Connect with us

HEADLINE

Chaos Banjarmasin di Atas Kanvas, Tragedi Kelam Jumat Kelabu 23 Mei 1997


“Setiap goresan kuas di lukisan ini, saya terbayang, merasakan terbawa kedalam suasana, di saat kerusuhan itu terjadi, sungguh mencekam.”


Diterbitkan

pada

Lukisan Chaos Banjarmasin atau persitiwa Jumat Kelabu 23 Mei 1997 Banjarmasin. Mulyani memegang hasil karyanya di kuburan massal Jumat Kelabu di Landasan Ulin, Banjarbaru. Foto: Rendy Tisna

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU – Tepat 23 Mei 2024 pagi, Mulyani menyelesaikan lukisan di bahan kain kanvas Marsoto berukuran 120 x 75 centimeter. Siangnya sebelum matahari benar-benar mengangkang di tengah langit, dia bergegas ke permakaman umum milik Pemko Banjarmasin, di Gang PDI Jalan A Yani Km 22 Landasan Ulin, Kota Banjarbaru. Tempat makam massal tragedi Jumat Kelabu “Kerusuhan Banjarmasin”.

Dia datang membawa lukisan itu untuk merasakan langsung  atmosfer peristiwa 27 tahun lalu itu. “Saya tidak pernah ke sini,” katanya.

Lukisan itu menggambarkan suasana pada malam hari, saat Mitra Plaza –mall pertama yang ada di Banjarmasin- terbakar hebat. Dijarah banyak orang.

“Setiap goresan kuas di lukisan ini, saya terbayang, merasakan terbawa kedalam suasana, di saat kerusuhan itu terjadi, sungguh mencekam,” kata lelaki 47 tahun itu.

Dari galerinya di Kota Banjarbaru, lukisan berjudul “Sisi Gelap 1997” ini diselesaikan dia selama dua hari lamanya siang dan malam, hampir 24 jam.

Mulyani, pelukis yang mengilustrasikan Chaos Banjarmasin atau dikenal peristiwa Jumat Kelabu 23 Mei 1997 di depan Mitra Plaza dari atas kanvas. Foto: Rendy Tisna

Mulyani ingat betul saat peristiwa terjadi, dia berada kampung, Kecamatan Tamban, Kabupaten Barito Kuala. Saat malam mencekam, kobaran api terlihat di atas langit Tamban. Puluhan kilometer jaraknya peristiwa terjadi di Kota Banjarmasin, dia berdiri di hulu Sungai Barito menyaksikan langit hitam berwarna merah.

Mulyani muda, pernah bekerja di Mitra Plaza yang terbakar tersebut, menjadi seorang waiter di tempat hiburan karaoke, selama satu bulan. Dia tahu betul posisi di dalam Mitra Plaza, dia berhenti bekerja tiga bulan sebelum peristiwa terjadi.

“Saya tidak dapat membayangkan jika masih bekerja di sana waktu itu, bisa-bisa malah jadi korban,” kenangnya.

“2016 saya pernah balik lagi ke tempat itu, di sana. Eh malah kebayang macam-macam.”

Mulyani sudah menekuni seni lukis sejak 1999, kegemarannya menggambar sudah terlihat sejak sekolah dasar. Dia menyerahkan lukisan itu kepada saya, kemudian berpesan agar lukisan bertema kerusuhan 23 Mei 1997 itu dijaga karena memiliki nilai historis dan sejarah di dalamnya.

Chaos -keadaan kebingungan dan ketidakteraturan yang ekstrim- jelang pencoblosan Pemilu 1997 itu terlanjur berdarah, 123 orang tergeletak terbakar menjadi arang di pertokoan Mitra Plaza, Banjarmasin. Angka korban terbesar sepanjang sejarah rezim Orde Baru.

