Connect with us

Hukum

Hakim Ketuk Palu Bebas Syarifah Hayana, JPU Bawa Putusan ke Sentral Gakkumdu 

Diterbitkan

pada

Syarifah Hayana bersama tim kuasa hukum saat sidang putusan kasus tuduhan ketidaknetralan pemantau dalam PSU Banjarbaru di PN Banjarbaru, Selasa (17/6/2025). Foto: wanda

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU – Putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Banjarbaru menyatakan bebas dari pidana penjara kepada Syarifah Hayana, Selasa (17/6/2025).

Sebelumnya, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Banjarbaru menuntut Syarifah Hayana dengan pidana penjara selama 4 tahun.

Selain hukuman badan, Syarifah Hayana juga dituntut membayar denda senilai Rp40 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.

Dalam dakwaan JPU menyatakan Syarifah Hayana selaku Ketua LPRI Kalsel melanggar ketentuan larangan yang mana pemantau pemilihan dilarang melakukan kegiatan lain selain yang berkaitan dengan pemantauan pemilihan pada PSU Pilwali Banjarbaru.

Baca juga: Tangis Syarifah Hayana Pecah, PN Banjarbaru Putus Bebas Tidak Jalani Pidana Penjara

Dakwaan itu pula menyebutkan bahwa DPD LPRI Kalsel sebagai pemantau pemilihan dianggap tidak memiliki hak dan kewenangan untuk melakukan rilis atau publikasi terkait dengan hitung cepat.

Menanggapi putusan yang berbeda dengan tuntutan itu, tim JPU dari Kejari Banjarbaru mengaku akan melaporkan hasil kepada Sentral Gakkumdu.

“Pada intinya kita sebagai JPU di sini pasti akan melaporkan dulu ke Sentral Gakkumdu terkait putusannya gimana,” ujar Tim JPU dari Kejari Banjarbaru saat diwawancarai terpisah, Selasa (17/6/2025) sore.

“Kita laporkan dulu ke pimpinan sesuai hakim diberi waktu tiga hari,” sambung dia.

Baca juga: Pemilik Mama Khas Banjar Divonis Lepas dari Segala Tuntutan

Keputusan akhir katanya tetap akan diserahkan kepada Sentral Gakkumdu selaku pembina sesuai dengan Undang-Undang.

“Kita belum tahu tetapi secara prosedural semisal putusannya seperti ini kita banding, cuma semisal pimpinan berkata lain akan kita terima,” tutupnya.

Tim kuasa hukum Syarifah Hayana setelah sidang agenda putusan kasus tuduhan ketidaknetralan pemantau dalam PSU Pilwali Banjarbaru, Selasa (17/6/2025) siang. Foto: wanda

Sementara itu tim kuasa hukum Syarifah, melalui Dr Muhammad Pazri, mengatakan, akan kembali mempelajari hasil putusan hakim tersebut sekaligus pertimbangannya selama tiga hari ke depan.

“Yang jelas kami melihat dari pertimbangan hakim tadi ada beberapa poin yang menjadi catatan kami, karena dari pembelaaan kami hanya sebagian yang diakomodir,” ujar kuasa hukum Dr Muhammad Pazri.

Baca juga: Kembali Digugat Soal Lahan, Kuasa Hukum PTAM Intan Banjar: Tegas Hormati Proses Hukum

Di antaranya disebutkannya berkaitan dengan bukan dari terdakwa sendiri langsung yang meminta adanya perilisan perhitungan suara setelah PSU Banjarbaru.

“Kedua kenapa putusannya percobaannya ada pertimbangan lain, tapi secara keseluruhan kami belum melihat adanya teks itu kami pelajari pertinbangan secara umum nantinya setelah kami mendapatkan putusan,” sambungnya.

Menurut Pazri sama seperti yang disampaikan terdakwa bahwa aktivitas yang dilakukan adalah merupakan kegiatan pemantauan sehingga seharusnya tidak bisa dijatuhkan pidana, baik pidana kurungan ataupun percobaan.

Dia berpendapat tidak ada niat jahat atau di dalam unsur tindak pidana disebut mens rea yang dilakukan terdakwa Syarifah Hayana melainkan pure publikasi media sebagai informasi.

Baca juga: Tok! Vonis Penjara Seumur Hidup Prajurit TNI AL Jumran

“Secara unsur dalam tindak pidana tidak ada yang namanya Mens rea niat jahat tidak ada, karena tujuan publikasi itu adalah sebagai bagian informasi dari publik,” sebut dia.

Kemudian majelis hakim juga mempertimbangkan bahwa perbuatan terdakwa tidak membuat gaduh atau kerusuhan atau pun membuat proses pemilu dan perhitungan terhambat ketika ada publikasi media tersebut

“Kemudian dari terdakwa juga sudah menyarankan untuk take down perilisan sebelumnya, sehingga dari yang membuat itu sudah membuat yang namanya flayer berkaitan disclaimer,” tuntas Pazri.

Masih dalam pertimbangan hakim, menyebutkan bahwa hakim bukanlah merupakan corong undang-undang melainkan hakim dalam memutus suatu perkara harus mengutamakan keadilan.

Hal itu sejalan bagaimana disampaikan oleh Prof Dr H Sunarto SH MH, Ketua Mahkamah Agung pada acara pengukuhan hakim pengadilan tingkat pertama pada rmpat lingkungan peradilan seluruh Indonesia pada 12 Juni 2025 yang menyatakan bahwa “Keadilan tidak hanya ditemukan dalam teks undang-undang, keadilan juga dapat terpancar dari hati nurani seorang hakim”. (Kanalkalimantan.com/wanda)

Reporter: wanda
Editor: bie


iklan

Komentar

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca