Connect with us

Kanal

Petani Sayur Keluhkan Pupuk dan Pembasmi Hama

Diterbitkan

pada


BANJARBARU, Permasalahan sebagai petani sangat kompleks. Bukan hanya tergantung dengan cuaca yang bisa berdampak pada hasil tanaman, tatapi juga dengan ketersediaan lahan, sistem pengolahan, hingga kesinambungan pasokan pupuk atau pembasmi hama.

Dan hal ini menjadi salah satu hal yang terus dihadapi oleh petani sayuran di Jalan Golf, Landasan Ulin, Banjarbaru. Pujali (35), petani sayur di sana mengatakan, pendeknya musim kemarau akan membuat hasil panen bawang prei  yang ia tanam tak maksimal.

“Selama kemarau hasil panen bawang prei cukup bagus. Namun dari segi pemasarannya, harga cenderung menurun. Hal ini disebabkan oleh hasil panen yang didapatkan dari petani lainnya juga melimpah. Justru saat musim hujan harga-harga bawangprei ini stabil,” kata Pujali.

Untuk satu kali panen, Pujali mengaku tidak bisa memprediksinya berapa kisaran hasil panen bawang yang ditanamnya. Soalnya ia menanam masih skala kecil.  Dari lahan-lahan yang digarap, dia menanami dengan berbagai jenis sayur-sayuran yang biasa ia dan rekan-rekannya tanam, seperti sawi, bayam, daun sop dan terong. Hanya saat musim kemarau adalah waktu yang tepat menanam bawang daun/prei.

”Kalau jagung bisa juga nanti, sekitar bulan Oktober. Kalau jagung dulunya terkenal hasil produksi dari Jalan Golf juga, selain dari Pelaihari,” tukasnya.

Pujali mengatakan, bantuan yang didapat dari pemerintah untuk para petani sayur ini berupa pupuk bersubsidi. Namun, datangnya masih tersendat-sendat. ”Sudah tiga bulan terakhir pupuk itu belum datang ke kami. Gak tahu kenapa jadi terlambat, karena hanya pabrik-pabrik khusus saja yang menyediakan pupuk subsidi,” ungkap pria yang sudah 10 tahun menjadi petani sayuran ini.

Tak hanya di pendistribusian pupuk, masalah harga bibit sayuran yang melonjak juga membuat Pujali pusing. Harga jual hasil panen yang terbilang murah, berbanding terbalik dengan harga bibit yang mahal. ”Kalau dulu harga bibit jagung dikisaran Rp 70 ribu, sekarang sudah mencapai Rp 135 ribu per bungkus. Dalam satu bungkus yang isinya 1.750 biji, paling tinggi harganya Rp 100 ribu dulunya. Bandingkan dengan sekarang, cuma berisi kurang lebih 1.200 biji per bungkus, harganya justru dinaikkan,” terangnya.

Bawang prei bisa dipanen dalam kurun waktu kurang lebih 2 bulan. Sedangkan jagung bisa sampai 70 hari. Namun di balik itu, terkadang hama ulat juga menyerang semua jenis tanaman sayuran. Untuk membasmi hama-hama itu, Pujali menggunakan insectisida yang memiliki dosis tertentu.

”Cairan pembasmi hama itu kami beli memakai uang sendiri, belum ada bantuan dari pemerintah. PPL juga belum pernah masuk ke sini. Padahal di sini lumayan subur juga kondisi tanahnya dan produktif,” ujarnya.

Dari bertani sayur-sayuran ini, Pujali harus membiayai kebutuhan sehari-hari istri dan juga anaknya yang masih kecil. Setiap kali panen, ia menjual hasilnya ke tengkulak-tengkulak yang ada di sekitar Jalan Golf. Untuk harga jagung, tengkulak membeli dari petani seharga Rp 2 ribu per jagung. Sedangkan untuk harga bawang bervariasi, dari Rp 10 ribu hingga Rp 11 ribu per kilonya.***


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->