***

Sumber dari Tim Lembaga Bantuan Hukum Nusantara (LBHN) Cabang Banjarmasin yang melakukan investigasi ke lapangan, menjelaskan kejadian itu bermula dari keinginan massa Golkar untuk melewati Jalan Pangaren Samudera, padahal pada saat yang bersamaan, jemaah di Masjid Noor yang terletak di Jalan Pengeran Samudera tersebut, belum selesai melaksanaan salat Jumat.

Massa yang akan berkampanye itu melintas, jemaah salat Jumat yang meluber sampai ke jalan masih berdoa. Sebenarnya polisi sudah berusaha menghadang massa Beringin. Namun, Satgas Golkar bersikeras untuk melewati jalan. Alasan mereka, salat Jumat-nya selesai, tinggal membaca doa bersama.

Usai salat Jumat, terjadilah kerusuhan di depan kantor DPD Golkar Kalsel. Kabar itu segera tersiar dan massa berdatangan tanpa bisa dibendung. Mereka akhirnya bentrok dengan Satgas Golkar, yang rata-rata berasal dari organisasi Pemuda Pancasila dan FKPPI. Karena massa terlalu banyak, Satgas Golkar terpaksa mencari jalan selamat. Akibatnya, ada enam mobil peserta kampanye Golkar yang dibakar.

Timeline Kejadian

Jumat 23 Mei 1997, pukul 14.00 Wita, massa terus bertambah dengan berjumlah besar bergerak menuju ke arah Gereja Katedral. Mereka mengeluarkan semua isi gereja, merusak, dan membakar kursi dan meja di tengah jalan.

Petugas pemadam kebakaran datang, bersiap untuk bertindak. Mereka dihadang oleh massa yang mengancam dengan senjata tajam seperti celurit, mandau, dan pedang. Petugas kebakaran tidak bisa berbuat apa-apa, mereka tidak memadamkan api, terpaksa mundur, tidak dapat berbuat banyak.

Pukul 14.45 Wita massa berputar-putar di perempatan Jalan Lambung Mangkurat, bergerak kembali menuju kantor DPD I Golkar. Praktis gerakan itu membuat Satgas Golkar lari tunggang langgang. Kemudian, massa pelan-pelan menghampiri Gedung Junjung Buih Plaza yang berlantai delapan.

Gedung tersebut merupakan pusat perbelanjaan, Hotel Kalimantan, dan kantor-kantor perbankan (Lippo Bank). Massa bergerak masuk ke dalam gedung, sementara beberapa karyawan Bank Lippo berusaha menyelamatkan uang nasabah yang dikalungi celurit, uang tersebut terpaksa diberikan kepada massa.

Entah dari mana asalnya, kerumunan semakin membesar, datang dengan senjata tajam. Semua orang yang telah mengenakan atribut Golkar berlarian untuk menyelamatkan diri.

Ada pula di antara mereka yang melarikan diri ke rumah-rumah penduduk, meminjam pakaian apa pun yang bisa mereka temukan atau atribut PPP. Banyak yang gagal mendapatkan atribut tersebut, sehingga terpaksa membuang baju yang mereka kenakan ke tepi jalan. Tak terkecuali para wanita. Tak heran jika beberapa perempuan berlarian hanya dengan mengenakan BH.

Semua atribut Golkar dibakar. Bahkan warung-warung kecil yang menjual atribut PPP, sesuai dengan partai yang berkampanye pada hari itu, turut dirampas dan “diarangkan”.

Pukul 15.30 Wita, massa kembali bergerak mendatangi gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) yang bersebelahan dengan kantor koran Banjarmasin Post. Gereja tersebut dirusak dan kemudian dibakar. Turut dibakar juga rumah-rumah di belakang gereja yang tembus ke Barito Place, yang merupakan permukiman padat penduduk. Namun, kantor Banjarmasin Post berhasil selamat dari api.

Semua toko yang dimiliki oleh WNI keturunan Cina dihancurkan, sementara toko-toko yang dimiliki oleh orang Banjar asli selamat dari kerusuhan. Pada saat itu, semua jalan dipenuhi dengan pawai massa yang mengenakan atribut PPP. Di tempat lain, seperti di Jalan Veteran dan Jalan Lambung Mangkurat, pada waktu yang sama, enam gereja dan satu klenteng (tempat ibadat Konghucu) juga dihancurkan.

