Connect with us

HEADLINE

Proklamasi 17 Mei 1949: Wujud Kesetiaan Kalimantan Bagian dari Republik Indonesia

Diterbitkan

pada

Monumen Proklamasi 17 Mei 1949 di Desa Niih, Kecamatan Padang Batung, Kabupaten HSS. Foto: ist

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Hari ini tanggal 17 Mei pada tahun 1949 silam, para pejuang di Kalimantan menyatakan bahwa Kalimantan adalah bagian tak terpisahkan dari Republik Indonesia. Peristiwa bersejarah yang disebut sebagai Proklamasi Gubernur Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan atau Proklamasi 17 Mei 1949 tersebut, sebagai reaksi adanya Perjanjian Linggarjati.

Perjanjian Linggarjati sendiri adalah perundingan antara Indonesia dan Belanda untuk membahas status kemerdekaan Indonesia. Salah satu isi perjanjian tersebut yaitu mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia hanya pulau Jawa, Sumatera, dan Madura. Hal inilah yang kemudian membuat para pejuang di Kalimantan melakukan proklamasi 17 Mei 1949 untuk menyatakan bahwa Kalimantan adalah bagian dari Indonesia.

Proklamasi Kalimantan menjadi wujud komitmen kesetiaan terhadap Proklamasi 17 Agustus 1945 yang lebih dahulu ditegaskan oleh Soekarno dan Hatta. Selain itu, Proklamasi 17 Mei 1949 tersebut juga menjadi pernyataan bahwa rakyat menginginkan republik yang merdeka, bukan di bawah naungan Belanda.

Baca juga: Bendungan Kusan Upaya Kurangi Banjir di Tanbu

 

Bagaimana sebenarnya latar belakang Proklamasi Kalimantan?

Proklamasi yang dilakukan pada tanggal 17 Mei 1949 ini, sebagai reaksi atas Perjanjian Linggarjati yang menyatakan hanya pulau Jawa dan Sumatera yang merupakan wilayah Republik Indonesia. Selain itu, Belanda hanya mengakui kekuasaan de facto RI atas Jawa, Madura, dan Sumatera.

Perjanjian yang diratifikasi kedua negara pada 25 Maret 1947 tersebut tentu saja menjadi tamparan terhebat terhadap perjuangan kemerdekaan di Kalimantan. Untuk itu, para pejuang menunjukkan eksistensinya dengan berbagai cara dan semangat yang membara.Tetapi, dalam kurun waktu 1947 perlawanan para pejuang belum juga membuahkan hasil.

Kemudian pada akhir 1948, para gerilyawan di Kalimantan Selatan yang tergabung dalam Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) Divisi IV Pertahanan Kalimantan berhasil mendesak kedudukan KNIL, KL, dan Polisi NICA. Sehingga, pihak Belanda hanya berkuasa di kota-kota besar.

Hasan Basry, Bapak Gerilya Kalimantan. Foto: ist

Baca juga: Polda Kalsel Apresiasi Lebaran yang Berlangsung Kondusif tanpa Pelanggaran Prokes

Detik-detik Proklamasi 17 Mei 1949

Dalam buku baboon Sejarah Banjar (2013) terbitan Pemprov Kalsel dituliskan bahwa Proklamasi ini mengemuka pada tanggal 15 Mei 1949, ketika terjadi pertemuan pejuang di Ambarawa, nama samaran wilayah Telaga Langsat -sekarang wilayah Kabupaten Hulu Sungai Selatan-.

Atas petunjuk Kepala Markas Pangkalan Rasyidi, para tokoh Tentara ALRI Divisi IV, mereka menempati rumah Dumam yang terletak kira-kira 100 meter dari jalan di anak Kampung Limau Gampang, wilayah Kandangan.

Di sinilah, permusyawaratan selanjutnya yang diikuti oleh H Aberanie Sulaiman, Budhigawis, P Arya, Gusti Aman, Hasnan Basuki dan Romansi. Perundingan di ‘kota Ambarawa’ ini dikawal ketat oleh pasukan Setia Budi dan Ibnu Hadjar.

Baca juga : Soroti Banjir Satui, Walhi Kalsel: Kenapa Air dan Hujan Disalahkan, Kalsel Lagi ‘Sakit’!

Dalam setiap peristiwa penting dalam kancah perang gerilya Ibnu Hadjar selalu setia mengawal Hassan Basry. Rapat ini berhasil merumuskan struktur pemerintahan Gubernur Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan.

Dalam pertemuan tersebut, Gusti Aman mengusulkan agar pembentukan pemerintahan Gubernur Tentara ALRI Divisi IV ini dalam bentuk satu Proklamasi 17 Mei. Penyusunan Teks awalnya ditugaskan kepada Maxim Le Miaty (P Arya-Munir) kemudian disempurnakan lagi bersama.

