Connect with us

Religi & Budaya

Ironi Rumah-Rumah Banjar yang Kian Tersudut (3 Habis)


Biaya Renovasi Mahal, Pemilik Berniat Merobohkan


Diterbitkan

pada

Foto: Rudiyanto

Berjarak sekitar 20 meter dari tepian Jalan Keraton, RT 9, Kelurahan Keraton, Martapura, Kabupaten Banjar, sebuah rumah adat banjar tipe Bubungan Tinggi tak lagi tegap berdiri di atas tiang-tiang ulin penyangga bangunan. Tampak dari depan, bangunan miring ke kanan. Bagian bubungan rumah atap yang terbuat dari sirap, tampak koyak disana sini. Sebagian sudah berganti seng yang sudah dipenuhi karat dan tak mampu menahan air saat hujan. Pada bagian anjungan sebelah kiri rumah, lumut dibiarkan bebas merayap hingga mencapai jendela. Simbol budaya Banjar yang kini jarang ditemukan itu, nampaknya tinggal menunggu waktu.

Kodisi rumah yang tak layak huni itulah kemudian membuat pemilik rumah, Zakiah (70) tak lagi menempatinya sejak sekitar empat tahun silam. Salah seorang keluarga membuatkan rumah tinggal untuk Zakiah di belakang bangunan rumah tradisional Banjar yang kini diperkirakan berusia ratusan tahun itu. “Saat hujan pasti bocor, lantainya juga sudah miring, akan perlu banyak biaya untuk memeperbaikinya,” kata Zakiah.

Karena tak lagi dihuni dan pertimbangan mahalnya biaya merenovasi, kata Zakiah, rumah bubungan tinggi itu rencananya akan dirubuhkan. Namun Zakiah enggan berkomentar kapan dan mau dibangun apa setelah rumah itu dirobohkan. “Semua urusan sepupu saya yang sekarang tinggal di Solo, Jateng,” ujanya.

Terkait rencana pembongkaran rumah, Maksudi (58) salah satu sepupu Zakiah yang lain justru merasa keberatan jika rumah peninggalan leluhur mereka itu diluluh lantakkan. Maksudi menilai terlalu banyak sejarah terjadi di rumah tersebut, khususnya bagi zuriat. Maksudi baru pindah dan tak lagi menempati rumah itu setelah ia menikah. Kala itu usianya 25 tahun.

Meski keberatan, Maksudi mengaku tak memiliki kewenangan melarang atau membatalkan rencana pembongkaran.

“Memang belum ada kesepakan dari semua anggotanya, tapi berdasarkan usulan dan rencana salah satu keluarga, rumah akan dibongkar tahun ini. Nah selanjutnya akan dibangun apa saya juga belum tahu,” ujar Maksudi.

Saat ditanyakan perihal sejarah rumah bahari tersebut, baik Zakiah atau Maksudi sepertinya tak ingin banyak bercerita. Maksudi hanya mengatakan pemilik rumah sebelumnya adalah Guru Makmun, seorang ulama ayah dari Zakiah, kakek Maksudi. Guru Makmun sudah meninggal kurang lebih 40 tahun silam.

Padahal, mengacu pada UU NO 11/2010 tentang Cagar Cudaya, rumah-rumah Banjar tersebut bisa saja dijadikan sebagai benda cagar budaya oleh pemeritah. Karena berdasarkan UU tersebut, kriteria untuk dapat di tetapkan sebagai benda cagar budaya harus minimal berumur 50 tahun, mewakili masa gaya paling singkat 50 tahun, memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan. (rudiyanto)


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->