Rumah-rumah yang dimiliki oleh WNI keturunan Cina juga menjadi sasaran lemparan batu. Bahkan ada keluarga yang berusaha menyelamatkan diri dengan datangnya mobil penjemput, namun sayangnya, kaca mobil tersebut dihancurkan oleh para penyerang. Pemilik mobil terpaksa melarikan diri dari situ untuk menyelamatkan diri.

Juga menjadi target serangan massa adalah rumah bos klub sepakbola Barito Putra, yang juga merupakan calon legislatif dari Golkar. Rumah tersebut disatroni oleh massa dan mengalami kerusakan. Kompleks Pamen ABRI juga mengalami kerusakan, mungkin karena banyak penghuninya yang merupakan calon legislatif dari Golkar.

Pukul 16.00 Wita, massa bergerak ke Plaza Arjuna, dimana perusakan kembali terjadi. Di kawasan ini, semua toko yang dimiliki oleh keturunan Cina dirusak. Mobil kijang pun dibakar. Setelah itu, massa bergerak ke arah pasar swalayan Lima Cahaya. Ada juga yang menuju ke arah Banjarmasin Teater, serta beberapa pusat pertokoan swalayan seperti Sari Kaya, Bank Ekonomi, dan Rental Video.

Di Lima Cahaya dan Sari Kaya, massa menggasak seluruh isi pasar swalayan tersebut. Selama sekitar 45 menit, anak-anak dan pemuda berlarian untuk menyembunyikan hasil jarahan, yang sebagian besar berupa pakaian dan alat elektronik. Setelah semua barang habis dirampas, gedung-gedung tersebut kemudian dibakar. Petugas pemadam kebakaran yang menggunakan atribut PPP, saat mendekat untuk memadamkan api, dihalangi oleh massa.

Akibatnya, dua pasar swalayan, yaitu Lima Cahaya dan Sari Kaya, serta Banjarmasin Teater, habis terbakar. Sebuah truk juga ikut terbakar. Kemudian, massa yang sangat besar tersebut kembali bergerak menuju gereja HKBP, sehingga pemadam kebakaran sulit untuk mendekat. Namun, akhirnya, petugas pemadam kebakaran berhasil memadamkan api. Setelah api dipadamkan di gereja HKBP, petugas pemadam kembali ke Lima Cahaya, karena saat itu api di sana berkobar lagi.

Sekitar pukul 17.00 Wita, massa kembali bergerak menuju DPD I Golkar, namun sebelum sampai di sana, mereka singgah kembali di Junjung Buih Plaza. Genset di Jujung Buih Plaza dibakar, akibatnya, gedung 8 lantai berkobar.

Di dalam hotel yang terletak di gedung tersebut, Hotel Kalimantan, banyak artis yang mengikuti kampanye menginap, termasuk juru kampanye mereka. Selain itu, di hotel juga menginap Ketua Umum MUI Pusat, KH Hasan Basri, yang ikut dalam rombongan kampanye.

Di sana, juga hadir Gubernur Kalimantan Selatan dan Muspida lainnya. Untungnya, mereka berhasil diselamatkan, meskipun tidak diketahui apakah ada korban jiwa di dalamnya. Ketika penyelamatan dilakukan, banyak orang yang jatuh pingsan akibat kepanikan. Gubernur Kalimantan Selatan, Gusti Hasan Aman, sangat terkejut dan hampir tidak percaya melihat tindakan brutal yang dilakukan oleh massa.

Malam, pukul 18.00 Wita, massa kembali bergerak menuju kantor DPD I Golkar Kalsel. Di sana, mobil yang sebelumnya telah dibakar masih menyala. Selanjutnya, gedung partai dengan lambang beringin itu menjadi target pembakaran. Selain itu, beberapa sepeda motor dan sepeda gunung yang akan dijadikan sebagai hadiah undian dalam putaran kampanye Golkar juga ikut terbakar.

