Connect with us

HEADLINE

Gugatan Walhi Kalah di PTUN, Bencana Lingkungan Ancam Meratus Terakhir di HST

Diterbitkan

pada

#SaveMeratus benteng terakhir hutan hujan tropis di Kalsel. Foto : walhi kalsel

BANJARBARU, Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel terhadap Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan PT Mantimin Coal Mining (MCM). Sidang gugatan perkara lingkungan tersebut sudah berlangsung selama 8 bulan di Jakarta sejak 28 Februari 2018.

Ketuk palu putusan oleh Sutiyono -Hakim Ketua-, Joko Setiono -Anggota II-, Dr Nasrifal -Anggota II-, dibacakan majelis hakim PTUN Jakarta di Jakarta Timur pada Senin (22/10) pagi.

Walhi Kalsel menggugat Kementerian ESDM yang mengeluarkan SK Nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang penyesuaian tahap kegiatan perjanjian batubara PT MCM menjadi tahap kegiatan operasi produksi.

Direktur Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono menyatakan kekecewaannya terhadap keputusan tersebut.

“Kami akan berkonsolidasi. Kami dan masyarakat Hulu Sungai Tengah akan terus melawan. Kami akan mengajukan banding dan menggelar perlawanan lainnya. Karena izin yang masuk ke wilayah HST dipastikan merusak Pegunungan Meratus yang menjadi sumber air dan kehidupan masyarakat di Hulu Sungai Tengah. Apalagi izin itu juga akan menghancurkan hutan hujan tropis terakhir yang dimiliki Kalsel,” kata Kisworo, Senin (22/10).

Izin yang dikeluarkan Kementerian ESDM yang digugat Walhi berada di tiga kabupaten (Tabalong, Balangan, dan Hulu Sungai Tengah). Izin di HST berada di Pegunungan Meratus. Selama 8 bulan masyarakat HST dan Walhi Kalsel menggelar berbagai bentuk perlawanan.

Kasus gugatan Walhi Kalsel ini bermula saat Kementerian ESDM RI yang menerbitkan izin Amdal, rencana pengelolaan lingkungan, dan rencana pemantauan lingkungan pada 26 Desember 2000 silam. Ketiga izin ini diteken langsung oleh Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM saat itu, Djoko Darmono.

Adapun izin Amdal ini berlaku untuk wilayah kerja PKP2B PT MCM di Kabupaten Tabalong dan Hulu Sungai Utara (saat ini sebagian masuk Kabupaten Balangan) alias Blok Upau seluas 4.545 hektare. Mengutip salinan surat itu, proses pengangkutan batubara dari Blok Upau melewati dermaga khusus di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur.

“Izin Amdalnya saat itu sektoral dari Kementerian ESDM Nomor 537/26/SJN.T/2000. Dulu memang mengeluarkan Amdal setiap sektor untuk Blok Upau, tapi sekarang kan sudah ada Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” kata Kepala Bidang Mineral dan Batubara Dinas ESDM Kalsel, Gunawan Harjito pada Senin 12 Februari 2018, dikutip dari Kumparan, saat rapat bersama kala itu.

Adapun di Blok Batutangga seluas 1.964 hektare, Gunawan memastikan PT MCM belum mengantongi izin Amdal karena Pemprov Kalsel tidak pernah menerbitkan izin Amdal.

Sekadar diketahu, masyarakat Kalsel bergolak setelah Menteri ESDM menerbitkan SK Nomor No. 441.K/30/DJB/2017 tentang Izin Operasi Produksi PKP2B milik PTMCM di Blok Batutangga seluas 1.964 hektare di Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

PT MCM merupakan perusahaan pemegang PKP2B generasi ketiga yang telah berkontrak dengan pemerintah RI pada 20 November 1997. Lokasi konsesi PKP2B PT MCM membentang di Kabupaten Tabalong, Balangan, dan HST dengan total luasan 6.509 hektare (Blok Upau 4.545 hektare dan Blok Batutangga 1.964 hektare).

Berdasarkan SK Menteri ESDM No. 373.K/40.00/DJG/2005 tentang Penciutan Wilayah, Permulaan, dan Perpanjangan Tahap Kegiatan Kajian Kelayakan PKP2B, PT MCM punya luasan tahap produksi 4.545 hektare berlaku pada periode 26 Desember 2004-25 Desember 2034.

Ada pun luasan konsesi 1.964 hektare dalam tahap studi kelayakan (Blok Batutangga). PT MCM pun pernah mengajukan suspensi tahap studi kelayakan pada Desember 2013 lewat surat No. 2046/30/DJB/2013. (bie)

div class=”reporter”>
Reporter : Bie
Editor : Abi Zarrin Al Ghifari


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->