Connect with us

HEADLINE

Tanpa Ada Data Kependudukan Valid, Jumlah Pemilih di Pilkada Rawan ‘Disulap’

Diterbitkan

pada

Pengamat politik Universitas Islam Kalimantan (UNISKA) Banjarmasin Dr M Uhaib As’ad Foto: fikri

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Validitas data pemilih di Pilkada, kerab menjadi biang kerok permasalahan sengketa pemilu.

Baik antar pasangan calon, maupun dengan KPU selaku penyelenggara. Pengamat politik Universitas Islam Kalimantan (UNISKA) Banjarmasin Dr M Uhaib As’ad mengatakan, saat ini belum ada data valid kependudukan untuk bisa dijadikan acuan penentuan jumlah pemilih di setiap ajang pemilu.

Akibatnya, data tersebut rawan dimark-up maupun disulap untuk kepentingan kandidat tertentu.

Di Kalsel, penentuan jumlah pemilih Pilkada 2020 oleh KPU, juga diwarnai cecaran oleh Bawaslu Kalsel. Hal ini terkait belum maksimalnya coklit, hingga adanya penurunan jumlah signifikan pemilih dalam daftar pemilih sementara (DPS) Pilkada Kalsel.

Rapat pleno penetapan DPS Pilkada Kalsel oleh KPU Kalsel, Selasa (15/9/2020). Foto : Fikri

Pada Pemilu 2019 lalu, daftar pemilih tetap (DPT) di Kalsel tercatat ada 2.869.166 pemilih. Sedangkan saat akan menyongsong Pilkada Kalsel, jumlah DPS yang dirilis KPU Kalsel pada Rapat Pleno Terbuka di Treepark Hotel Banjarmasin pada Selasa (15/9/2020) menjadi 2.787.624 pemilih. Artinya, ada pengurangan sebanyak 81 ribu pemilih.

Melihat fenomena ini, Dr Uhaib As’ad yang ditemui di kediamannya di kawasan Surgi Mufti Banjarmasin pada Rabu (16/9/2020) sore, mencium kecurigaan. Ia mengatakan, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang tak memiliki data valid terkait jumlah penduduk.

“Secara instan, mau itu Pilkada maupun Pilpres dan itu bisa di-mark up untuk kepentingan kandidat tertentu. Apalagi kekuasaan dipegang oleh incumbent, kita tanya sebenarnya jumlah penduduk Kalsel yang ‘fixed’ itu berapa?” kata Uhaib.

Kendati jumlah penduduk di Kalsel dapat dilihat secara statistik, menurut Uhaib, itu masih belum bisa menjelaskan secara rasional. Sehingga, ia berpandangan, bahwa penurunan jumlah pemilih sebesar 81 ribu itu bukan sesuatu yang mengejutkan.

“Karena itu bisa saja (diduga) mark-up atau dikurangi. Mengapa Kalsel dulu begitu tinggi data pemilu yang lalu? Inilah tidak jelasnya sistem kependudukan, bukan lagi soal KTP yang tidak jelas atau carut marut atau yang berhamburan di jalan, macam-macamlah. Sebenarnya Indonesia ini negara yang tidak terurus secara baik dalam data dan jumlah penduduk,” jelas Uhaib.

Dirinya menilai, soal data kependudukan di Indonesia bukan menjadi hal yang prioritas. Uhaib sendiri membandingkan negara-negara lain seperti Malaysia hingga Brazil yang berhasil mengurus secara baik dalam hal data kependudukan.

Infografis: kanalkalimantan/yuda

“Inilah sistem manajemen data kependudukan yang tidak beres di Kalsel ini. Itu bisa kita pertanyakan, mengapa update (jumlah pemilih) itu bisa berbeda dengan yang sebelumnya,” keluh Uhaib.

Secara logika, Uhaib berpandangan, alih-alih menurun, jumlah pemilih dalam rentang waktu tertentu, misalnya 4-5 tahun, seharusnya meningkat.

Dia menduga, ada proses pembiaran dari kepentingan-kepentingan politik. Dirinya mencontohkan, warga yang tadinya masih belum cukup umur dan belum memiliki hak suara pada 4-5 tahun lalu, pada tahun ini dapat memenuhi hak suaranya.

Ia menyebutkan, yang berkompeten dalam hal ini adalah mereka yang berkecimpung pada data kependudukan.
“Mestinya harus naik (jumlah pemilihnya). Ini misalnya 80 ribu tetapi malah menurun. Aneh, kalau menurunnya hanya 5 ribu atau 6 ribu, wajar saja. Ini berapa? 81 ribu, dan ini (jumlah) suara yang signifikan,” lugasnya.

Uhaib khawatir, ada warga Kalsel yang tidak dapat memenuhi hak suaranya, saat pencoblosan pada 9 Desember 2020 mendatang. Tentunya, ini sangat merugikan hak-hak demokrasi masyarakat.

“Ada warga negara yang tidak tercatat dan tidak memiliki hak suara dan datang ke TPS. Ini kecelakaan dalam bernegara dan tidak bisa dibiarkan,” pungkas Uhaib.

Sebagaimana diketahui, perebuatan pemilih akan mendominasi gerilya incumbent Sahbirin-Muhidin versus kubu penantang Denny-Difri pada laga big match, 9 Desember nanti.

Sejumlah daerah dengan basis pemilih gemuk, tentunya akan menjadi sasaran pertarungan antar kandidat. Begitu pula, dengan daerah yang menjadi ‘zona abu-abu’ alias tidak menjadi daerah basis kandidat, juga akan menjadi medan pertarungan yang cukup sengit.

Diperkirakan, pertarungan akan terjadi di tiga zona. Yakni zona pesisir (Kotabaru, Tanah Bumbu, dan Tanah Laut), zona perkotaan (Banjarmasin, Martapura, dan Banjarbaru) dan zona Hulu Sungai atau Banua Anam (Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah, dan Hulu Sungai Selatan).

Merujuk pada data daftar pemilih sementara (DPS), yang dilaunching KPU Kalsel pada rapat pleno rekapitulasi DPS Pilkada Kalsel, Selasa (15/9/2020) siang, ada 2.787.624 pemilih yang tersebar di 13 kabupaten/kota yang menjadi incaran.

Dimulai dari Kabupaten Tapin dengan jumlah 132.182 pemilih, Tanah Laut 232.526 pemilih, Tanah Bumbu 219.258 pemilih, Tabalong 166.652 pemilih, Kotabaru 209.256 pemilih, dan Banjarmasin sebanyak 447.612 pemilih.

Berikutnya adalah Banjarbaru 167.039 pemilih, Hulu Sungai Utara 161.927 pemilih, Hulu Sungai Tengah 185.282 pemilih, Hulu Sungai Selatan 166.259 pemilih, Batola 220.630 pemilih, Banjar 387.661 pemilih, dan Balangan 91.340 pemilih. (Kanalkalimantan.com/fikri)

 

Reporter: Fikri
Editor: Cell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->