Connect with us

HEADLINE

Sidang TPPU Mantan Bupati HST, Kontraktor Ungkap Berikan Fee Proyek

Diterbitkan

pada

Sidang lanjutan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan terdakwa mantan Bupati HST Abdul Latif, Selasa (8/3/2023). Foto: Rizki

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARMASIN – Sejumlah fakta hukum mantan Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Abdul Latif kembali terungkap di persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK hadirkan 5 orang kontraktor asal Kabupaten HST. Mereka berikan keterangan terkait proyek-proyek yang dijalankannya selama terdakwa menjabat sebagai Bupati HST di tahun 2016-2017.

Saksi yang dihadirkan dalam sidang ini antara lain, Andi Cahaya Kusuma sebagai Direktur CV Prima Rosa, Hibran Surya sebagai Direktur CV Rahnat Surya, H Rahmadi Efendi sebagai Direktur PT Seroja Indah Persada, Alfian Hidayat seorang pengusaha jasa konstruksi dan Yayan Alfian yang juga seorang kontraktor.

Dua orang saksi H Rahmadi Efendi dan Alfian Hidayat adalah ayah dan anak, mereka berdua mengaku memberikan fee proyek kepada Fauzan Hidayat yang merupakan orang kepercayaan terdakwa.

“Secara langsung tidak pernah menyetor ke Bupati, tapi ke Fauzan pernah,” kata saksi Alfian Hidayat.

 

Baca juga: Bupati Banjar Instruksikan Disdik Atasi Sekolah Terendam Banjir

Dijelaskan saksi Alfin Hidayat, Fauzan Rifani yang saat itu menjabat sebagai Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) HST telah menetapkan persentase yang harus dibayarkan dari proyek yang dikerjakan para kontraktor.

Fauzan Rifani mantan Ketua Kadin HST sebelumnya ketika diminta keterangan di persidangan mengatakan, bekerja mengumpulkan fee proyek kepada para rekanan atas perintah dari terdakwa Abdul Latif.

Disebutkannya, uang fee proyek juga selalu diserahkan kepada terdakwa, tanpa sepeserpun dinikmati olehnya. Namun, ia yang juga seorang kontraktor mengatakan juga mendapatkan proyek dari terdakwa.

Keterangan tidak jauh berbeda dengan juga dikatakan anaknya, saksi H Rahmadi Efendi juga mengaku selalu menyetorkan fee kepada Fauzan Rifani ketika menang lelang atau mendapatkan proyek.

Dirinya yang memiliki perusahaan PT Seroja Indah Persada, selama 2016-2017 telah mendapatkan berbagai proyek di HST dengan nilai kontrak miliaran rupiah.

“Rp 1,6 miliar feenya saya berikan. Itu 7,5 persen dari nilai proyek pertama tahun 2016 itu,” aku H Rahmat Efendi.

Baca juga: Bupati Banjar Instruksikan Disdik Atasi Sekolah Terendam Banjir

“Kalau proyek kedua di 2016 nilai proyeknya Rp 15,4 miliar, fee nya yang diberikan Rp 1,3 miliar,” terang saksi H Rahmadi Efendi.

Tidak hanya itu, pada 2017 dirinya yang memiliki beberapa perusahaan jasa konstruksi ini juga mengaku mendapatkan dua proyek pembangunan dan pemeliharaan jalan umum. Masing-masing nilainya proyeknya, yaitu Rp 12 miliar dan Rp 2 miliar.

Komitmen fee 7,5 persen selalu diberikannya kepada Fauzan Rifani dengan harapan tahun depan akan mendapatkan proyek pekerjaan kembali.

“Paket Rp 12 miliar fee Rp 600 juta, yang Rp 2 miliar feenya Rp 100 juta,” ungkap saksi.

Selain takut tidak diberikan proyek untuk tahun berikutnya, saksi juga takut dengan terdakwa karena dikenal dengan sebutan “Majid Hantu” dan fee tersebut sudah menjadi kebiasaan di tempat tersebut.

Sementara itu, ketiga saksi lainnya juga menerangkan pernah memberikan sejumlah uang kepada Fauzan Rifani dengan besaran yang berbeda-beda tergantung nilai proyek yang didapatkan.

Ditemui sesuai persidangan, JPU KPK mengatakan, keterangan semua saksi telah berkesesuaian dengan Berita Acara Penyidikan (BAP) Penyidikan KPK.

Baca juga: Implementasikan Pedoman Pengawasan Jasa Konstruksi, Dinas PUPR Kalsel Laksanakan Rakor

“Lima saksi yang kita hadirkan terkait pemberian fee, semuanya berkesesuaian dengan BAP,” kata JPU KPK, Marpaung.

Di akhir persidangan,  terdakwa Abdul Latif kembali mempertanyakan permohonannya yang minta dikembalikan barang bukti mobil mewah yang sebelumnya disita oleh Penyidik KPK.

Namun, hakim yang diketuai oleh Jamser Simanjuntak mengatakan akan memutuskan permohonan tersebut di akhir persidangan saat sidang vonis nantinya.

Sebelumnya, Abdul Latif didakwa melakukan tindak pidana suap dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebesar Rp 41,5 miliar ketika dirinya menjabat Bupati 2016-2017.

Saat ini, dirinya juga masih menjalani sisa masa tahanan di Lapas Sukamiskin, Bandung, setelah divonis bersalah pada 2018 selama 7 penjara dengan perkara suap pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Damanhuri Barabai.

Sidang akan kembali digelar Rabu (15/3/2023) dengan agenda mendengarkan keterangan para saksi yang dihadirkan JPU KPK. (kanalkalimantan.com/rizki)

Reporter: rizki
Editor: KK


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->