Connect with us

Kanal

Melihat Perencanaan Pembangunan Kabupaten Banjar 2016-2021 (1)


Mendongkrak IPM yang Sempat Melorot


Diterbitkan

pada

Pendidikan menjadi satu dari tiga komponen Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Foto: Rudiyanto

MARTAPURA, Sukses pembangunan di satu daerah, tak lepas dari apiknya perencanaan yang disusun. Baik sebuah perencanaan, akan baik pula arah dan hasil pembangunan yang dilaksanakan. Begitu pula sebaliknya.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), yang oleh UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah diubah penamaannya menjadi Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan (Bappelibang), berperan sentral dalam penyusunan perencanaan pembangunan sebuah daerah. Tak terkecuali pembangunan di Kabupaten Banjar.

Kendati memang, di awal tahun masa kepemimpinan Bupati H Khalilurrahman, capaian pembangunan yang sampai saat ini terukur dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sedikit melorot. Dari yang semula di urutan 9 tahun 2015 dengan poin 66,39, menjadi urutan 10 dengan penambahan poin menjadi 66,87 poin di tahun 2016 dari 13 kabupaten/kota di Kalsel.

Berangkat dari itu, menurut Hary Supriadi, Kepala Bappelitbang Kabupaten Banjar, diperlukan sebuah perencanaan matang dan berkualitas. Di Bappelitbang, Hary menyebut Best Quality Planning (BQP). Perencana yang disusun berdasarkan hasil analisa permasalahan guna mengashilkan inovasi dansolusi atas permasalahan yang dihadapi.

Dipaparkannya, IPM yang sampai saat ini menjadi tolak ukur keberhasilan pembangunan di tiap daerah, merupakan paduan dari tiga bidang utama; kesehatan yang direprestasi dari Angka Harapan Hidup (AHH), pendidikan yang diwakili dua aspek; angka harapan sekolah, atau Expected Years of School (EYS) dan rata-rata lama sekolah atau Mean Years of Schooling (MYS), dan aspek ekonomi yang terwakili oleh pendapatan perkapita masyarakat..

Dari tiga komponen pembentuk IPM itu, pendidikan menjadi salah satu yang masih pelik dihadapi. Pasalnya, ujar Hary, perhitungan EYS, diukur dari sektor pendidikan formal. Sedangkan di Kabupaten Banjar, sampai dengan saat ini lestari sebagai sebuah kearifan lokal di tengah masyarakat, lebih banyak menempuh jalur pendidikan informal.

“Banyak dari anak-anak usia SD yang sorenya juga belajar pendidikan agama di sekolah-sekolah diniyah. Lulus  SD, tidak melanjutkan jalur pendidikan formalnya, dan lebih memilih melanjutkam pendidikan non formal. Dan itu sangat berpengaruh dengan angka rata-rata lama sekolah,” kata Hary.


Laman: 1 2

iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->