Agar lebih keras lagi isinya sebagai kalimat penutup, H Aberanie Sulaiman menambahkan kata-kata: ”Dan jika perlu diperjuangkan sampai tetesan darah yang penghabisan“.

Konsep asli Proklamasi 17 Mei ditulis dengan huruf-huruf balok dengan menggunakan tinta merah. Konsep asli ini disimpan Gusti Aman dan hilang ketika Gusti Aman (di kemudian hari) ditahan oleh gerombolan Ibnu Hadjar. Perbanyakan konsep ini ditanda tangani kemudian Pimpinan Umum Hassan Basry, dianggap sebagai lembaran yang asli.

Dalam rapat di ‘kota Ambarawa’ (Telaga Langsat) sebenarnya tidak hanya memutuskan memproklamasikan Pemerintah Gubernur Tentara guna mengatasi masalah politik, tata pemerintahan dan masyarakat. Keputusan lainnya adalah mengatur ekonomi dengan mendirikan koperasi-koperasi dan koperasi terpusat.

Dengan tujuan merubah struktur ekonomi kolonial ke perekonomian revolusioner. Kemudian menembus tirai besi NICA agar perjuangan di Kalimantan dapat didengar dan diketahui Republik Indonesia dan dunia.

Dalam buku baboon Sejarah Banjar (2013) terbitan Pemprov Kalsel juga diuraikan bahwa pada era itu, ekonomi berada di titik terendah. Pasar-pasar menjadi sepi dan sebagian besar toko-toko menutup pintu.

Sebagian besar penduduk kota mengungsi ke luar kota, menetap di daerah yang dikuasai ALRI. Di kampung-kampung dan di hutan-hutan dibuka pasar-pasar baru guna menampung hasil rkyat.

Bahan makanan dan lain-lain mengalir ke pasar-pasar baru ini dan jual beli dilakukan dengan mata uang sementara yang dikeluarkan oleh ALRI yakni ‘Uang ALRI’.

Pada malam hari tanggal 15 ke16 Mei 1949 selesailah teks proklamasi itu dan ditik oleh Romansi. Pada hari Sabtu tanggal 16 Mei 1949, kira-kira pukul 10.00 pagi dibuat proses verbal mengenai musyawarah dan laporan rumusannya, ditanda tangani H Aberanie Sulaiman, Budhigawis, Maxim Le Miaty dan Romansi.

Pada hari itu pula Gusti Aman, Maxim dan Hasnan Basuki ditugaskan membawa dokumen itu kepada Pimpinan Umum Hassan Basry di Niih –salah satu desa di wilayah pegunungan Meratus, saat ini masuk wilayah Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Tempat di mana Hassan Basry berada hanya diketahui Hasnan Basuki.

Tanggal 16 Mei 1949, kira-kira jam lima sore, rumah persembunyian Hasnan Basuki dapat ditemukan di Jambu Hulu, di rumah Guru Idar. Rombongan bermalam satu malam di sini, baru keesokan harinya mereka berangkat pada tanggal 17 Mei 1949 ke Hulu Banyu, melewati Lumpangi, Batantangan dan baru tiba pada sore harinya menjelang magrib di Niih.

Selanjutnya rombongan bertemu dengan Pimpinan Umum Hassan Basry dan ajudannya Tobelo di Niih. Rombongan menyerahkan dokumen kepada Pimpinan Umum. Setelah mendapat persetujuan Pimpinan Umum, barulah Proklamasi 17 Mei ditanda tangani Hassan Basry sebagai Gubernur Tentara.

Proklamasi 17 Mei tersebut kemudian dibacakan oleh Pimpinan Umum dalam suatu upacara di Mandapai yang dihadiri pasukan penggempur, anggota Markas Pangkalan terdekat dan masyarakat setempat. Berita proklamasi ini disebarkan dalam bentuk pamflet ke seluruh daerah.

Kemudian teks proklamasi tersebut berhasil ditempel pada tanggal 20 Mei 1949 dan membuat gempar masyarakat Kandangan. Adapun isi teks proklamasi adalah sebagai berikut:

PROKLAMASI

Merdeka!

Dengan ini kami rakyat Indonesia di Kalimantan Selatan, mempermaklumkan berdirinya pemerintahan Gubernur Tentara dari “ALRI” melingkungi seluruh daerah Kalimantan Selatan menjadi bagian dari Republik Indonesia, untuk memenuhi isi Proklamasi 17 Agustus 1945 yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.

Hal-hal yang bersangkutan dengan pemindahan kekuasaan akan dipertahankan dan kalau perlu diperjuangkan sampai tetes darah yang penghabisan.

Tetap Merdeka !

Kandangan,17 Mei IV REP.
Atas nama rakyat Indonesia
di Kalimantan Selatan
Gubernur Tentara
HASSAN BASRY. (kanalkalimantan.com/al)

 

 

 

 

 

 

 


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->