Pada saat itu, penduduk dari berbagai kampung mulai gelisah dan mulai melakukan upaya pengamanan di lingkungan masing-masing. Mereka semua keluar rumah, menjaga setiap gang dan jalan masuk dengan lengkap membawa senjata tajam seperti mandau, samurai, dan celurit. Penjagaan dilakukan semalam suntuk, karena mereka mendengar isu yang mengatakan bahwa Golkar akan melakukan serangan balasan.

Selepas Isya, pukul 20.30 Wita, massa beramai-ramai menuju supermarket Mitra, pusat perbelanjaan terbesar di Banjarmasin yang terletak di Jalan Sumatra. Gedung empat lantai ini menyimpan berbagai toko elektronik, komputer, diskotik, ruang pertemuan, ruang pamer mobil mewah, toko buku Gramedia, KFC, Bioskop 21, dan sarana hiburan anak-anak. Massa berhasil masuk setelah menerobos blokade keamanan. Mereka merampok isi gedung dan membawanya kabur. Gedung tersebut telah terbakar sekitar pukul 20.00 Wita, dan api masih menyala hingga pukul 09.00 keesokan harinya.

Massa terus mengamuk dan mengobrak-abrik isi gedung. Pada saat itu, tersebar kabar bahwa pasukan keamanan diberi wewenang untuk menangkap dan menembak di tempat. Namun, pasukan keamanan tidak mengambil tindakan apapun. Akibatnya, massa yang dilengkapi dengan berbagai senjata tajam terus mengamuk tanpa hambatan.

Pukul 22.00 Wita, 1.000 orang pasukan bantuan tiba dengan tiga pesawat Hercules. Menurut laporan LBHN Banjarmasin, asal mereka tidak diketahui. Pasukan tersebut kemudian bergerak mendekati gedung Mitra Plaza dan menghalau massa yang masih berada di dalam gedung. Senjata-senjata pun disiapkan. Namun, pihak LBHN Banjarmasin tidak memperoleh informasi mengenai jumlah korban yang jatuh di lokasi tersebut.

Jelang tengah malam, sekitar pukul 23.00 Wita, massa menuju ke arah luar kota dengan sasaran rumah-rumah calon legislatif Golkar. Karena tersiar kabar bahwa massa membawa formulir berisi Daftar Calon Tetap (DCT) Golkar, empat rumah dibakar, meskipun belum jelas apakah itu rumah caleg Golkar atau bukan. Toko-toko milik warga keturunan Cina sepanjang jalan juga menjadi target serangan dan dihancurkan dengan lemparan batu. Hampir semua toko di sepanjang Jalan A. Yani mengalami kerusakan berat dan api membumbung tinggi. Pada saat itu, pasukan keamanan mulai mengambil tindakan dengan mengejar-ngejar massa.

Yang sangat tragis, sekitar pukul 00.00 Wita, seorang warga yang keluar rumah untuk melihat keadaan ditemukan tergeletak tertembak peluru. Meski begitu, menurut laporan Tim LBHN Banjarmasin, suasana di jalan-jalan masih ramai. Banyak orang yang sudah keluar rumah sulit kembali ke tempat tinggal mereka masing-masing karena jalan-jalan telah diblokir oleh penduduk setempat. Orang-orang yang bukan penduduk kampung tersebut tidak diperbolehkan masuk atau melewati jalan tersebut.

Namun, sekitar pukul 01.00 Wita dini hari (Sabtu, 24 Mei 1997), massa memutuskan untuk bergerak ke luar kota karena semua akses jalan telah diblokir oleh pihak keamanan. Suasana semakin tegang dan mencekam. Khususnya di pusat kota Banjarmasin, semua listrik padam dan baru menyala kembali pagi, sekitar pukul 09.30 Wita.

