Connect with us

HEADLINE

Jawa Barat Lahirkan Perda Pesantren Pertama di Indonesia, Kalsel Masih Wacana?

Diterbitkan

pada

Kalsel belum memiliki perda yang mengatur secara khusus tentang pesantren Foto: ist

KANALKALIMANTAN.COM, JAKARTA – Pemprov dan DPRD Jawa Barat (Jabar) resmi mengesahkan peraturan daerah (Perda) Pesantren dalam rapat paripurna yang berlangsung di Gedung DPRD Jabar, Kota Bandung, Senin (1/2/2021).

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang menghadiri proses pengesahan tersebut mengatakan bahwa Perda Pesantren itu merupakan yang pertama di Indonesia.

Dalam rapat paripurna tersebut, Pemprov dan DPRD Jawa Barat juga mengesahkan tiga rancangan peraturan daerah (Raperda) lainnya yakni tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak, Penyelenggaraan Komunikasi dan Informatika, Statistik, dan Persandian, serta Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Terkait ditetapkannya empat Raperda menjadi Perda itu, Kang Emil –sapaan Ridwan Kamil– mengaku bangga dan bahagia, terutama terhadap Perda tentang Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren –selanjutnya disebut Perda Pesantren.

 

“Kami dapat apresiasi dari Kementerian Agama karena Jabar adalah provinsi pertama (di Indonesia) yang memiliki perda untuk pesantren,” ucap Kang Emil dikutip dari Ayobandung.com–jaringan Suara.com, Selasa (2/2/2021).

“Sehingga tidak boleh ada lagi anak-anak Jabar yang memilih sekolah di pesantren tidak mendapatkan dukungan dari negara. Dengan Perda Pesantren ini, semua anak-anak di Jabar memiliki hak yang sama dalam fasilitasi dari negara,” tegasnya.

Kang Emil berujar, kehadiran Perda Pesantren pun membuat ribuan pesantren di Jabar bisa didukung dan dibantu secara resmi sehingga visi Jabar Juara Lahir Batin bisa terwujud tanpa diskriminasi.

Adapun Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jabar memiliki sejumlah program unggulan terkait pesantren maupun keumatan, di antaranya One Pesantren One Product (OPOP), Satu Desa Satu Hafidz (Sadesha), Magrib Mengaji, hingga English for Ulama.

Berbagai program di bidang batin tersebut bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan masyarakat Jabar sehingga terwujud Jabar Juara Lahir dan Batin.

“Selama ini, negara hanya mendukung yang formal yang sekolah negeri atau sekolah agama yang di bawah Kementerian Agama. Kalau pesantren tradisional, tidak masuk dalam dukungan formal,” tutur Kang Emil.

“Ini perjuangan panjang. Kakek saya juga mengelola pesantren, saya juga mengelola pesantren, jadi sedikit emosional karena berarti di era kami dukungan ini alhamdulillah bisa terealisasi,” ucapnya.

Sementara dalam laporan Pansus VII, Perda Pesantren merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Dengan jumlah pesantren lebih dari 8 ribu, keberadaan pesantren telah menjadi kenyataan sosiologis yang menyatu dalam kehidupan warga Jabar.

Raperda yang dibahas oleh Pansus VII DPRD Jabar telah difasilitasi oleh Kementerian Dalam Negeri. Dalam Perda Pesantren, membahas antara lain pembinaan pesantren, pemberdayaan pesantren, rekognisi pesantren, afirmasi, fasilitasi, hingga pendanaan.

Usulan
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Kalsel M Syaripuddin menginginkan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pesantren ini. Hal ini selaras dengan Undang-undang (UU) nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.

“Produk hukum ini ke depannya diharapkan mengatur fungsi pesantren pada ruang lingkup pembinaan, pemberdayaan, dan fasilitasi oleh pemerintah daerah,” jelasnya.

Untuk itu, ia mendorong raperda ini bisa mengakomodir pendidikan dan pengembangan pesantren itu sendiri. “Karena payung hukumnya setingkat undang-undang sudah ada, maka sebagai bentuk implementatif di daerah, penting akan adanya peraturan daerah sampai dengan peraturan gubernur,” katanya.

Dengan adanya raperda ini, ia berharap, ketimpangan dan kesetaraan pendidikan antara lulusan pesantren dan sekolah umum, bisa sejajar. Seperti pengakuan ijazah yang dapat digunakan untuk melamar pekerjaan. “Fakta yang terjadi selama ini, ijazah lulusan pesantren seolah-olah kurang mendapatkan pengakuan,” ujar politisi dari PDIP ini.

Padahal menurutnya, dengan terbitnya UU No. 18/2019, ijazah pesantren memiliki derajat yang sama dengan sekolah formal lainnya. Tak hanya di perusahaan, bahkan bisa diakui untuk melamar menjadi calon pegawai negeri sipil.

“Tujuannya untuk menyetarakan kelembagaan pendidikan, santri, dan para guru, dengan sekolah umum lainnya. Seperti dalam memperoleh bantuan pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, baik di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi. Sehingga pesantren juga leluasa mengembangkan diri, tak kalah dengan sekolah umum,” tambahnya.

Raperda ini sangat strategis diwujudkan, kendati terdapat raperda yang sama di Tahun 2019, dengan judul “Pemberdayaan Pondok Pesantren dan Sekolah Keagamaan”.

Karena seperti diketahui, Kalsel dengan kultur religiusnya, telah diisi banyak pesantren, yang tumbuh berkembang sejak lama di tengah-tengah masyarakat. Hasilnya, sudah ada lebih kurang ratusan pesantren, dengan puluhan ribu santri menimba ilmu di dalamnya, yang disiapkan untuk semakin menggaungkan siar Islam ke depan. (Kanalkalimantan.com/kk)

Reporter: kk
Editor: cell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->