga, terutama nelayan dan petani.

Dokumenter karya Watchdoc ini merupakan hasil “Ekspedisi Indonesia Biru” berkeliling Indonesia satu tahun. Selain film ini, Watchdoc telah memproduksi dokumenter yang memotret masalah lingkungan lain seperti ‘Samin vs Semen’ soal Pabrik semen di Jawa Tengah, ‘Kala Benoa’ tentang Teluk Benoa di Bali, dan ‘Asimetris’ tentang sawit.

Seratus lebih warga mengikuti pemutaran film “Sexy Killers” di Bandung, Rabu, 10 April 2019. foto: LBH Bandung

Wildan Siregar dari Walhi Jawa Barat mengatakan, film “Sexy Killers” menunjukkan perubahan besar di industri batu bara Indonesia. Kata dia, negara-negara Eropa sudah kurang berminat dengan batu bara karena dampak lingkungannya. Akibatnya, harga komoditas ini pun turun dan Indonesia harus menggunakan batu bara yang terlanjur ditambang.

“Di Indonesia karena sudah terlanjur ditambang. Ya, mau nggak mau, bagaimana nih caranya. Ya, akhirnya banyak industri yang menggunakan batu bara, karena memang murah,” jelasnya kepada VOA usai pemutaran film di Bandung, Rabu (10/4) malam.

Penambangan dan pembangunan kerap berdampak bagi masyarakat di sekitarnya. Sayangnya, hal itu tidak disampaikan secara jujur ke publik, ujar Lasma Natalia dari LBH Bandung.

“Dikasih tahunya yang bagus-bagusnya saja. Bahwa pembangunan ini dampaknya begini dan begini. Tapi efek jangka panjangnya tidak pernah disampaikan,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Di samping sosialisasi, ujar Lasma, sejumlah kasus lingkungan juga memiliki Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang diragukan kesahihannya.

“Segala pencemaran itu kan harusnya setahun dan beda musim. Kadang-kadang mereka ambil sehari, dua hari. Jadi sampel yang dilihat untuk menentukan ada pencemaran atau tidak, tidak clear. Dan itu standarnya tidak sesuai,” jelasnya lagi.

 

Batu Bara Pertemukan Elit Politik Dua Kubu

Film karya dua jurnalis Dandhy Dwi Laksono dan Ucok Suparta ini juga menjabarkan nama para politisi di balik industri tambang. Para politisi ini, meski berada di kubu Jokowi dan Prabowo, pada akhirnya tetap terhubung sebagai sesama pengusaha.

Misalnya, Luhut Pandjaitan yang jadi tim sukses Joko Widodo dan kini menjabat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, membeli saham PLTU Paiton milik Sandiaga Uno, Cawapres Prabowo Subianto.

Sementara itu, Maruf Amin yang jadi cawapres Jokowi, menjadi penasihat di sejumlah bank syariah. Salah satu bank ini mendapatkan investasi dari perusahaan Singapura yang orang-orangnya terhubung ke perusahaan Luhut.

Film “Sexy Killers” mengungkap sejumlah politisi dari kubu Jokowi dan Prabowo yang tetap terhubung sebagai pengusaha tambang. Data ini didasarkan para investigasi Jaringan Advokasi Tambang (JATAM). foto: watchdoc

Pemetaan nama ini didasarkan pada investigasi Jaringan Advokasi Tambang (JATAM). Wildan dari Walhi mengatakan, data-data itu bisa dipercaya.

“Mereka memang melakukan kerja-kerja investigasi. Saya kira cukup terkonfirmasi berita itu. Memang bukan hal yang rahasia, kita sering dengar kalau usaha tambang itu di baliknya ada militer. Mungkin sejauh ini kita tidak tahu namanya siapa, tapi dalam film ini kita bisa melihat dibuka dengan yang ada di pemerintahan saat ini, yaitu jenderal-jenderal,” jelasnya lagi.

Film ini dirilis sejak awal April dan selama dua pekan sudah diputar di lebih dari 50 lokasi se-Indonesia. Pada 14 April atau 3 hari sebelum pemungutan suara Pilpres, film ini secara utuh diunggah ke Youtube dan sudah ditonton 17 juta kali. Di beberapa lokasi, film ini dilarang diputar karena dianggap mempromosikan golput.

Namun, Lasma dari LBH Bandung mengatakan, film ini sebenarnya mengajak masyarakat lebih kritis dalam memilih pemimpin.

“Dan tidak menutup mata. Jadi kalau kita memilih, memilih tuh dengan akal sehat. Saya tidak mau mengarahkan 01, 02, atau tidak memilih sama sekali. Tapi intinya kesadaran. Ketika kita menentukan pilihan itu dengan akal sehat dan kita lihat kondisi sosial. Misalnya, kita milih X, kita tahu nanti kita minta ke dia apa,” jelasnya. (rt/em/kk/voa)


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->