Connect with us

Pilgub Kalsel

Denny Indrayana Bersama Sejumlah Tokoh Kupas Pusaran Korupsi dan Oligarki di Kalsel

Diterbitkan

pada

Webinar permasalahan korupsi dan oligarki di Kalsel Foto: ist

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU – Berbagai permasalahan menjadi kendala pemberantasan korupsi di tanah air. Bukannya kian melemah, korupsi justru kian mengancam di tengah pelemahan sistem dan mandulnya perangkat pemberantasan anti korupsi, pasca 1 tahun keluarnya UU KPK.

Di daerah seperti Kalimantan Selatan, korupsi bisa jadi mengakar di tengah kuatnya oligarki kekuasaan. Lalu, bagaimana nasib Banua di tengah ancaman dua hal tersebut?

Pusaran korupsi dan oligarki di provinsi yang dikenal kaya dengan sumber daya alam ini, menjadi topik menarik dalam Webinar bertema “Kalsel di Tengah Pusaran Korupsi dan Cengkeraman Oligarki?” yang digelar pada Jumat (23/10/2020) Pukul 16.30-18.00 WITA.

Acara ini menghadirkan para tokoh anti korupsi yang selama ini dikenal konsisten dalam perjuangan melawan pengeruk uang negara ini. Tampi sebagai pembicara dalam webninar yang dimoderatori oleh Mustakhim Alghosyaly dari Integrity Law Firm ini menghadirkan pembicara Denny Indrayana (calon gubernur Kalimantan Selatan), Febri Diansyah (Eks Jubir KPK), Zainal Arifin Mochtar (Pakar Hukum Tata Negara UGM), Donal Fariz (Peneliti ICW).

Webinar yang terbuka untuk umum ini, dipastikan menarik karena setiap pembicara dikenal memiliki ketajaman analisa terkait dengan kasus korupsi di tanah air. Untuk mengikuti kegiatan webinar ini bisa melalui meeting ID: 885 4329 0941 passcode: integrity. Acara ini juga akan disiarkan live di Youtube: Denny Indrayana.

Terkait korupsi di Kalimantan Selatan, Denny Indrayana yang diakrabi dengan nama Haji Denny ini, mengatakan, problematika korupsi masih mengakar pada banyak aspek. Baik bidang hukum, ekonomi, politik, hingga birokrasi.

“Salah satunya karena permasalahan yang ada sekarang ini semua dijadikan sebagai hukum pasar. Menjadi jual beli. Saat hukum menjadi pasar semua bisa dijual dan dibeli. Begitu juga birokrasi, ketika menjadi pasar, bisa dijual dan dibeli. Inilah yang menjadi problem yang juga dihadapi Kalsel. Jadi, saatnya pasar harus dikarantina di pasar, tak bisa di tempat lain,” ujarnya.

Di sisi lain, cengkeraman oligarki politik dalam politik hukum di Kalimantan Selatan, menjadi persoalan tersendiri. Apalagi, jika berdampak pada pemilu, di mana segala kepentingan berbaur di wadah kepentingan politik hukum.

Menurut Haji Denny, baik tingkat nasional maupun Kalsel, masih ada dominasi oligarki politik. Wamenkum HAM era Presiden SBY ini memaknainya sebagai sesuatu yang sangat kuat dan dapat mempengaruhi, menyodorkan, dan memasukkan kepentingan tidak hanya politik, tetapi juga kepentingan bisnis ke dalam tata pemerintahan. Kendati ia tak mau menyebut siapa saja pelakunya.

“Pemilik modal ini sekarang sudah masuk sangat dalam, tidak hanya pada level usaha tapi juga memiliki partai, dan media, sehingga pengaruhnya di pemilu menjadi sangat besar. Persoalannya adalah, pemilu kita menjadi sangat miskin dengan substansi kejujuran dan keadilan. Karena yang muncul lebih kepada demokrasi prosedural” tegasnya.

Demokrasi prosedural yang dimaksud Denny yaitu pesta demokrasi lima tahunan yang selalu dilakukan dan terlewati. Namun, substansi kejujuran dan keadilannya jadi terabaikan. Denny mengatakan, hal seperti ini sudah terjadi di PIleg 2019 dan diprediksi akan terjadi di Pilkada 2020 mendatang jika seluruh masyarakat tidak berhati-hati.

“Bagaimana cengkeraman oligarki atau pemodal sangat mewarnai pemilu kita. Baik di level nasional ataupun di level lokal di Kalsel,” papar calon nomor urit 2 di Pilgub Kalsel ini.

Haji Denny pun menegaskan, pemilu kali ini harus benar-benar meletakkan pemilu sebagai pilihan rakyat. Bukan karena pilihan tertentu atau imbalan-imbalan berupa materi yang pada akhirnya berujung pada kebutuhan finansial. “Akhirnya membackup salah satu calon. Setelah terpilih, calon itu harus mengembalikan modal itu. Itulah yang menyebabkan pembangunan kita tersandra pada perputaran uang,” tegasnya.

Denny tidak menampik, politik hukum nasional juga mewarnai politik hukum di Kalsel, karena tidak lepas dengan adanya kepentingan ekonomi. Maka pemilu harus dikembalikan ke marwahnya yaitu bukan dipengaruhi oleh materi. Tetapi, benar-benar dipengaruhi pilihan hati nurani rakyat. Karena pada dasarnya, pemilu adalah pilihan rakyat, bukan pilihan uang. (Kanalkalimantan.com/ril)

Reporter : Ril
Editor : Cell


iklan

MUSIC HITS with VOA


Disarankan Untuk Anda

Paling Banyak Dibaca

-->