Connect with us

Hukum

Proyek Penghijauan 2017 Dibidik KPK?, Rizani: Siap Buka-bukaan, Kalau Tidak Kebocoran Lebih Banyak

Diterbitkan

pada

Sidang ke-7 di Pengadilan Negeri Banjarmasin, kasus pencemaran nama baik Kadishut Kalsel Hanif Faisol Nurofiq. Foto : Mario

BANJARMASIN, Tersangka pencemaran nama baik Kadishut Kalsel, Muhammad Rizani didampingi kuasa hukum kembali menjalani sidang ke-7 di Pengadilan Negeri Banjarmasin. Dengan kemeja putih, ia mendengarkan tuntutan yang dibacakan oleh JPU di ruang sidang, Rabu (4/9).

“Sidang kali ini merupakan lanjutan daripada replik yang dibuat oleh jaksa penuntut umum. Kemudian kita nanti satu minggu minta tunda untuk membuat duplik dari tim penasehat hukum,” terang kuasa hukum Jurkani SH, usai sidang.

Di dalam tanggapan replik, JPU tetap memasang pasal pasal 311 ayat (1) KUHP dan dakwaan subsider pasal 310 ayat (2) KUHP tentang pencemaran nama baik.

Namun, terang Jurkani, pasal 311 sudah pihaknya buktikan dengan memberikan 16 alat bukti yang diserahkan ke majelis.

“Tapi kita belum bisa prediksi apa pasal 311 itu kita patahkan. Di pasal 311, berdasarkan KUHP meingsyaratkan bahwa bisa membuktikan dan dibuktikan. Kalau bisa, patahlah pasal 311 itu,” lanjutnya.

Sekadar diketahui saja, Muhammad Rizani didakwa mencemarkan nama baik Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel Hanif Faisol Nurofiq atas dua spanduk yang berisi dugaan penyelewengan proyek pohon bernilai puluhan miliar yang terpasang di perkantoran Pemprov Kalsel di Banjarbaru dan Gedung KNPI Kalsel.

Kepada Kanalkalimantan.com, Rizani mengatakan bahwa ia siap buka-bukaan ini untuk kepentingan masyarakat. Jika tidak, Kalsel akan terus mengalami kebocoran bahkan lebih banyak lagi, ungkapnya ketika ditemui di tempat di PN Banjarmasin sembari menunggu waktunya masuk ke ruang sidang.

Mantan Kepala Bagian Pengadaan Setdaprov Kalsel, Rizani menambahkan bahwa kasus proyek penanaman penghijauan sepanjang jalan Ahmad Yani tahun anggaran 2017 lalu, telah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Bahkan, proyek yang menghabiskan dana senilai Rp21,5 miliar tersebut bakal ada tersangkanya.

“Saya berkomunikasi dengan pihak KPK, bahwa proyek tersebut terus ada berprogres. Menurut keterangan yang saya terima, secara prosedur sudah memenuhi unsur tindak pidana korupsi. Sehingga kemungkinan akan ada tersangkanya,” kata Rizani usai menjalani sidang di PN Banjarmasin, Rabu (4/9/2019).

Karena itu, imbuh Rizani, harusnya majelis hakim yang menangani perkaranya menghentikan proses persidangan.

“Kan kalau perkara pokoknya ditangani, maka perkara pencemaran nama baik ini harus di-pending sampai perkara pokoknya selesai,” tambahnya.

Ditanya siapa pihak yang akan menjadi tersangka, Rizani mengaku tidak tahu.

“Saya tidak tahu. Itu urusan KPK. Saya hanya menyebut bahwa menurut mereka sudah memenuhi unsur. Artinya bisa segera ada tersangka,” ujarnya.

Apakah yang akan jadi tersangka adalah Kepala Dinas Kehutanan Hanif? “Bisa jadi. Saya tidak tahu pasti, mungkin saja itu terjadi karena proyek tersebut di Dinas Kehutanan,” pungkasnya.

Berdasarkan data yang dikumpulkan kuasa hukum Rizani ditemukan adanya mark-up harga yang sangat jauh berbeda antara harga pasar dan harga kontrak. Untuk pohon trembesi ukuran 30-40 cm, harga pasarannya Rp350.000, tapi harga dikontrak adalah Rp 1.208.101,40. Dadap Merah, ukuran 30-40 cm, harga pasaran Rp 350.000, tapi harga dikontrak adalah Rp933.101,40.

Kemudian bibit pohon tabeuya ukuran 30-40 cm, harga pasaran hanya Rp 250.000, tapi harga dikontrak adalah Rp1.153.101,40. Pohon asoka harga pasaran cuma Rp 10.000, harga dikontrak di-up menjadi Rp29.173,03, dan Melati Jakarta harga pasaran Rp 10.000, tapi harga dikontrak adalah Rp29.173,08.

Selain itu, berdasarkan investigasi di lapangan, terjadi pengurangan jumlah pohon yang ditanam sepanjang jalan A Yani, seharusnya berdasarkan kontrak dan DPA sebesar 38.802 batang, didapati yang di lapangan pohon yang ditanam hanya 788 batang.

Pada kontrak awal, pohon tersebut diperuntukkan untuk penghijauan sepanjang jalan A Yani dari Banjarbaru hingga Kabupaten Banjar, namun 89 persen dialihkan ke lokasi perkantoran Pemprov Kalsel. Perubahan ini pun tanpa persetujuan DPRD Kalsel dan hanya melalui addendum kontrak.

Dalam surat permohonan Rizani tertera penjelasan adanya penerbitan DPA baru tanpa persetujuan DPRD Kalsel dan Kementerian Dalam Negeri, dijelaskan berdasarkan keterangan Kadishut Kalsel kepada hakim bahwa proyek penghijauan tersebut terdiri dari dua DPA yaitu DPA No 2.04.3.02.01.00.26.25.5.2 dengan nilai sebesar Rp 21.523.000.000 dan DPA No. 2.04.3.02.01.00.26.28.5.2 dengan nilai sebesar Rp 798.966.000.

Padahal berdasarkan dokumen lelang yang masuk ke ULP di Biro Perlengkapan dan Layanan Pengadaan Barang/Jasa Setda Prov Kalsel berupa dokumen administrasi adalah DPA No 2.04.3.02.01.00.26.29.5.2 dengan Pagu sebesar Rp 24.475.000.000. DPA inilah yang terdaftar di Kemendagri dan DPRD pemprov Kalsel. Berkenaan dengan dua dokumen baru tersebut diduga untuk mengkondisikan proyek yang sudah berjalan dan tidak ada persetujuan pemrpov DPRD Kalsel dan DPA direvisi setelah lelang selesai.

Sehingga, menurut kuasa hukum Rizani, penanaman ini melanggar aturan Perda nomor 9 tahun 2012 tentang Penanaman Pohon pada Ruang Bebas Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM), Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT), dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) untuk penyaluran tenaga listrik di Kalsel. Serta peraturan PU No. 05/PRT/M/2012 Tentang Pedoman Penanaman Pohon pada Sistem Jaringan Jalan. (mario)

Reporter : mario
Editor : bie


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->