Dini hari sekitar pukul 03.00 Wita, pasukan keamanan mengobrak-abrik Kampung Kelayan. Kampung ini merupakan kampung terpadat dan dikenal banyak preman. Ada 195 orang yang diamankan di kantor Polresta. Kondisi mereka babak belur dan hampir semua sulit dikenali wajahnya.

Menjelang subuh, sekitar pukul 04.00 Wita, masyarakat perumahan Beruntung Jaya yang semalam suntuk berjaga terus karena ada isu akan diserang, akhirnya bertahan masuk ke rumah ketika mendengar suara pasukan datang. Sayangnya, tidak jelas berapa banyak orang yang ditahan dari sana.

Setelah subuh, pukul 06.00 Wita, aparat keamanan datang ke kampung Teluk Tiram dengan sekitar lima buah truk. Di kampung tersebut, mereka memburu massa yang diperkirakan berada di sana. Aparat tersebut berjaga-jaga di jalan-jalan utama dengan senjata lengkap di tangan. Setiap orang yang terlihat mencurigakan diperiksa, bahkan yang menggunakan pakaian agak kumuh langsung dihentikan untuk diperiksa. Gedung Barito Place, salah satu gedung besar yang selamat dari amukan massa, juga dijaga ketat oleh aparat keamanan.

Laporan hasil investigasi LBHN Cabang Banjarmasin disampaikan kepada Komnas HAM oleh Pihak Lembaga Bantuan Hukum Nusantara (LBHN) Jakarta. Mereka diterima oleh Sekjen Komnas HAM, Baharudin Lopa, didampingi oleh anggota Komnas HAM, Muhammad Salim.

Dalam pernyataannya, LBHN Jakarta menyatakan bahwa seharusnya pelaksanaan Pemilu ditunda. Menurut mereka, Pemilu yang dijadwalkan pada tanggal 29 Mei mengalami cacat. Mereka menekankan bahwa adanya dugaan kecurangan dalam proses Pemilu tidak ditanggapi dengan serius sesuai yang seharusnya.

“Lembaga pelaksana dan pengawas Pemilu seharusnya menanggapi laporan-laporan tentang kecurangan Pemilu dan bentuk-bentuk korupsi politik seperti yang dikemukakan PPP, nampak tidak ditindaklanjuti secara hukum,” tulis pernyataan setebal satu halaman yang ditandatangani oleh Direktur LBHN Jakarta, Desmond J Mahesa SH, dan Sekretaris Eksekutif Adian YY Napitupulu.

Cacat lainnya, menurut LBHN, adalah diabaikannya putusan Pengadilan Negeri (PN) Bekasi tanggal 19 Maret 1997, yang mengakui DPP PDI hasil Munas di bawah kepemimpinan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Hal tersebut mengakibatkan hak-hak politik konstitusional DPP PDI Megawati untuk berpartisipasi dalam pemilu hilang.

Sementara itu, Desmond dikutip dalam wawancara kepada TEMPO Interaktif mengatakan bahwa pihaknya menginginkan Komnas HAM melakukan peninjauan langsung ke lapangan agar persoalannya menjadi jelas.

“Harapan kita, Komnas HAM dapat menurunkan tim untuk mengklarifikasi orang-orang yang bukan sebagai pelaku kriminal,” katanya.

Sebelumnya, Kapolri Dibyo Widodo menyatakan bahwa yang hangus terbakar di Mitra Plaza adalah kriminal dan perusuh. Jadi, Desmond agaknya ingin memilah-milah mana yang kriminal dan yang bukan.

“Sudah korban anak dan keluarganya, ditambah pula beban dengan dituduh kriminal. Hal ini menurut kita tidak arif,” ujar Direktur LBHN Jakarta ini.

Sekjen Komnas HAM Baharuddin Lopa saat itu belum dapat memberikan tanggapan terhadap laporan LBHN tersebut. Hal itu ditegaskan kembali seusai rapat koordinasi Komnas HAM. Pihaknya belum dapat menyimpulkan atau memberi pendapat mengenai peristiwa Banjarmasin. Karena hal harus terlebih diperoleh data, kemudian dianalisis, baru dapat diambil suatu kesimpulan.

