Connect with us

OPINI

Mewujudkan Pilkada Kalsel yang Ramah bagi Disabilitas

Diterbitkan

pada

Disabilitas perlu mendapat kemudahan akses dalam Pilkada 2020. Foto : net

Oleh: Hervita Liana, SH (Aktivis Disabilitas dan Ketua Organisasi Disabilitas DPD PPUA Disabilitas Pusat Pemilihan Umum Akses Disabilitas Provinsi Kalsel)

Total akan 269 daerah yang akan mengikuti tahapan Pilkada serentak pada tahun 2020 di seluruh Indonesia. Aa 37 kota pemilihan Walikota/Wakil  Walikota dan ada 224 kabupaten yang juga akan menggelar pemilihan Bupati/Wakil Bupati. Sedangkan untuk tingkat provinsi, ada sembilan provinsi yang akan menggelar pesta demokrasi lokal ini.

Di Kalimantan Selatan, Pilkada serentak akan digelar di provinsi dan tujuh kabupaten/kota. Yakni pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur di provinsi, pemilihan Walikota/Wakil Walikota di Banjarmasin dan Banjarbaru, serta pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di kabupaten Banjar, Hulu Sungau Tengah (HST), Balangan,Tanah Bumbu, dan Kotabaru.

Pemprov sebelumnya menjamin aksebikitas pemilih pada Pilkada 2020. Hasil Evaluasi terhadap penyelenggaran pemilu Pilpres dan Pileg 2019 lalu, menunjukkan adanya perbaikan terhadap pemenuhan hak penyandang Disabilitas. Meski demikian, dalam menghadapi Pilkada serentak, setiap daerah meski menjamin tersedianya Pilkada yang akses untuk masyarakat umum, dan terlebih penyandang Disabilitas.

Aksesibilitas yang dimaksud bukan pengistimewaan terhadap penyandang disabilitas tetapi murni sebagai penyelenggaran yang aksesibel untuk semua orang. Harapannya, tentu saja para kontestan juga bisa menyakinkan pemilih disabilitas dengan menawarkan visi misi dan program peserta Pilkada 2020 nanti.

Pemilu yang non diskriminatif adalah pemilu yang menginklusikan disabilitas dalam kebijakan program dan aktifitasnya. Penyelenggara pemilu menyediakan sarana dan prasarana yang aksesibel untuk mengatasi segala hambatan, sehingga pemilu disabilitas dapat berpartisipasi penuh dalam seluruh proses tahapan pemilu.

Saat ini, pelaksanaan pemilu seringkali masih diskriminasi. Kasus yang biasa terjadi antara lain: 1) Pemilihan disabilitas netra seringkali tidak diperbolehkan memilih sendiri pendampingnya. 2) Pemilih pengguna kursi roda tidak bisa menggunakan hak politiknya karena TPS tidak ada akses. 3) Masih ada undang-undang yang membatasi penyandang disabilitas untuk memilih dan dipilih. 4) Masih adanya diskriminasi pada saat pendataan pemilih yang tidak mendata penyandang disabilitas dan jenis disabilitasnya.

Padahal pemilu yang non diskriminatif adalah pemilu yang menginklusikan disabilitas dalam kebijakan, program dan aktifitasnya. Penyelenggara pemilu menyediakan sarana dan prasaran yang aksesibel untuk mengatasi segala hambatan, sehingga pemilih disabilitas dapat berpartisipasi penuh dalam seluruh proses tahapan pemilu.

Undang-undang pemilu sudah seharusnya menjamin hak warga disabilitas. Selama ini regulasi pemilu hanya dimaknai sebatas penyediaan braille template. Semoga pada tahun 2020 pihak penyelenggaran pemilu lebih meperhatikan akan hak surat suara disabilitas dan memfasilitasinya. Termasuk bersosialisasi kepada masyarakat disabilitas sampai ke pelosok desa di kabupaten/kota hingga kelurahan.

Tak kalah penting juga memberikan pendidikan politik. Supaya pemilih disabilitas lebih memahami arti dan dasar pemilu.

Semoga depan nya lebih meningkat pemilih disabilitas dalam menentukan aspirasi politik nya di seluruh Kalimatan Selatan di 13 kabupaten/kot. Semoga sukses buat KPU dalam penyelenggaran Pilkada yang demokratis, aman dan damai. (*)


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->