Connect with us

HEADLINE

Bill Gates Sebut Krisis Iklim dari Kelapa Sawit, Penyebab Deforestasi Hutan Indonesia

Diterbitkan

pada

Bill Gates. Foto: foxbusiness.com

KANALKALIMANTAN.COM – Pendiri Microsoft Bill Gates mengungkapkan efek kelapa sawit yang berujung pada krisis iklim. Dia pun ikut menyinggung kondisi di Indonesia.

Mulanya Bill Gates cerita soal makanan kesukaannya, burger keju, yang ternyata berdampak buruk pada lingkungan. Sebab makanan itu mengandung lemak nabati yang membuatnya menjadi lezat.

Sayangnya hal itu juga berdampak buruk bagi bumi. Bill Gates menyebut kalau produksi lemak dan minyak dari hewan maupun tumbuhan menyumbang 7 persen dari total 51 miliar ton gas rumah kaca.

“Untuk memerangi perubahan iklim, kita perlu mencapai angka nol,” kata Bill Gates dalam catatan yang diunggah di blog pribadinya, dikutip Rabu (28/2/2024).

Baca juga: Lolos Terbangkan 1 Kg Sabu dari Batam ke Kalsel, AR Diupah Rp20 Juta

Selain lemak hewani, Gates blak-blakan menyebut lemak nabati turut berperan dalam krisis iklim. Nah, salah satu penghasil lemak nabati adalah kelapa sawit, yang kemudian disebut Bill Gates sebagai pelaku terburuknya.

Gates lalu menjelaskan kalau masalah minyak sawit terletak pada bagaimana cara untuk mendapatkannya. Sebab, pohon kelapa sawit hanya tumbuh di beberapa lokasi.

“Pohon hanya akan tumbuh dengan baik dalam jarak lima hingga sepuluh derajat dari garis khatulistiwa. Hal ini telah menyebabkan deforestasi hutan hujan di wilayah khatulistiwa di seluruh dunia dengan tebang dan bakar, yang kemudian diubah menjadi perkebunan kelapa sawit,” paparnya.

Dampak dari penebangan pohon sawit inilah yang kemudian disorot Gates. Dia mengakui kalau itu berefek buruk pada perubahan iklim.

Baca juga: Tumbang di Dapil 4 Landasan Ulin, Ketua DPRD Banjarbaru Bakal Tak Raih Kursi

“Pembakaran hutan melepaskan berton-ton gas rumah kaca ke atmosfer, dan ketika lahan basah yang ada di dalamnya dihancurkan, karbon yang mereka simpan juga ikut terlepas,” katanya.

Gates kemudian bercerita pada 2018 lalu, pembabatan hutan yang terjadi di Malaysia dan Indonesia cukup parah karena menyumbang 1,4 persen emisi global.

“Pada tahun 2018, kehancuran yang terjadi di Malaysia dan Indonesia saja sudah cukup parah hingga menyumbang 1,4 persen emisi global,” ungkapnya.

Dikatakan dia, angka ini bahkan lebih besar dari seluruh negara bagian California dan hampir sama besarnya dengan industri penerbangan di seluruh dunia.

Baca juga: PPK Amuntai Tengah Penutup Rekapitulasi Suara di Kabupaten HSU

Lebih lanjut Gates mengakui kalau minyak sawit memang sulit digantikan karena harganya yang murah, tidak berbau, dan stoknya melimpah.

“Ini juga satu-satunya minyak nabati dengan keseimbangan lemak jenuh dan tak jenuh yang hampir sama, itulah sebabnya minyak ini sangat serbaguna. Jika lemak hewani adalah bahan utama dalam beberapa makanan, maka minyak sawit adalah pemain tim yang dapat bekerja untuk membuat hampir semua makanan—dan barang-barang non-makanan—menjadi lebih baik,” pungkasnya. (Kanalkalimantan/Suara.com/kk)

Editor : kk


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->