Yang jelas, kata Lopa, setelah pencoblosan, Komnas HAM akan mengirim satu tim ke Banjarmasin. Sementara itu, menurut laporan Kompas sampai hari Rabu itu sudah 372 orang yang melapor ke Polresta Banjarmasin mengenai anggota keluarganya yang belum pulang ke rumah sejak kerusuhan Jumat 23 Mei lalu.

Menurut laporan tersebut, diantara korban yang melapor itu ada yang mengaku mereka kehilangan lebih dari satu orang anggota keluarga. Mereka berasal dari berbagai kalangan, ada yang buruh, pedagang kecil, tukang becak, dan sebagainya.

Laporan koran lokal “Dinamika Berita” edisi Senin (26 Mei 1997), korban yang ditemukan hingga Minggu malam sebanyak 142 orang. Dan 132 orang diantaranya terbakar di Mitra Plaza, dua terbakar di Lima Cahaya, dan dua lainnya meninggal karena luka bacokan.

Sumber lain menyebut, korban yang 142 orang itu masing-masing 136 mayat ditemukan di Mitra Plaza, 2 mayat ditemukan di Lima Cahaya, dan dua lainnya di Sari Kaya.

Masih kata sumber tersebut, itu belum termasuk dengan korban yang terdapat di Kalimantan Hotel dan Pusat perdagangan Junjung Buih Plaza. Sementara, masih menurut laporan Tim LBHN Banjarmasin.

Harian Banjarmasin Post memberitakan 164 orang dinyatakan hilang. Sementara korban yang terdapat di rumah sakit, terdiri dari 69 orang di RSUD ULIN, 14 orang di RS Suaka Insan, 21 orang di RS Islam, dan beberapa orang di RS Dr Soeharsono dan RS Ratu Zulaikha. Disinyalir juga mereka yang hilang itu ada yang tertembak.

Menurut catatan LBHN Banjarmasin yang dilaporkan ke Komnas HAM itu, pada pagi hari Sabtu di Jalan Sutoyo terlihat sekitar tujuh korban tewas akibat tembakan. Tapi masyarakat tidak berani mendekati korban. LBHN Banjarmasin sendiri belum memperoleh informasi yang tertembak itu sebagai korban apa dan dan siapa yang melakukan penembakan itu.

Judul lukisan “sisi Gelap 1997”, dibuat dengan cat acrilyc, dan jenis kanvas marsoto, ukuran 120×75 sentimeter.

Tapi, Kapolda Kalimantan Selatan Kolonel (Pol) Drs Sanimbar membantah adanya korban yang tertembak.  “Tidak ada korban kena tembak petugas keamanan sebagaimana diisukan orang. Ndak ada itu, cuma isu. Korban yang tewas benar-benar terbakar, terkurung api,” katanya seperti dikutip Kompas.

Menurutnya, berdasarkan laporan kepada Mabes Polri, tercatat 123 orang tewas, dimana 121 diantaranya tewas di lantai dua Mitra Plaza, sementara dua lainnya tewas di Toserba Sari Kaya. Dikatakan Kapolda, sebagian besar dari 123 orang yang tewas merupakan anggota kelompok perusuh. Mereka memasuki tempat tersebut dengan maksud merampok barang-barang yang ada di dalam toko-toko.

Kemudian, jumlah orang yang ditahan dan diidentifikasi sebagai anggota kelompok perusuh, lanjut Kapolda, sebanyak 106 orang. Beberapa di antaranya sudah dibebaskan. Status mereka, menurut Kapolda, “Masih sebatas diminta keterangan dan belum berstatus tersangka.”

Catatan: Sebagian artikel ini ditulis berdasarkan sumber data dari “Buku Amuk Banjarmasin” dan “Tempo Interaktif Volume IV edisi Juni sampai Agustus 1997”.

(Kanalkalimantan.com/rendy tisna)

Reporter: rendy tisna
Editor: bie


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->